Bab 15

2.9K 249 52
                                    

"Benci sama cinta itu cuma terpisahkan sama selaput tipis. Itu masalah klasik. Hati-hati!"

※※※※※

Suasana siang ini terasa begitu tenang. Setelah kembali dari kantin, jam istirahat ternyata masih tersisa sekitar 15 menit lagi dan Davka memutuskan untuk berdiam diri di dalam ruang OSIS. Ia duduk di mejanya dan menumpukan kepalanya di atas meja.

Hembusan angin yang masuk ke dalam melalui jendela seakan membuat hati Davka menjadi semakin damai. Kedua matanya kini terasa begitu berat hingga akhirnya tertutup dan membawanya ke alam mimpi.

"DAVKA ADHIKARI!"

Dan mimpi itu pun usai, secepat itu...

Davka membuka matanya malas dan menoleh ke arah pintu yang sudah terbuka lebar dan menampilkan sesosok cewek berambut panjang dengan tatapan tajam ke arahnya.

"Ada apa sih, Af? Hasil foto kemarin jelek?"

Afreen mendekati Davka dengan langkah yang berderap dan memperlihatkan ponselnya ke hadapan Davka yang masih berada di ambang kesadarannya.

From : OSIS SMA Kusuma Bakti

Congratulation Afreen Neisya!
Kamu terpilih sebagai panitia Pensi tahun ini pada tim Humas. Siapkan dirimu untuk mengikuti rapat hari ini sepulang sekolah di ruang OSIS.
Don't miss it!
________________________________________

Membaca chat itu Davka hampir saja tergelak jika saja ia tidak menutup mulutnya rapat-rapat.

"Ini pasti ulah lo, kan?"

"Okay, Sherlock. Mari kita coba pikirkan. Darimana lo bisa narik kesimpulan dengan pikiran sependek itu? Maksud gue, dari sekian banyak pengurus OSIS, kenapa lo bisa nuduh gue jadi si pelaku chat itu?"

Afreen menarik ponselnya dan meletakkannya ke dalam saku rok abu-abunya kemudian menghela napasnya kasar.

"Lo ketua OSIS dan chat ini atas nama OSIS. Gak mungkin, kan dalam keputusan gini lo sebagai ketua gak tahu tentang hal ini?"

Davka menegakkan tubuhnya dan memasang senyuman miring andalan kakaknya setiap kali ia ingin meremehkan musuhnya. "Well, gimana kalo gue memberikan kebebasan buat pengurus gue untuk rekrut siapa aja yang mereka mau? Bisa, kan? Gue ketuanya, kalo lo lupa."

"Dan gue gak yakin akan hal itu. Lo bukan ketua yang sebodoh itu untuk gak tau aturan semacam itu."

Mendengar kalimat terakhir itu, Davka seketika tertegun. Ternyata di mata Afreen, ia tidaklah seburuk itu. Senyum Davka seketika mengembang. Dipuji oleh seorang Afreen baginya adalah hal yang amat langka. Davka merasa sangat bahagia hingga terasa dadanya seperti akan meledak.

"Napa lo senyum aneh gitu?" tanya Afreen yang mulai merasa ketakutan.

"Makasih loh ya Af. Gue gak nyangka kalo gue sekeren itu."

Mendengar pernyataan itu, Afreen seakan tersadar atas apa yanh telah terlontar dari mulutnya. Ia memejamkan matanya dan merutuki mulutnya yang tidak sejalan dengan perintah otaknya. Kedua pipinya secara perlahan memerah. Ia malu. Sangat malu! Rasanya ia ingin menggali lubang yang sangat dalam kemudian mengubur dirinya di sana.

Di lain sisi, Davka tertawa terbahak,-bahak. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Afreen akan bertingkah seperti itu. Benar-benar menggemaskan!

"Ah bodo. Pokoknya gue gak mau ikutan!" ujarnya seraya berbalik dan segera melangkah keluar dari ruang OSIS.

Seharusnya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang