Sixth Day a. Forgotten Memories

1.8K 244 19
                                    

Tubuhnya terasa begitu kaku. Begitu sulit untuk digerakkan walah hanya seujung jari. Tubuhnya terasa remuk redam dengan rasa sakit yang terasa di setiap ujungnya. Sasuke sama sekali tak tahu di mana ia berada. Kelopak matanya sama sekali tak mampu ia buka, seakan begitu menolak kehendaknya. Membiarkan dirinya terus terdiam seperti itu di kegelapan yang menenggelamkannya. Membuatnya seakan melayang tanpa ada sedikit pun yang menahannya. Sasuke seperti jatuh ke dalam jurang yang tak berujung. Jurang yang begitu dalam hingga ia tak tahu lagi dimanakah ujungnya.

Sasuke sudah tak tahu lagi berapa lama ia terdiam seperti ini. Tubuhnya masihlah sekaku papan hingga rasanya ia terlalu lelah untuk mencoba menggerakkannya. Lagipula lebih baik seperti ini. Tubuhnya masih luar biasa sakit. Setiap inchinya, menyebar begitu cepat dari dadanya hingga setiap ujung jarinya mampu merasakan sakit yang sama. Sasuke pernah merasakan rasa sakit ini sebelumnya, bahkan mungkin jauh melebihi ini. Rasa sakit yang tak hanya mampu membuat seluruh tubuhnya mati rasa namun juga menghancurkannya di saat yang bersamaan. Kegelapan ini. Rasa sakit ini. Sasuke sudah terlalu terbiasa.

"Sasuke. Sasuke."

Suara lirih itu terdengar begitu saja. Memanggilnya tak hanya sekali, namun berkali-kali. Terasa begitu jauh namun setiap kali suara itu memanggil namanya seakan tubuhnya kembali mampu untuk digerakkan. Menjawab panggilan itu dengan gerak-gerak samar di ujung jari. Suara itu kembali terdengar. Begitu lirih namun menenangkan. Menyebarkan kehangatan yang tak lagi terasa begitu asing baginya. Sasuke kenal suara ini. Suara yang selalu menyebut namanya dalam kehangatan yang menyenangkan. Kehangatan yang kini kembali ia rasakan. Menyebar begitu cepat. Menggantikan rasa sakit yang ada sampai-sampai tubuhnya seakan bersorak senang karenanya.

"Sasuke."

Panggilan itu kembali terdengar. Untuk yang kesekian kalinya. Terasa begitu dekat hingga Sasuke mampu merasakan darimana hadirnya suara itu. Panggilan terakhir yang langsung membuatnya mampu untuk membuka kelopak matanya. Menatap lautan biru indah dengan hujan cahaya yang meneranginya.

Sasuke ada di sana. Berbaring menatap lautan biru jernih dengan gumpalan-gumpalan kapas yang berarak rendah di atasnya. Di bawahnya hamparan rumput hijau terbentang begitu luas. Menyeruakan gemerisik angin yang menggoyangkan rumput-rumput itu dalam tarian indahnya. Dan di sana, tepat dimana matanya memandang, sebuah senyum indah dengan manik mata sebiru langit yang menatap tepat ke arahnya. Helaian pirang itu bergoyang pelan. Menggelitik wajah rupawan terbungkus kulit sewarna caramel dengan gurat halus di kedua pipinya.

"Akhirnya kau bangun juga, Sasuke."

Senyum itu semakin lebar tertuju padanya. Menenggelamkan manik mata sebiru lautan dalam kelopak mata itu. Membuat Sasuke untuk kesekian kalinya tak mampu untuk berbicara. Segala yang ada di hadapannya kini begitu membuainya. Membuatnya nyaman dengan segala kehangatan yang menerpanya. Diam-diam ia kembali memejamkan mata saat dirinya menyamankan diri di atas pangkuan pria pirang itu dan menerima usapan-usapan ringan di atas helaian rambutnya.

"Apakah ini surga?"

Kekehan lembut itu langsung terdengar begitu saja. Suara tawa menyenangkan yang tak pernah ia dengar sebelumnya. Haruskah ia katakan jika suara tawa itu mampu menenangkannya lebih dari yang Sasuke kira. Menggelitik telinganya begitu saja hingga rasanya ia begitu mendamba untuk mendengarnya kembali ketika tawa itu sudah menghilang terbawa angin. Usapan itu berhenti begitu saja di sisi wajahnya. Membawa tangan dengan jemari mungil mengusap pipinya pelan sambil membawa ujung rambut itu kembali ke belakang telinga.

"Jangan bodoh, Sasuke. Kau belum mati, jadi tak mungkin kau ada di surga."

"Memangnya apa yang bisa kukatakan saat melihat tempat ini, Dobe? Lagipula memang seharusnya di tempat itu aku berada." Kali ini bukan suara tawa menyenangkan yang ia dapatkan. Hanya sebuah cubitan gemas di hidungnya yang bahkan tak terasa sama sekali. Manik matanya pun kembali terbuka. Menatap wajah cemberut di atasnya yang entah mengapa langsung membawa senyum di wajahnya.

Seven DaysWo Geschichten leben. Entdecke jetzt