Second Day. Housemate

2.5K 350 19
                                    

In the morning

Sasuke mengunyah telur dadarnya dalam diam, menu sarapannya kali ini adalah tuna, sup miso, dan tamagoyaki. Sedangkan sosok pemuda pirang itu sedang duduk manis di depannya masih dengan apron merah itu. Sepertinya situasi kali ini masih terasa janggal baginya. Ia memang sudah mencoba untuk terbiasa mendapati pemuda pirang gila di rumahnya, tapi dengan situasi macam ini ia masih tak habis pikir.

Mereka kini duduk berdua di meja makan, saling berhadapan tepatnya, dengan Sasuke yang sedikit tak rela memakan sarapannya dan pemuda pirang yang baru Sasuke ketahui bernama Naruto itu masih setia memasang senyum lebar khasnya. Suasana aneh macam apa ini. Kemana suasana tak bersahabat yang kemarin melingkupi mereka. Tapi salahkan saja pemuda pirang itu yang sepertinya salah mengertikan apa yang kemarin malam baru ia katakan. Dan kenapa di sini hanya Sasuke yang sibuk dengan makanannya, bukannya peduli hanya saja rasanya aneh saat ada seseorang yang sejak tadi terus saja memandangimu saat kau sedang makan.

Bukankah kemarin malam Sasuke mengatakan jika ia tak peduli pada apa pun yang Naruto lakukan? Bukankah kata-katanya kemarin itu merupakan bentuk pengusiran yang sedikit halus, itu pun bagi Sasuke. Tapi kenapa pemuda pirang gila itu masih ada di sini, atau lebih tepatnya kenapa Sasuke masih mendapati Naruto di dalam apartmennya padahal semalam ia langsung pergi begitu saja meninggalkan pemuda pirang ini. Ya, meninggalkan pemuda pirang ini begitu saja di dalam apartmennya hanya karena rasanya tidur lebih menyenangkan daripada menghadapi pemuda sepertinya.

Yang lebih terkutuk adalah apa yang sedang mereka lakukan kini. Tak bisa Sasuke pungkiri bahwa sekilas ia sempat berpikiran bahwa mereka kini terlihat seperti sepasang suami-istri, atau suami-suami lebih tepatnya.

Ditatapnya sejenak telur dadar dengan warna keemasan yang lezat itu, sungguh lagi-lagi Sasuke merutuki dirinya yang mengakui jika makanan buatan Naruto itu selalu masuk dalam kategori lezat miliknya. Manik matanya kembali beralih pada sosok pirang yang masih setia memasang senyum lebar di wajahnya, sepasang langit biru itupun tak henti-hentinya menatapnya. Hell, mereka ini sungguh benar-benar bukan pasangan suami-istri.

"Berhenti menatapku seperti itu, Dobe." Sasuke meletakkan sumpitnya setelah semangkuk nasi dan menu lauknya sudah tak ada di sana. Kini dirinya sibuk meniup-niup segelas teh hangat yang entah mengapa sejak pertama mencicipinya kemarin, ia sudah benar-benar dibuat ketagihan.

Sebuah tawa kecil meluncur manis dari belahan bibir semerah cherry itu, tawa yang sedikit mengusik aksi tenang Sasuke yang masih setia pada teh hangatnya. Manik matanya sekilas melirik Naruto sebelum dirinya kembali sibuk pada gelas keramik khas Jepang yang ada di genggamannya.

"Aku hanya sedikit terkejut, Sasuke. Kukira kau akan mengusirku lagi." Dan senyum menyebalkan yang terlihat manis itu terkembang indah di wajah Naruto.

"Aku sudah lelah mengusirmu, Dobe. Kau pasti akan tetap mengusikku, tak peduli seberapa banyak aku mengusirmu."

Ya, Naruto memang sudah tahu jika Sasuke sudah lelah untuk mengusirnya. Hanya saja yang masih membuatnya bingung adalah hal yang terjadi di depannya kini. Sungguh, tak pernah sekali pun ia menyangka bahwa mereka bisa duduk bersama seperti ini tanpa ada aksi tarik-usir paksa atau bahkan adu mulut seperti biasanya. Rasanya seperti mimpi saja.

"Benar sekali, Sasuke."

Mereka kembali terdiam. Sasuke masih sibuk dengan teh dalam gelas keramik yang tersisa setengah itu. Sedangkan Naruto nampaknya masih terbuai dengan suasana manis yang kini melingkupi mereka ini. Hey, setidaknya ini masuk kategori manis dibandingkan dengan kejadian-kejadian sebelumnya.

"Jadi, katakan padaku, Dobe. Sekarang apa yang kau inginkan?" Diletakkannya gelas itu, kini perhatian Sasuke sepenuhnya telah tertuju pada pemuda manis yang menatapnya bingung.

Seven DaysOnde histórias criam vida. Descubra agora