P A T A H [3]

447 29 3
                                    

Aku tidak tahu darimana semua ini berawal, yang aku tahu, Bara telah berubah begitu saja. Mungkin aku yang terlalu mempermasalahkan hal-hal kecil, namun meskipun tak seberapa, rasa sakit yang ditimbulkan tidak sesederhana masalah itu sendiri.

Aku membenci Bara ketika dia sudah berani berbohong padaku. Ya, aku tahu betul bagaimana dekatnya Bara dengan Ryan, bahkan Ryan adalah prioritas Bara yang benar-benar nyata kulihat. Pertemanan mereka, lebih besar dari yang kutahui.

Dan karena hal itu pula, tak jarang Bara mengorbankanku demi Ryan.

Omong-omong, apa laki-laki itu pernah mengorbankan Ryan demi aku, ya?

"Dek,"

Itu Bang Jordan, satu-satunya saudara kandung yang aku punya.

"Ada masalah kamu sama Fara?"

Aku mengembuskan napas kesal, Bang Jordan memang tidak pernah becus menghapal nama orang. "Bara, Bang."

"Gue nggak perlu mengingat betul siapa orang yang udah nyakitin adek gue," gumamnya. "Jadi, bener, 'kan, kamu nangis gara-gara dia?"

Aku memilih bungkam, disaat seperti ini, aku masih berkutat untuk mempertahan nama baik Aditya Bara Pradipta di depan abangku sendiri.

"Simple, Dek. Apa yang membuat kamu sesak, lepaskan. Jangan mau terkukung dalam kesengsaraan terus-menerus," katanya. "Hidup kamu tuh ya, udah mati-matian Abang sama Ayah bahagiain. Jadi jangan biarin hidup kamu suram karna dia. Tugas kamu sekarang, belajar, Dek. Biar jadi orang sukses."

"Tapi, Bang—"

"Tidur. Nggak usah ngebantah." Bang Jordan mengalihkan pandangan dariku. "Kalau abang liat kamu nangis karena Zahra itu lagi–putusin dia!"

Bang Jordan sudah keluar, pintu kamar ditutup rapat dan lampu telah dimatikan. Di malam pekat ini, aku menangis tanpa suara. Tidak ada yang tahu.

Karena malam ini; Bara tidak menghubungiku.

***

Patah Hati untuk yang Kesekian KalinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang