Prolog. Meeting

5.1K 425 7
                                    

At night

Manik mata sekelam malam itu menatap sosok pemuda yang duduk dengan wajah menunduk di depannya. Geraman dan dengusan berat kembali terdengar darinya, wajah tampan yang kaku itu menampilkan gurat-gurat lelah yang entah kenapa akhir-akhir ini sering kali ia perlihatkan. Sedangkan sosok di depannya hanya bisa diam menunduk, seolah lantai-lantai kayu di bawahnya lebih menarik daripada pemuda tampan di depannya.

Manik mata sebiru lautan itu bergerak-gerak gelisah, sedikit merasa risih setelah belasan menit mata gelap itu masih saja menatapnya intens dengan pandangan mencurigai. Rasa cemas lagi-lagi membuncah dalam dirinya, takut-takut pemuda tampan dengan rambut raven itu akan menganggapnya gila karena kata-kata yang beberapa saat lalu ia katakan.

"Jadi, apa tujuanmu sebenarnya?"

Setelah menit demi menit berlalu dalam rasa canggung, akhirnya suara baritone yang pemuda pirang itu harapkan mengalun juga. Walau nadanya sedikit –ah tidak- sangat ketus dan dingin.

"Aku akan mengabulkan permohonanmu." Demi Tuhan yang ada di surga. Ingin sekali rasanya pemuda pirang itu kabur saja saat ini. Bagaimana tidak, tatapan pemuda dingin itu benar-benar membuatnya takut setengah mati. Kenapa Tuhan sampai hati memberikannya tugas seperti ini dan harus bertemu dengan pemuda menakutkan seperti dia.

"Kau ini penguntit atau apa?" gurat-gurat kesal semakin bercampur aduk dalam wajah tampan yang menatap menyelidik pada pemuda yang kini menatapnya berang walau masih takut-takut.

"Sudah kukatakan padamu, aku ini malaikat. Bukan seperti kata-kata aneh yang kau katakan itu." Sasuke sedikit menaikkan alisnya bingung, pemuda di depannya ini benar-benar membuatnya tak mengerti. Apa barusan dia bilang? Malaikat? Hal konyol macam apa ini. Di zaman seperti ini mana ada orang yang percaya dengan malaikat apalagi dengan orang gila yang mengaku-aku sebagai malaikat. Apa dunia sudah mau kiamat?

Pemuda pirang itu semakin mengerut kesal, wajah pemuda tampan di depannya terlalu mudah untuk ditebak. Apa-apaan pemuda ini? Ia sudah jujur tapi kenapa pemuda itu seolah tak percaya padanya bahkan menatapnya seperti itu.

"Ok. Kau tahu, aku bukanlah orang yang memiliki banyak waktu untuk bermain-main dengan bocah sepertimu." Kini gurat kekesalan itu semakin menumpuk banyak di wajah sempurna keduanya. Percakapan mereka ini benar-benar menguras energi dan emosi. "Jadi, katakan saja apa maumu sebenarnya?"

"Memang kau pikir ada orang gila yang mau-maunya mengaku sebagai malaikat dan mendatangimu?" Suara yang cempreng itu sedikit meninggi. Sedikit mencondongkan tubuhnya mendekat, memberi kesan-kesan penekanan yang sepertinya tak terlalu berpengaruh.

Sasuke terdiam sejenak kemudian mengangguk singkat. "Aku pernah bertemu orang yang lebih gila daripada kau." Entahlah, yang ada di bayangan Sasuke saat ini hanya orang-orang gila bergender wanita yang sering kali mengejarnya.

Pemuda pirang itu seketika terdiam. Berbicara dengan seorang pemuda dingin yang minim bicara seperti seseorang di depannya ini benar-benar membuatnya kehabisan kata-kata. Rasanya kata-kata manis yang sering ia ucapkan menguar entah kemana. Ia menghembuskan napasnya lelah, menyandarkan tubuhnya sejenak pada sandaran sofa yang sejak tadi ia duduki. Mencoba memutar otaknya untuk meyakinkan Sasuke tentang dirinya.

Sebuah senyum mengembang di belahan bibir berwarna semerah chery itu. Senyum yang biasanya akan memukau siapa saja, namun sepertinya tak berhasil pada pemuda dingin di depannya itu. Segera ia tegakkan tubuhnya, menghirup napas dalam-dalam sebelum memulai percakapan melelahkan yang mungkin akan berakhir sia-sia.

