Tante Hana masih di rumah sakit, tapi keadaannya lumayan membaik. Hanbin segera ke sini setelah aku kabarin.
Kita lagi duduk berdua di bangku panjang depan kamar. Koridor pas malem gini lagi sepi-sepinya. Dingin lagi.
Sialnya aku pakai kaos pendek dan cardigan. Dinginnya makin ke tulang-tulang.
"Gimana soal pernikahan kita?"
Yang dibahas Hanbin pertama kali bukan soal mamanya, tapi soal perjodohan ini. Nggak waras nih orang.
"Aku takut mama kenapa-napa lagi setelah ini," Hanbin ngusap wajahnya frustasi.
Lah aku aja takut apalagi dia???
Kayaknya kami emang sama-sama tipikal anak yang takut orangtuanya kenapa-napa.
I mean, bukan berarti orang lain nggak kayak kami. Tapi emang orangtua itu kekuatan sekaligus kelemahan kami.
Jadi posisinya emang kami nggak bakal bisa nolak garis yang udah dilingkarin di sekitar kami.
"Aku terserah kamu aja, Bin," kali ini aku yang pasrah. "Mama kamu lagi sakit gitu, kepalaku pusing. Pikiranku kemana-mana. Kalau mau nolak, aku nggak tega, takut sakitnya makin parah. Semisal kamu emang bisa ngeyakinin mama kamu buat..."
"Yaudah kita nikah."
Dan segampang itu Hanbin memutuskan. Bahkan dia nggak ngeliat wajah aku. Ini dia serius apa asal ngomong sih?
Tapi mau asal ngomong juga para orangtua pasti seneng. Secara emang ini tujuan awal mereka, kan?
"Pacar kamu gimana?"
Duuuhhh aku paling nggak suka obrolan sensitif kayak gini. Dia kenapa ada pacar aja sih? Kenapa nggak aku juga yang punya pacar biar seimbang???
"Kita bisa nikah, terus nantinya cerai, kan? Emang kamu mau terus hidup sama aku, Hay?"
Hmmmm, agak lebay sih emang, tapi aku berasa lagi diajak nikah beneran kalau kalimatnya gini.
DUUHHH KOK HATIKU LEMAH GINI TADI NGIRA BECANDA
DISERIUSIN DIKIT MALAH BAPERRR AMBYAARR KEMANA MANA DUUUHHH
"Hay, kok diem aja?"
"Eh? Apa???"
"Kamu mau kita kejebak dalam pernikahan gadungan ini?"
"Oh gadungan..."
"Hayi gimana sih? Diajak ngomong malah ngelamun."
"Aku nggak... eh bentar ya ada yang nelfon. Dari nenek."
Aku sama Hanbin disuruh ke Jinhae hari ini. Maunya sih nolak, mau jagain tante Hana aja. Tapi tante malah nyuruh berangkat.
Walau dengan perasaan nggak enak, aku sama Hanbin akhirnya berangkat. Tapi nggak lama, paling juga nanti malem pulang.
"EDODO EEHH !! CUCU NENEK PALING CANTIK DATENG!! DUH CALON MANTU NENEK GANTENG PISAAANN!!"
Teriakan itu ambyar setelah aku masuk bersama Hanbin. Rumah bergaya lama nenek emang sepi, tapi suara nenek langsung bikin rame seketika.
"Gimana? Udah nikah belum? Apa mau bikin anak dulu nih?"
Mulutnya nenek itu paling ampas emang, nggak pernah berubah.
Iya aku durhaka. Tapi lebih durhaka mana sama si nenek coba kaaannn???
"Nek ih! Nikah aja belum masa udah bikin anak?" aku ngedumel, bodo amat Hanbin bingung. Dia harus terbiasa.
"Loh apa salahnya? Kan biar tambah mengikat. Ada tanggungjawab juga nantinya."
"Nenek ngajarin nggak bener nih, entar anaknya siapa yang ngurus kalau nggak ada kesiapan?" aku masih protes, nggak mau kalah pokoknya.
"Berarti udah siap nikah dong ini kalian berdua? Edodo eehh, oke oke nenek siap-siap ke Seoul aja. Nanti nenek bikinin kue beras banyak buat malam pertama."
Makin mampus aja sih ngomong sama orang tua satu. Aku udah nahan malu banget.
Apalagi sekarang nenek ngobrol sama Hanbin soal malam pertama juga. Plis sadarin nenek kalau dia itu perempuan, dan Hanbin laki-laki.
Perihal malem pertama itu bahasan yang sensitif. Ini malah diomongin secara gamblang antar cowok dan cewek.
"Kalian tidur di sini ya, kamar yang lain nenek beresin jadi kalian tidur berdua aja, hehe."
Hehe-nya nenek itu hal paling menyeramkan di dunia. Nggak usah disangkal, nenek itu cewek tapi agak byuntae.
Hanbin mandi dulu, kalau aku udah mandi sejak sore. Cuman ada satu kasur gulung di sana, sesuai skenario nenek.
"Kamu tidur di kasur aja, Hay. Aku nggak pake alas gapapa," dan saat itu Hanbin masang wajah sok maskulin.
"Udah gak apa kamu di kasur, aku udah biasa tidur gak pake alas waktu kecil."
"Tapi kan... HAAAHHH HAAYYIII ITUUU APAAANNN KOKK BISA TERBAAANGGG!!"
"APAAA WOOYY APAAA??? ADAA SUPERMANN KOK PAKE TERBANG SIHH BIIINN???"
"ITUU PUNYAA SAYAAPP KAYAAKK KORRMAAAA!!"
"Kecoa?"
"IYYYAAAAA!!"
"Ya ampun aku kira apaan!"
Hanbin sembunyi di belakangku saat kecoa itu aku usir. Kecoanya udah pergi. Dan Hanbin balik masang wajah sok cool.
Ini anak gengsinya luar biasa ya ternyata. Tadi yang teriak kayak kaleng rombeng siapa ya???
"Udah tidur kasur sana!" aku ngusir dia. Biar cepet tidur.
"Aman kan? Nggak ada kecoa lagi kan?"
Tau apa? Dia tanya gitu sambil masukin tangan ke saku celana.
NGESELIIINNN SOK KEREENN
"Udah nggak ada, cepetan tidur, besok aku kudu ke yege building buat latian."
"Iya, iya. Bawel sih."
"Sorry ya, Bin."
"Udah nggak masalah, aku udah maafin kecoanya juga lagian."
"Bukan ituuuu."
"Terus apa?"
"Harusnya kita nggak nginep kan? Nenek emang suka maksa."
"Oh itu. Iya nggak masalah, aku udah ngabarin mama. Ada Hanbyul yang jaga di sana."
Maunya bikin karakter Hanbin tuh dingin :') kok malah bobrok gini sih ya ampuuunnn. Duh gue salah karakter nih yaopooo? T^T

YOU ARE READING
no sense; hanbin ➕ hayi
Fanfictionーkalau sayang benar-benar tercipta karena terbiasa bersama, aku juga benar-benar nggak mau nikah biar nggak timbul rasa ke kamu nantinya, aku nggak mau nyakiti kamu sorry slow update, lagi dalam masa sibuk /.\