Bab 16

2.9K 270 72
                                    

"Terkadang lo harus menulikan telinga lo dari semua hal yang bikin lo sedih. Tapi jangan terlalu lama."

※※※※※

Pagi ini kediaman Afreen kembali terguncang kala sang papa tirinya baru saja pulang dengan keadaan yang jauh dari kata baik. Wajah serta matanya memerah. Bajunya sudah tidak beraturan serta rambut yang terlihat acak-acakan.

Ia membanting keras pintu rumah Afreen hingga membuat semua orang terlonjak kaget. Tak lama kemudian terdengar suara teriakan keras memanggil nama sang istri yang sudah tergopoh-gopoh menuju ke arah suaminya yang masih meneriakkan namanya dengan penuh amarah.

Biasanya di Sabtu pagi ini, Afreen masih bergelung di atas kasur. Ia memang merupakan siswi pasif di sekolah sehingga ia tidak perlu repot-repot untuk pergi mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya pada Sabtu pagi.

Namun pagi ini sepertinya ia tidak diizinkan untuk beristirahat lebih lama lagi. Suara teriakan, benda yang dibanting, hingga pecahan benda pecah belah mulai memenuhi gendang telinganya. Benar-benar mengganggu, pikirnya.

Tanpa pikir panjang lagi, ia segera berjalan menuju kamar mandinya untuk mandi dan mengganti pakaiannya. Hanya butuh waktu 15 menit hingga ia siap dengan pakaian santainya. Ia meraih ponsel dan dompetnya kemudian ia letakkan di dalam tas kecil.

Setelah dirasanya cukup, ia segera membuka jendela kamarnya dan berjalan menuju balkonnya. Ia memanjat dahan pohon besar yang tumbuh di dekat balkonnya sehingga membuatnya mudah untuk keluar dari rumah tanpa harus melewati ruang keluarga yang sudah berubah fungsi menjadi arena pertempuran.

Afreen mengendap-endap berjalan menuju pagar rumahnya. Dan secara perlahan membuka pagar rumahnya kemudian menutupnya lagi.

Hari ini ia akan pergi menuju taman yang sering ia kunjungi sebagai pelarian dari kehidupan memuakkannya.

*****

Terdengar suara bola oranye memantul beberapa kali memecah kesunyian pagi ini. Seorang anak lelaki nampak serius memantulkan bola itu dan kemudian melemparkannya ke dalam ring.

"Yes!" pekik lelaki itu ketika ia berhasil ke sekian kalinya memasukkan bola itu dengan mulus.

Saat ia hendak mengambil bola itu lagi, tiba-tiba sepasang tangan lain sudah melakukan hal tersebut terlebih dahulu. Lelaki itu, Raehan menaikkan pandangannya kepada si pemilik tangan tersebut.

"Ada masalah lagi, 'kan?" tanya Raehan dengan menunjukkan senyuman liciknya.

"Hmm bisa jadi," ujar cewek itu sembari memutar-mutarkan bola itu pada jari telunjuk lentiknya.

"Afreen, wanna play this game? Mungkin lo bisa ngelupain masalah lo di sini."

"I hope so," ucap Afreen yang tanpa berpikir panjang lagi segera memantulkan bola basket itu dan dengan gesitnya, ia melemparkannya ke dalam ring.

Raehan terkekeh kemudian ia segera berlari dan mengambil bola tersebut. Ia melakukan pivot yang membuat Afreen terkecoh sehingga dengan mudahnya memasukkan bola ke dalam ring. Kemampuan seorang kapten basket di sekolah memang tidak bisa diragukan, bukan?

Sudah lebih dari satu jam mereka habiskan dengan bermain basket dan tertawa. Hal ini cukup membuat Afreen bahagia. Meskipun beberapa kali suara pertengakaran kedua orang tuanya seakan tak henti-hentinya berputar di otaknya.

"Stop, Rin! Gue capek. Istirahat dulu lah," ujar Raehan sembari berjalan ke pinggir lapangan kemudian ia duduk di rumput hijau yang tumbuh subur disana.

Seharusnya ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora