7. Sakit yang Mendalam

6.7K 772 80
                                    

Udara siang ini begitu panas. Peluhku terus mengalir dengan deras. Di bawah sinar matahari, aku terus berlari. Aku berlari menembus jalanan yang macet.

Ya Tuhan, kota ini memang selalu ramai dengan kendaraan. Aku takut Ferly marah. Dirinya menyuruhku mengantar dokumennya tepat waktu. Namun, sayangnya aku sudah terlambat lima menit. Sementara aku belum menyerbang ke kantor Ferly. Lampu lalu lintas tak kunjung merah. Aku lepas high heels yang menjadi alas kakiku. Tadi begitu terburu-buru. Jadi, tak sempat memilih sepatu.

Lampu merah untuk pengendara pun akhirnya menyala. Aku berlari dengan menahan rasa panas yang menyengat kakiku. Ini memang menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi kalau Ferly marah.

Kuatur nafasku begitu memasuki perusahaan milik Ferly sambil memakai lagi high heels. Kantor di mana dulu aku pernah diusir oleh suamiku sendiri. Kulihat seorang resepsionis yang waktu itu bertanya padaku, kini berjalan mendekat ke arahku.

"Nyonya Muda Fernandez, saya disuruh Presdir untuk mengantar Anda. Mari ikut saya," ujarnya ramah padaku. Dia menyebutku Nyonya Muda Fernandez? Berarti Ferly mengatakan padanya kalau aku istrinya. Sekali lagi dia mengakuiku. Benar-benar membingungkan.

Aku terus berjalan mengikuti langkah resepsionis itu. Menaiki lift ke lantai paling atas sendiri. Lalu, berjalan ke ruang yang paling ujung.

"Maaf, Nyonya. Anda bisa langsung masuk saja ke ruangan Presdir. Katanya Presdir begitu. Saya permisi," pamitnya padaku.

Aku berjalan mendekat ke arah pintu. Tanganku hendak membuka gagang pintu. Namun, sudah ada yang membukanya dari dalam. Seorang wanita cantik dengan busana yang begitu seksi. Kemeja yang diikat di atas pusar dan rok mini. Belum lagi dua kancing bajunya yang tak dikaitkan.

Aku menatapnya cemas. Entah kenapa perasaanku tidak tenang. Wanita ini tak mungkin kalau karyawan Ferly. Jelas terlihat dari penampilannya.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanyanya dengan nada sinis.

Aku menggelengkan kepala.

"Tidak, Nona. Saya hanya ingin bertanya. Ferly ada di dalam?" tanyaku halus.

"Ada. Kau siapa? Kenapa memanggilnya dengan sebutan Ferly saja. Kau bukan fans gila Ferly, 'kan?" Dia menatapku tajam.

Aku menggeleng.

"Bukan. Aku ini--"

"Siapapun kau. Aku peringatkan jangan menggoda kekasihku, ya. Awas kalau kau menganggu Ferly," ancamnya padaku sebelum pergi menyenggol bahuku kasar.

Hatiku terasa sakit sekali mendengar ucapannya. Benarkah dia kekasih Ferly?

Dengan perasaan yang berkecamuk aku memasuki ruangan suamiku. Perlahan-lahan kuberjalan mendekati sosok itu yang tengah berdiri. Ferly sedang menggosokkan tisu di pipinya. Ia pun menoleh ke arahku.

"Kau sudah datang," ujar Ferly yang masih menggosok pipinya dengan tisu. Lalu, Ferly b yang tisu itu ke keranjang sampah. Terlihat sekali di pipinya ada bekas lipstick. Detik ini juga air mataku mengalir. Apakah wanita tadi mencium Ferly. Jadi, benar dia kekasih Ferly. Kenapa udara serasa habis di ruang ini. Dadaku begitu sesak.

Delapan tahun aku mencari suamiku. Kenyataannya hatinya sudah bukan untukku.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Ferly dingin.

Aku segera menghapus air mataku. Cukup sudah. Aku tak boleh terlihat lemah di mata suamiku. Percumah saja aku menangis Ferly tak akan peduli.

"Tidak. Aku hanya takut kau marah. Aku sudah terlambat dua puluh menit," lirihku sambil berjalan ke arahnya.

"Ohhh. Rapatnya masih nanti sore. Ternyata aku salah jadwal. Kau haus?" tanyanya padaku.

Aku hanya mengangguk.

Ferly langsung mengambil gelas di atas mejanya yang berisi teh hangat, lalu ia berikan padaku. Aku meminumnya sampai habis.

"Terima kasih." Kulihat Ferly tersenyum.

Ferly hanya berdeham.

"Fer, di pipimu itu bekas lipstick?" tanyaku takut.

Ferly memegang pipinya.

"Sialan. Belum hilang. Kau punya tisu basah?" Ferly menatapku serius.

Jadi, benar itu memang lipstick.

"Wanita tadi yang menciummu, Fer?" Kutatap manik matanya lekat. Masih tak percaya dengan apa yang kulihat. Jangan-jangan bau parfum itu juga aroma wanita itu.

"Kalau iya kenapa? Apa masalahnya untukmu?" Ferly berujar dengan santainya. Semakin membuat hatiku sakit.

"Aku ini istrimu. Wanita mana yang tak sedih kalau suaminya dicium wanita lain?" Kupejamkan mataku.

"Kau bisa sakit hati juga? Semoga ini bukan acting. Bagus kalau kau sakit hati." Ferly menatapku sinis.

Tbc...

Udah ahh aku mau bobok. Besok kuliah pagi lagi. Ini habis pulang capek pantatnya.
Ferly nuduh Anne selingkuh, jangan2 dia malah yang selingkuh.

Shadow Memory (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang