7

39 18 75
                                    


      CLARA rindu masa dimana ia dan Mark bisa saling menahan kantuk di malam hari demi bisa berbicara satu sama lain. Jam delapan malam, biasanya Mark keluar dari apartemennya lalu menemui Clara dengan cara memanjat balkon kamar Clara atau Mark akan melempar batu ke arah jendela balkon di kamar Clara, agar cewek itu keluar kemudian menghabiskan sisa malam mereka dengan membicarakan hal-hal yang tak begitu penting.

Cewek berpiyama boneka beruang itu berjalan ke Balkon kemudian menatap bintang-bintang yang berhamburan di atas sana. Suasana malam yang mencekam tanpa adanya celotehan Mark itu berlangsung sejak enam malam terakhir ini.

"Kenapa gue bisa merindukan cowok brengsek kayak dia?"

Clara memejamkan matanya sekilas, bayangan akan kejadian di kantin saat minggu kemarin masih berbekas diingatan Clara sampai rasanya Clara ingin menjedukkan kepalanya di tembok. "Bodoh."

Saat di kantin....

Clara masih memandangi Mark yang saat ini memasang wajah tembok, cowok itu masih berlutut di hadapan Flora tak peduli jika banyak orang tertawa akan tingkahnya. Entah kenapa melihat Mark seperti itu membuat Clara tak tega. Apalagi Clara melihat mantan-mantan Mark memandang Mark rendah sambil tertawa kencang. Melihat itu membuat Clara geram. Dia ingin sekali menarik Mark untuk segera pergi dari sini.

"Oke, gue mau balikan sama lo, tapi..." Flora menatap Clara dengan senyuman sinis. Dan Clara bisa melihatnya dari jarak jauh seperti ini. Pandangan keduanya kini bertemu, Flora dengan tatapan tajamnya sementara Clara mencoba bersikap biasa-biasa. "Gue mau lo nggak usah berurusan lagi sama cewek itu." Flora mengangkat dagunya, dia masih menatap Clara. Kini semua pandangan tertuju ke arah Clara. Tatapan belas kasihan.

Kasihan Clara

Mark pun menatap ke arah mata Flora berada. "Gue emang udah nggak ada urusan lagi dengan dia." Mark meneguk ludah pahitnya. Dia menarik napas kala matanya bertemu dengan mata Clara.

Maafin gue La.

Mark kemudian mengalihkan pandangannya, jika dia bertatapan lama dengan Clara, Mark akan semakin merasa bersalah.

"Gue mau bukti." Flora bersidekap dada, sementara kedua temannya hanya menggeleng menanggapi sikap Flora. Lain halnya ekspresi yang ditunjukkan Mark. Cowok itu tampak mengernyit. Flora mau bukti apa lagi?

"Bukti apa?"

"Terserah lo. Sampai gue yakin, kalau lo emang nggak ada hubungan lagi dengan cewek itu."

Mark menatap Clara ragu, dia pun berdiri lalu kembali menatap Flora. "Oke."

Clara hanya bisa menatap Mark dengan dada sesaknya. Ia tak tahu apa yang akan Mark lakukan kepadanya. Pandangan keduanya bertemu. Mark menatap Clara tak tega sementara Clara menatap Mark sendu. Clara mengangguk pelan kemudian tersenyum tipis.

Begitu Mark sampai di hadapan Clara, cowok itu menarik napas sejenak sebelum akhirnya dia berbicara lantang. "Cewek nggak tahu malu."

Satu kalimat menyayat hati Clara. Clara tersenyum miris. Mark lebih memilih Flora dibandingkan dirinya. Meskipun itu hanya akting Mark saja, Clara merasakan sesak.

"Dari dulu gue itu pengen bilang, kalau lo itu cuma benalu."

Clara tahu perkataan Mark itu hanya pura-pura. Tapi percayalah, semua orang juga pasti tak akan mau dikatakan seperti itu, apalagi kata-kata itu keluar dari mulut orang yang kita special kan.

"Lo jangan berbangga diri karena gue mau temenan sama lo. Lo itu nggak lebih dari sekedar sampah di hidup gue."

Oke. Mark merasa perkataannya ini memang sudah melebihi batas. Cowok itu memejamkan matanya beberapa detik kala dia melihat wajah Clara. Mark merasa bersalah.

INVISIBLEWhere stories live. Discover now