7

751 50 46
                                    

Aku merasakan tubuhku tertarik dalam satu tarikan napas. Aku di mana?

Kenapa sekarang aku sedang berdiri di jalan raya? Aku tahu tempat ini. Aku berada di depan gerbang asrama.

"Ana? Masih penasaran?" Tio? Kenapa laki-laki itu ada di sini? "Santailah sedikit, babe. Aku hanya akan memperlihatkan padamu apa yang sebenarnya." Tio menarik tanganku.

Bisa aku lihat diriku yang berdiri di koridor asrama. Dan, Yuji membuntutiku? "Sepertinya dia memang ngefans padamu sejak lama." aku mendengus. Sejak lama? Aku saja baru pindah ke sekolah ini baru beberapa bulan.

"Aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu menuju kematianmu. Jadi, aku akan langsung ke intinya." dia menarik tanganku.

Seperti ditelan cahaya, aku berpindah ke tempat lain. Ini di kantin? Apa-apaan?

"Kau lihat itu? Kau dan segala dramamu." aku mendelik, drama katanya?

"Kenapa kau tak ada di sana?" tanyaku padanya. Dia hanya mengangkat bahunya.

"Karena aku hanya utusan pembunuh itu." apa? Utusan? Aku tidak mengerti.

"Cukup lihat ke arahmu yang di sana." aku mengangguk-angguk tak paham.

Aku melihat diriku di sana berdiri dengan Yuji di depanku. Aduh, susah sekali mendeskripsinya.

Aku menggunakan nama saja. Yuji mulai bicara. "Jadilah kekasihku!" nada memohonnya sangat kentara. Kenapa aku berharap bahwa ak-eh, Siana akan menjawab 'tidak'.

"Maaf, tapi aku tidak menyukaimu, jadi aku menolakmu." Siana pergi begitu saja. Aku senang. Rasakan itu Yuji.

"Ana! Berhenti! Aku ingin membuat perjanjian denganmu." Siana berbalik melihat ke arah Yuji.

"Perjanjian apa?" Siana nampak acuh tak acuh. Dia melipat tangannya di depan dada.

"Aku akan merenggut hidup untuk mati, kau adalah matiku." cih, dia mengancam seorang Siana? Dikira Siana akan takut?

Tapi, Siana tersenyum pongah. "Silahkan, jika kau merasa pantas untuk menangkap cahaya." jelas saja, Siana merasa kasihan pada anak itu.

"Kenapa dulu kau sangat keren, Ana?" aku menggaruk tengkukku. "Aku saja tidak tahu bisa berucap begitu." Tio terkekeh.

"Jadi itu awal semua masalah?" Tio menggeleng. "Itu hanya dalih yang dia gunakan." Tio kembali membawaku ke tempat lain.
____________________________________

Panti asuhan?

"Pak, aku ingin menyerahkan anak laki-laki ini kepadamu." seorang wanita yang sangat aku kenal ada di depanku.

"Ini siapa, Zahra?" wanita itu memantik api untuk menyalahkan rokoknya.

"Alat balas dendamku." senyuman jahat mama sangat menakutkan. Alat balas dendam?

"Dimana kau mengambilnya, Zahra?" mama tertawa lagi. Bukannya menjawab beliau malah menyesap rokoknya.

"Aku membunuh orang tuanya." dia bukan mamaku! Mamaku lembut.

"Lantas siapa yang akan kau bunuh?" kembali mama tertawa kejam. Aku bahkan merinding. Rasanya aku ingin berlari ke arahnya. Menamparnya agar tidak berakting seperti itu.

"Anak asuhku, Siana Samantha. Lebih tepatnya, anak suamiku dengan selingkuhan sialannya itu." pria itu menggeleng.

"Tega kau akan membunuh anak tak bersalah itu?" mama bersecih, dia meludah seakan aku sangat hina.

"Untuk apa aku berempati kepada anak tiri? Cinderella saja disiksa, kenapa anakku tidak?" mama kejam.

"Masih pantas kau memanggilnya mama?" Tio mengintrupsi semua yang ku lihat.

Hide or Die [COMPLETED]Where stories live. Discover now