40 - Incident

2.4K 73 0
                                    

Devan membalikkan tubuhnya, memastikan apakah Nika masih tetap pada posisinya atau tidak. Tapi yang dia lihat adalah pintu rumah Nika yang tertutup rapat, membuat Devan menghela napasnya pasrah. Dia menyadari memang sulit memulai dari awal, jika dia tahu akan seperti ini, maka dia tidak akan pernah mengajak Daren untuk taruhan. Devan menyesal, benar-benar menyesal. Ingin sekali dia menyayangi Nika seperti dia yang selama ini menyayangi Lena. Tapi apa? Perasaannya adalah rasa bersalah, bukan sayang yang selalu dia berikan untuk Lena. Namun dibalik itu semua, Devan ingin belajar, ingin belajar menyayangi Nika. Pasti dia bisa. Tapi kenyataan seperti inilah yang dia takutkan, dia memang takut jika Nika menjauhinya.

Devan kembali merasakan sakit dikepalanya, rasanya ada beberapa muatan yang memenuhi ubun-ubunnya. Perlahan Devan berbalik, ingin segera meninggalkan kediaman Nika. Agar nanti jika terjadi sesuatu padanya, setelah dia tidak lagi berada di tempat ini.

***

Nika berdiri dengan tubuh yang bersandar dibalik pintu, matanya memejam.  Pikirannya melayang tentang Devan, hatinya terasa sesak mengingat Devan mendekatinya karena taruhan. Tapi pikirannya mengatakan jika dia harus memberi Devan satu kesempatan. Nika baru membuka mata setelah mendengar suara Lena.

"Dasar egois. Apa lo nggak pernah nyadar tentang pengorbanan Devan selama ini?"

Nika menatap Lena yang berdiri diujung bawah tangga, dengan bersendekap dan menatapnya remeh.

"Devan itu serius sama lo, dan lo sok jual mahal. Apa sih yang ada diotak lo?" ujar Lena dengan nada sarkastik.

"Bukan urusan lo."

"Lo cewek yang nggak punya hati, ya? Coba lo bayangin kalau Devan pulang dengan keadaan yang lagi mikirin lo, lalu ada kendaraan yang nggak sengaja mau dia tabrak. Dan alhasil dia kecelakaan, gimana? Apa lo mau tanggung jawab?"

"Nggak usah ngaco deh, bicara lo itu ngelantur. Sebaiknya lo pergi ke kamar lo dan nggak usah ikut campur masalah gue."

"Pikirin baik-baik."

Nika menghembuskan napasnya setelah Lena meninggalkannya, berjalan menuju kamar cewek itu. Nika terdiam, memikirkan ucapan Lena yang membuatnya takut. Jika memang hipotesa Lena benar? Apakah dia bisa dikatakan penyebab semua ini? Nika menggeleng, mengenyahkan pikiran-pikiran negatifnya.

Setelah lama memikirkan hal-hal aneh itu, Nika berlari menuju kamarnya. Mengenakan jaket dan menyambar kunci sepeda motornya. Dengan rambut acak-acakan Nika mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Lena yang sedari tadi memerhatikan Nika hanya bisa tersenyum, dorongannya membuat Nika benar-benar menyadari semuanya. Walau dia menggunakan kalimat yang pedas.

Sudah lima belas menit Nika mencari keberadaan Devan, pertama kali pergi ke rumah Devan, cowok itu tidak ada di rumah. Bahkan orang tuanya--ayah Devan--bilang kalau Devan sedang keluar  bersama temannya. Nika jadi kesal sendiri, sebenarnya kemana perginya cowok itu?

Nika menghentikan sepeda motornya di tepi jalanan yang sepi, jarum jam tangannya menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit. Pikirannya melayang, memikirkan ucapan Lena tadi. Jika ucapan Lena benar, apa yang akan dia lakukan? Dia bahkan  tidak tahu dimana keberadaan Devan?

Saat Nika hendak melajukan kembali sepeda motornya, ponselnya berbunyi. Segera dia merogoh saku celananya. Ada nama Kinar tertera dilayar ponselnya.

"Halo Ki, kenapa?"

"Ke rumah sakit, sekarang."

"Emang kenapa?"

"Sekarang, rumah sakit yang deket komplek kita. Langsung UGD! "

Klik. Kinar memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Nika segera melajukan sepeda motornya menuju rumah sakit terdekat dari kompleks rumahnya.

