Fifth Day a. The Truth

2.5K 252 19
                                    

Fifth Day a. The Truth

Musim gugur
Dua puluh tahun yang lalu

Nampak seorang wanita cantik dengan rambut hitam panjang yang tergerai indah sedang duduk di sebuah kursi taman dengan seorang bocah laki-laki berusia lima tahun yang sedang duduk di pangkuannya. Sedari tadi wanita itu terus mengelus surai hitam sang bocah yang nampak sibuk dengan buku di tangannya. Manik mata sekelam malam itu nampak masih fokus mengamati tulisan demi tulisan yang berjejer rapi di tiap lembar buku yang dibacanya, mengabaikan suara bising yang di timpulkan anak-anak lain yang sedang berlari-lari.

"Sasuke." Sebuah suara halus menginterupsi bocah laki-laki itu, membuatnya sedikit mengalihkan perhatian dari buku yang dibacanya. "Kenapa kau tak bermain dengan teman-temanmu, sayang?"

Sasuke menggeleng perlahan, seakan-akan malas untuk menjawab pertanyaan dari wanita yang masih setia memangkunya. Wanita itu tersenyum perlahan, membawa perlahan wajah anak laki-lakinya untuk beralih dari buku itu dan kembali menatap wajahnya. Senyum itu kian melebar, ketika manik matanya mendapati wajah terganggu yang diperlihatkan anaknya itu.

"Kenapa kau tak mau bermain, sayang? Bukankah lebih menyenangkan jika dibandingkan dengan membaca buku?" Jemari lentik itu pun mengambil sebuah buku yang sejak tadi Sasuke baca, dan meletakkannya jauh dari jangkauan sang anak.

Sasuke manatap wanita itu cemberut, sedikit merasa tak suka jika ibunya lagi-lagi mengganggu kegiatannya membaca buku dan lebih menyuruhnya bermain. Tangan mungil itu pun terlipat di depan dada, semakin memperlihatkan padanya ibunya bahwa ia sedang kesal saat ini. Walaupun tingkahnya hanya dihadiahi oleh senyum kecil dan kekehan pelan dari wanita cantik yang kini nampaknya sibuk mengusap-usap kepalanya kembali.

"Aku tak suka bermain dengan mereka, Ibu." Senyum di wajah cantik itu nampak terganti oleh gurat-gurat kebingungan yang menghiasi wajahnya.

"Memangnya ada apa, Sasuke? Apa ada sesuatu yang terjadi?" Sasuke menggeleng perlahan, membuang wajahnya agar tak lagi memandang wanita cantik yang masih saja mengelus-elus kepalanya.

"Mereka itu menyebalkan. Terlalu berisik dan selalu melakukan hal yang bodoh."

Lagi-lagi kata-kata Sasuke dihadiahi senyum dan tawa dari wanita paruh baya ini. Tubuh mungil itu nampak berguncang-guncang ketika sebuah tangan melingkari tubuhnya dan memeluknya tiba-tiba. Dapat Sasuke rasakan tubuh yang memeluknya masih bergetar pelan, diselingi tawa yang terdengar merdu di telinga Sasuke. Rasa hangat pun menyeruak melingkupi tubuhnya, memberinya kenyamanan yang membuat kekesalan di wajahnya menguap seketika.

Wanita cantik itu pun berhenti tertawa, walau tangannya masih setia mengelus puncak kepala Sasuke dengan sebelah tangan yang memeluk tubuh kecilnya. Ia tahu dengan pasti bagaimana mungkin anaknya yang baru berusia lima tahun ini bisa berkata seperti itu. Ingin sekali  rasanya ia merutuki sifat dingin dan kaku yang sudah suaminya turunkan untuk anak mereka.

"Dengarkan Ibu, Sasuke." Ia melepaskan pelukannya hanya untuk menatap wajah anak bungsunya yang kini menatap ke arahnya. "Kau tak boleh bersikap seperti itu, sayang. Bukankah mereka adalah teman-temanmu? Jadi, kau seharusnya bersikap baik pada mereka."

Wajah bocah laki-laki yang terlihat tampan itu kini kembali mengerut, sedikit merasa tak setuju dengan apa yang baru saja ibunya katakan. Walau akhirnya ia diam saja ketika jemari lentik ibunya mengelus pipinya yang berlapis kulit putih yang terlihat sedikit pucat itu.

"Kau tak ingin sendirian kan, sayang? Jika kau tidak bersikap baik pada teman-temanmu, maka tidak ada yang ingin berteman denganmu."

Sasuke nampak terdiam, memikirkan kata-kata ibunya yang menatapnya dengan senyum simpul nan manis yang menghiasi wajah cantiknya sedari tadi. Namun, gelenganlah yang kembali ia berikan sebagai jawaban. Seakan bujuk rayu ibunya tak akan mampu membuatnya sedikit saja merubah pikirannya.

Seven DaysWhere stories live. Discover now