"Aku ini adalah seorang malaikat yang ditugaskan Tuhan untuk mengabulkan keinginan terbesarmu."

Namun, harapan yang beberapa detik lalu melambung tinggi kini jatuh ke dalam lubang terdalam yang tak berujung. Wajah tampan itu masih datar-datar saja, bahkan suara decihan keluar dari mulut tajamnya.

"Jangan konyol. Aku lebih percaya jika kau berkata bahwa kau adalah penguntit yang terlalu terobsesi padaku." Tuhan, rasanya pemuda pirang itu benar-benar ingin mati saat ini juga. "Masuk ke rumah orang seenaknya dan tiba-tiba berkata seperti itu, kau pikir aku akan percaya."

Pemuda pirang itu terdiam sejenak, menimbang-nimbang kata-kata yang barusan saja ia dengar. Bertanya-tanya apakah masuk ke dalam rumah orang lain tanpa permisi adalah suatu hal yang salah. Sungguh ia tak tahu, sepertinya ia harus belajar tentang tata krama manusia suatu saat nanti.

"Kurasa caraku salah. Seharusnya aku menemuinya di depan pintu masuk saja, bukannya menunggunya di dalam seperti tadi." Gumaman spontan itu meluncur manis dari belahan bibir cerewet itu benar-benar membuat Sasuke tak habis pikir. Sedikit merutuki kepolosan atau bahkan kebodohan pemuda di depannya ini.

Dipijat keningnya perlahan, sedikit menetralisir rasa pening yang sejak tadi ia rasakan. Ia benar-benar lelah saat ini dan bertemu orang aneh yang mengaku malaikat di dalam rumahnya bukanlah hal yang ia inginkan. Yang ia harapkan hanya mandi dan tidur secepatnya.

"Sasuke." Manik hitam kelam itu kembali terbuka, menatap kaget pada sapphire indah di depannya. "Apa kau tak apa-apa?"

Bagaimana pemuda pirang ini bisa tahu namanya? Ah, ia lupa. Sepertinya pemuda yang masih menatap khawatir padanya itu benar-benar penguntit yang luar biasa. Sasuke menarik napas dalam-dalam sebelum bangkit berdiri dari sofa empuk yang tak lagi terasa empuk baginya. Menatap jengah pada pengganggu aneh yang entah kenapa malah ia ajak bicara. Seharusnya ia usir saja pemuda itu sejak tadi.

"Sebaiknya kau keluar dari rumahku. Sekarang juga!"

Ditariknya tangan mungil berlapis kulit tan itu kencang, menariknya berdiri hingga kini mereka saling berhadapan dengan jarak yang lumayan dekat. Sedikit disadarinya bahwa pemuda pirang itu jauh lebih pendek darinya. Dan apa-apaan wangi citrus yang menguar dari tubuhnya itu.

"Eh! Tunggu Sasuke... aku tak boleh pergi sebelum mengabulkan keinginanmu."

Pemuda pirang itu berontak kencang saat tubuhnya yang jauh lebih mungil dari Sasuke tiba-tiba ditarik paksa keluar dari ruang santai yang terlihat mewah itu. Namun, tangan mungilnya hanya merasa sakit saja saat Sasuke semakin mengeratkan genggamannya sebagai balasan dari pemberontakan yang ia lakukan.

"Kalau begitu keinginanku hanya satu. Berhentilah menggangguku."
Ia terdiam sejenak sebelum sebuah pintu terbanting keras tepat di depan wajahnya, dibanting dengan kasar oleh pemilik rumah yang sejak tadi berbicara dengannya itu.

"Hey... tunggu Sasuke! Buka pintunya!" Gedoran kencang kembali terdengar menggema di rumah itu. Begitu kencangnya hingga Sasuke harus menutup telinganya rapat-rapat. Panggilan-panggilan dari suara cempreng yang sangat tak ia sukai itu benar-benar membuatnya kesal setengah mati. Sudah cukup banyak kegilaan yang terjadi hari ini dan Sasuke sudah benar-benar muak dibuatnya.

Segera dilangkahkan kakinya, mengabaikan gedoran di pintu masuk rumahnya dan teriakan cempreng yang masih setia mengalun mengisi kesunyian di dalam rumah itu. Tapi siapa peduli? Yang Sasuke butuhkan saat ini hanya mandi dan tidur.

TBC

Seven DaysWhere stories live. Discover now