***

"Lo mau apa? Lo nggak kasihan sama Nika?"

Arga mengerang frustasi didepan ruang inap Devan, tatapannya lurus-lurus kearah Kinar.

"Kalau Nika bisa tau keadaan Devan, dia pasti bakalan mikir dua kali kak,"

"Iya gue tau, tapi kenapa lo hubungi Nika buat datang kesini?"

Arga mendengus, menyadari tindakan Kinar yang diluar batas. Tidak, bukan karena Arga ingin menyembunyikan sesuatu dari Nika, tapi karena dia pernah berjanji pada Devan agar tidak menceritakan keadaan dirinya. Tak terkecuali ayah dan nenek Devan, tapi Kinar yang baru tahu membuat cewek itu segera menghubungi Nika. Walau Arga sudah bersikeras melarangnya.

"Karna Nika harus tau yang sebenarnya. Gue nggak akan ngebiarin hal ini ditutupi dari Nika. Juga supaya Nika bisa tau gimana keadaan kak Devan didalam sana."

Berteriak didepan  Arga, Kinar baru sadar kalau ini adalah rumah sakit. Segera cewek itu memalingkan wajahnya dari tatapan Arga yang juga menatapnya tajam. Lorong rumah sakit yang mereka tempati terasa begitu lengang dan sepi. Deru napas Kinar terdengar keras, cewek itu menyadari kebodohannya karena sudah berbicara keras pada cowok yang dia sukai selama ini. Tapi dia tidak peduli, ini demi hubungan Nika dan Devan.

"Apa yang terjadi? Kenapa gue harus tau yang sebenarnya? Apa yang kalian sembunyikan, lalu maksudnya keadaan Devan?" kata Nika tiba-tiba,  yang langsung membuat Arga dan Kinar terperanjat.

"Kok diem? Kak Arga, Kinar kalian nyembunyiin apa?" Nika berjalan mendekati keduanya, menatap wajah Arga dan Kinar bergantian. Dengan wajah Arga yang tegang, sementara Kinar hendak menyiapkan keberanian untuk mengatakannya pada Nika.

"Nik, ikut gue." Arga hendak menarik pergelangan tangan Nika, tapi dengan cepat Kinar menyahut.

"Kak Devan ada didalam," katanya.

Arga mendelik kearah Kinar, sementara Nika menatap bingung pada Kinar.

"Kinar, udah gue bilang jangan omongin itu dulu!"

"Harus secepatnya, kak. Lo nggak mau kan kalau sesuatu terjadi sama kak Devan?" sahut Kinar lantang.

Arga diam, dia pasrah. Dia pasrah akan apa yang dilakukan Kinar. Dia akan menurut saja.

"Apa sih ini? Devan didalam mana?" desak Nika tak sabaran.

Kinar menunjuk ruangan tertutup yang berada disamping kirinya, arah pandang Nika tertuju pada jemari Kinar yang tertunjuk.

Karena penasaran, Nika segera berjalan menuju pintu ruang yang ditunjuk Kinar. Dengan cepat, ia memutar daun pintu. Lalu mendorongnya agar terbuka lebar. Kedua mata Nika terbelalak, menyadari seseorang yang hendak dia lupakan kini terbaring diatas brankar.

"Lo cewek yang nggak punya hati, ya? Coba lo bayangin kalau Devan pulang dengan keadaan yang lagi mikirin lo, lalu ada kendaraan yang nggak sengaja mau dia tabrak. Dan alhasil dia kecelakaan, gimana? Apa lo mau tanggung jawab?"

Nika kembali mengingat ucapan Lena tadi, apakah iya Devan kecelakaan? Apa yang sebenarnya terjadi pada Devan? Mengapa ada Kinar disini? Lalu bagaimana keadaan Devan sekarang?

"I ini, kak Devan? Dia, kenapa?" Ucapan Nika terdengar putus-putus. Tenggorokannya masih tercekat.

Bagaimana bisa? Ucapan Lena benar-benar terjadi. Apakah Lena seorang cenayang? Dada Nika terasa sesak, jantungnya berirama dengan cepat. Ia menelan salivanya dengan susah payah.

Devan...

To be continue

Just A Dream [Completed]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant