XIV- Kepo Membawa Petaka

16.8K 2.3K 85
                                    

Malam minggu, aku dan ketiga temanku justru terjebak di kamar kosku demi mengerjakan tugas psikologi kepribadian. Sudah sejak tiga jam lalu kami berada di sini - berjuang untuk menyelesaikan tuntutan makalah serta PPT dengan refrensi minimal lima judul buku dan lima jurnal psikologi kepribadian internasional keluaran tiga tahun terakhir. Pening sekali rasanya kepalaku setelah membaca jurnal-jurnal internasional itu.

"Ini daftar pustakanya kita pakai APA style kan ya, Lan?" tanya Tiara yang sedang tengkurap di depan laptop.

"Iya. Jurnal yang dari google scholar kan udah ada kutipannya tuh, langsung lu kutip dari sana aja, Ra, biar nggak ribet."

"Hooo... Sip, sip!"

"Wih, udah daftar pustaka aja, nih?" tanyaku, mendadak bersemangat. Sekarang baru jam sembilan. Masih ada waktu untuk menyelamatkan malam minggu kami yang suram ini. "Tinggal bentar lagi terus selesai dong, Ra?"

"Iyaaa..."

"Kita jalan-jalan, yuk!" usulku.

"Jalan-jalan ke mana?" tanya Shafira.

"Yaaa ke mana, kek. Jalan-jalan lah pokoknya. Muter-muter Solo iseng nggak pakai tujuan juga nggak apa-apa. Pening nih kepala gue habis baca jurnal segini banyak. Butuh refreshing!"

"Gue sih kuy aja kalau ada yang ngajak mah," ujar Shafira.

Senyumku mengembang. "Ra? Lan?"

"Boleh. Tapi malam ini gue nginep di kos lu ya berarti?" tanya Tiara. Kos Tiara ada jam malamnya - biasanya sekitar jam setengah sepuluh sampai jam sepuluh sudah dikunci - jadi setiap kali kami bermain atau mengerjakan tugas sampai malam, ia selalu menginap di kosku. "Gimana?"

"Iya, lah! Nginep aja, udaaah! Semuanya aja dah sekalian nginep, besok nggak ada acara, kan?" tawarku.

"Yah, gue skip dulu ya, guys," ujar Wulan.

"Kok gituuu?"

"Besok kan gue mau ke desa binaan BEM jam enam. Kalau nginep takutnya malah nggak bangun nanti," jawab Wulan penuh sesal. "Sori banget, guys. Ini kayak urgent banget soalnya. Mana PHT besok nggak pada datang, jadi gue nggak bisa telat."

"Yah..." Aku, Tiara, dan Shafira kompak mengeluhkan keputusan Wulan. Beginilah risiko berteman dengan mahasiswa sibuk; kalau bukan saat kuliah, jarang bisa kumpul fullteam karena biasanya mereka akan sibuk dengan kegiatan-kegiatan mereka lainnya di luar kegiatan perkuliahan.

"Ikut jalan-jalannya aja, deh? Nggak usah nginep nggak apa-apa," Aku masih usaha.

"Nggak bisa, nggak bisa. Gue kan ada jamal, guys."
(Jamal = jam malam)

Benar juga. Jam malam kos Wulan malah jauh lebih parah daripada kos Tiara; jam sembilan malam.

"Ini aja mbak kosan gue udah bete kayaknya sama gue gara-gara gue izin pulang telat," jawab Wulan. Cewek itu lantas membereskan barang-barang yang tadi ia bawa dan memasukkannya ke dalam tas. "Maaf banget ya, guys. Tapi ini gue nungguin kalian kok sampai si Tiara selesai nyusun daftar pustakanya, baru kita cus keluar bareng-bareng, oke?"

"Lah ini gue udah selesai," sahut Tiara.

"Cepet banget???"

"Yaelah, tinggal kopas-kopas doang, kan," jawab Tiara. "Yuk ah, langsung cus sekarang?"

Kami semua serentak mengangguk dan beranjak untuk bersiap-siap keluar. Hanya butuh sepuluh menit bagi teman-temanku untuk berganti baju dengan baju yang layak dipakai untuk keluar rumah. Khusus aku, butuh tambahan dua menit lagi untuk memakai pewarna bibir. Wulan langsung pergi duluan karena takut terkena omelan penjaga kosnya. Sementara di tempat parkir kosku, aku, Tiara, dan Shafira masih sibuk memikirkan tujuan kita.

Once In A WhileWhere stories live. Discover now