H A T I [7]

352 21 0
                                    

Untuk beberapa alasan, aku masih memilih untuk bertahan dengan Bara. Meskipun kini aku tahu, pribadi Bara jauh dari kata baik. Setiap langkah laki-laki itu selalu menyeretnya pada masalah.

"Aku yang traktir," katanya. Kami sedang berada di salah satu kafe tongkrongan yang sedang hits saat ini, setelah selesai membeli beberapa jajanan yang siap membuatku buncit.

"Yakin kamu?"

"Sesekali." Bara tersenyum. Aku belum pernah bilang, jika laki-laki itu memiliki senyuman termanis yang paling kunikmati tiap kala melihatnya. Ah, aku tahu, aku sedang berlebihan, tak apa, aku sedang bahagia hari ini. "Udah lama 'kan, aku nggak nraktir kamu. Kasihan kamunya, punya pacar kere kayak aku."

Mendengar ucapannya itu, aku memutar bola mataku malas seraya mencubit tangannya yang sedang berada di atas meja. "Kamu ngomong apa, sih?"

"Ngomong kenyataan." Bara tersenyum lagi. "Ka, secapek apapun kamu nanti, jangan pernah tinggalin aku. Asal kamu tau aja, walaupun muka aku sangar, tapi aku tetap punya hati, dan aku butuh kamu untuk semua masalah-masalah...," Bara semakin menggengam tanganku, Bara terlihat rapuh hari ini, entah kenapa. Matanya menyiratkan semua itu. "..., yang aku timbulkan sendiri."

Bara jarang sekali seperti sekarang ini, jarang terlihat sendu, dan jarang secara terang-terangan memintaku untuk tetap bersamanya.

"Kamu ada masalah?"

Bara menggeleng.

Aku menggengam balik tangannya, tersenyum setulus mungkin agar ia merasakan rasaku saat ini. "I will be there for you, Bar."

Kami makan dalam hening, sesekali aku melirik Bara, atau memotretnya diam-diam. Hingga pada akhirnya, ponsel Bara berdering, nada dering khusus yang aku ketahui nada itu diperuntukkan untuk Ayahnya.

"Ayah." Bara memberitahuku tanpa suara.

Aku meneguk ludahku pahit. Hubungan Bara dengan Ayahnya tidak pernah baik. Selalu ada bentakan ketika mereka berbicara, dan akan ada barang-barang yang rusak ketika mereka berada di ruang yang sama.

Karena baik Bara ataupun Ayahnya, mereka sama sama keras kepala.

"Oh, aku pulang sebentar lagi."

***

Patah Hati untuk yang Kesekian KalinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang