First Day. The Crazy One

3.3K 363 10
                                    

First Day. The Crazy One

At morning

Tatapan kesal dan jengah Sasuke masih tertuju pada benda sialan yang teronggok menyedihkan di dekat pintu di ujung kamar bernuansa biru dan putih itu. Sasuke masih setia terduduk nyaman di balik selimut tebal di atas tempat tidur ukuran double itu, suara dering nyaring beberapa menit yang lalu benar-benar membuatnya kesal setengah mati hingga ia tega melempar benda itu seenaknya saja. Ingatkan dia untuk membeli jam meja yang telah ia rusak untuk kesekian kalinya itu.

Dipijatnya keningnya perlahan, kepalanya masih pusing berat, rasanya tidur semalaman masih tak cukup untuk menghilangkan rasa pusing yang dirasakannya kini. Manik hitam kelamnya masih menatap benci jam meja yang sudah tak terbentuk lagi itu saat kaki-kaki jenjangnya membawanya melangkah keluar kamarnya.

Sebenarnya ia malas setengah mati bahkan untuk bangkit dari tempat tidur, tapi apa daya lagi-lagi jadwal yang menumpuk hari ini benar-benar membuatnya terpaksa untuk bangkit dari tempat tidurnya.

Kaki jenjangnya melangkah mendekat pada sebuah pintu bercat putih di ujung sana, melangkah masuk ke dalam dan mendapati kamar mandi yang lagi bernuansa putih bersih menyambutnya. Dinyalakannya keran di westafel di ujung ruangan, membasuh wajahnya yang masih terlihat lelah dengan gerakan tangan yang terlalu kasar.

Ditatapnya singkat cermin besar di depannya, menatap bayang-bayang seorang pemuda tampan dengan gurat-gurat lelah yang nampak jelas. Sebuah hembusan napas lelah kembali terdengar darinya, sebelum diambilnya sebuah handuk kecil kemudian melangkah pergi meninggalkan ruang dengan ukuran sedang itu.

Ia masih sibuk membasuh wajah dan helaian rambut ravennya yang sedikit basah sambil berjalan keluar dari kamarnya. Ya, kegiatan paginya masih sama seperti hari-hari yang lain sebelum sebuah suara nyaring mengganggu pendengarannya.

"Ohayou, Sasuke."

Oh sungguh, Sasuke ingin sekali meledak saat ini juga saat sepasang manik mata kelamnya menemukan sosok pemuda pirang yang tersenyum lebar di ruang makan dengan apron merah yang melekat pada tubuh mungilnya. Sosok pemuda pirang itu sepertinya sedang sibuk menata sesuatu di atas meja, kembali mengabaikan Sasuke yang menatapnya dengan tatapan perpaduan antara kesal dan terkejut.

Andai ia tidak memiliki kemampuan untuk menahan diri yang sangat luar biasa, sudah dipastikan pemuda pirang itu sudah ia lempar dari jendela apartmennya yang ada di lantai tiga.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Desisan penuh ancaman meluncur manis dari bibir Sasuke.

Sosok yang masih disibukkan dengan kegiatannya itu menatapnya sejenak sebelum sebuah senyum lebar yang tadi Sasuke lihat kembali muncul di wajah mungil dengan tiga guratan di setiap pipinya itu. Diletakkannya piring terakhir di meja makan dan dipusatkannya perhatiannya pada sosok Sasuke yang seakan-akan membeku di depan pintu kamarnya dengan tatapan yang masih menusuk seperti tadi.

"Tentu saja menyiapkan sarapan untukmu, Sasuke." Senyum itu masih mengembang di wajah itu, senyuman yang benar-benar membuat urat amarah Sasuke bisa putus begitu saja. Dan apa-apaan jawabannya itu, apa pemuda pirang itu ingin dilempar dari jendela apartmennya saat ini juga.

"Bukan itu jawaban yang ingin kudengar, dobe. Kenapa kau bisa ada di dalam apartmenku?" Suara penuh ancaman itu masih setia Sasuke keluarkan walau rasanya tidak terlalu berpengaruh pada pemuda pirang itu.

Masih tergambar jelas di kepala Sasuke akan kenangan akan kejadian semalam. Saat dirinya benar-benar ingin membunuh orang untuk pertama kalinya. Dan sekarang apa-apaan ini. Pemuda pirang yang kemarin tiba-tiba muncul di dalam apartmennya dan sudah ia usir itu lagi-lagi muncul di dalam apartmennya. Yang lebih megejutkannya adalah apron yang melekat pas di tubuh mungilnya dan sarapan yang kini terhidang di meja makannya. Rasanya panggilan dobe yang baru saja Sasuke berikan begitu pas untuk pemuda pirang di depannya. Dia memang dobe, terlalu bodoh sampai tak memahami sama sekali jika saat ini bisa saja ia dilempar dari lantai tiga apartemen itu.

Seven DaysDove le storie prendono vita. Scoprilo ora