6.

42 26 98
                                    

Deket, deket, deket.
Eh cuma temen.

- Clara

***

SEUSAI menunaikan sholat Dzuhur, Clara keluar dari musholah sekolah. Dia menenteng mukenanya melewati lapangan sekolah. Ketika dia hendak berbelok, berjalan di koridor, suara Arga dari belakang berhasil membuat langkahnya terhenti. Clara memutar balik tubuhnya, dan ia langsung mendapati Arga yang berusaha mengatur deru napasnya.

"Gue mau lo jadi pengganti Nasya." kata Arga yang membuat alis Clara tertaut. Cowok di hadapannya ini sebenarnya mengatakan apa?

"Lo ngomong apa sih?" Clara garuk-garuk kepala. "Gini deh, napas lo atur dulu. Setelah itu baru ngomong." titah Clara. Dia memeluk mukenanya sebagai perlindungan. Dia tahu laki-laki macam apa Arga itu. Spesies kayak Mark. Tapi Mark beda. Mark tak sebrengsek Arga. Mark memang menggonta-ganti pasangan, tapi Mark tak akan pernah menyentuh area terlarang yang dimiliki wanita. Intinya, Mark masih menghormati wanita. Beda jauh sekali dengan Arga. Si cowok playboy dengan segudang otak mesumnya.

Arga pun mengendus keki. Dia menjilat bibir atas dan bawahnya, menatap Clara dari atas sampai bawah. "Lo mau nggak jadi pacar gue?"

Clara menatap sekelilingnya, dia berusaha meminta pertolongan dari siapa saja lewat matanya. Namun rupanya tak ada yang berani mendekat. Hal itu membuat Clara semakin takut jika Arga berniat untuk menyentuhnya.

"Gue nggak mau!" Clara berusaha lari dari Arga, namun sayangnya Arga dengan sigap menarik lengannya membuat Clara memberontak. Di dalam hati, Clara berdoa semoga saja Mark datang untuk menolonginya.

Arga semakin mencengkram lengan Clara. "Lo harus mau, nggak ada yang boleh nolak gue."

Clara melotot, cowok di hadapannya ini rupanya memang sudah kehilangan akal. "Gue nggak mau."

"Alasannya?"

"Mau alasan yang real atau bohongan nih?"

"Dua-duanya."

Clara memberanikan diri berbicara. Dia menatap Arga dengan seupil keberaniannya. "Satu, karena lo itu penjahat kelamin. Dua, karena lo itu jelek. Tiga, karena gue nggak sedikit pun suka sama lo."

Arga tampak marah mendengar ucapan Clara. Dia hendak melayangkan telapak tangan kasarnya itu di pipi Clara namun seseorang baru saja menangkap pergelangan tangan Arga. Clara yang melihat itu pun tersenyum lega, dia tahu pasti Mark akan datang.

Ternyata dugaan Clara salah. Yang datang menolongnya itu Alden bukan Mark. Seharusnya Clara tak usah menaruh harapan seperti itu. Sebab, Mark tak akan lagi mau berurusan dengannya.

"Ck! Iya-iya gue ngalah." Arga berdecak kesal begitu melihat tatapan Alden yang begitu tajam. Tatapan dari saudaranya itu selalu saja berhasil membuat Arga diam tak berkutik. Alden menarik kembali tangannya kemudian menyuruh Arga untuk meminta maaf lewat tatapan matanya.

"Gue minta maaf Ra, tadi gue taruhan sama Mark."

Setelah mengatakan itu, Arga pergi itu pun Alden yang menyuruhnya. Bukannya Arga takut terhadap Alden, hanya saja Arga tak ingin ponsel beserta seluruh barang-barang harganya disita sama Papah.

Clara tertegun sesaat. Dia menatap punggung Arga sendu. Mendengar pengakuan Arga membuat hati Clara mencelos seketika. Kenapa Mark tega membuatnya sebagai barang taruhan?

Apa maksudnya?

Mark menjauhi dirinya, Clara masih terima.

INVISIBLEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora