Bagian #23

11.8K 421 68
                                    

Aku mengerjab perlahan, ruangan bernuasa coklat itu seketika menusuk indra penglihatanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mengerjab perlahan, ruangan bernuasa coklat itu seketika menusuk indra penglihatanku.Berusaha bangkit dengan pelan, sambil menyesuaikan cahaya lampu yang menusuk netraku.

"Aku dimana?" Kutelisik penjuru ruangan dengan seksama. Kamar besar ini jelas bukan milik ku.

"Hey, kamu sudah bangun?" Aku mendongak, menemukan Karan yang berdiri diambang pintu. "Ada yang sakit?" Lelaki itu berjalan kearahku, lalu ikut duduk disebelahku.

"Aku dimana?" Kutatap lelaki itu penuh tanya. "Kenapa bisa aku disini?"

"Apa ada yang sakit Nay?" Lelaki itu mengalihkan pembicaraan, membuat ku ingin sekali mengumpat.

"Kenapa aku disini?" Aku sedikit berteriak, mengabaikan pertanyaan tidak penting yang dilontarkan manusia didepanku. Kupejamkan mataku erat, ketika sakit dikepala ku semakin menjadi. "Adik, adik dimana?"

"Naray" Lelaki itu menahan tubuhku dengan kuat, aku memberontak minta dilepaskan, bayangan kejadian itu seketika terngiang dikepalaku bagaikan kaset rusak. Adik berdarah.

"Lepas, aku mau liat adik" Berusaha melepaskan cekalan nya tetapi tidak berhasil, kekuatan lelaki itu tidak sebanding dengan tubuh lemahku. "Karan, adik berdarah"

"Adik baik-baik saja Nay" Lelaki itu merengkuh tubuhku dengan kuat. "Liat, sekarang jam dua dini hari, apa kamu ingin membangunkan adik?"

"Adik berdarah" Seketika mataku memanas, kulepaskan pelukan Karan dari tubuhku. "Adik tadi tidak menangis karan, adik berdarah tapi tidak menangis" Lanjutku lirih, butiran bening itu seketika berkumpul dipelupuk mataku.

"Bukankah aku pernah bilang, bahwa adik adalah anak yang kuat?" Usapan lembut dipundak ku membuat tubuhku meremang. "Dia jarang sekali menangis, tubuhnya sudah kebal akan rasa sakit" Bisiknya lirih.

"Kekurangan nya tidak membuat adik lemah Nay" Karan kembali merengkuhku. "Anak kita anak yang hebat" Lanjut lelaki itu membuatku tesenyum miris. Anak kita? Terdengar sangat basi. Bukankah Adik sudah dicap sebagai anak perempuan yang dirumah sakit tadi? Yang dengan lancang nya menyebut dirinya sebagai Bunda dari adik, tidak taukah perempuan itu, penderitaan seberat apa yang aku rasakan selama mengandung anak itu?

"Saya mau liat adik, boleh?" Aku sedikit berdehem, lalu dengan cepat melepaskan diri dari kungkungan lelaki itu.

"Besok pagi saja, kamu istirahat ya?" Karan berusaha bernegoisasi, tetapi dengan keras kepalanya aku menolak. "Tubuhmu masih lemah Nay, Pliss"

Aku menggeleng. "Saya pulang, kalau tidak boleh liat adik"

"Baiklah, sebentar saja ya?" Lelaki itu menghembuskan nafas jengah, lalu bangkit dari ranjang. "Ikuti aku"

"Karan" Lelaki itu menengok lalu mengangkat kedua alisnya. "Ini dimana?"

"Dirumah Bunda" Langkahku seketika terhenti. Riwayat terakhir pertemuan ku dengan Bunda Karan terkesan sangat buruk. Wanita paruh baya itu bahkan tidak sudi menatapku. "Nay, bunda minta maaf untuk kejadian dirumah sakit, dua tahun silam" Tepukan dibahuku membuatku terlonjak.

FALLING IN LOVE [REPOST] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang