bab 22

5.9K 243 0
                                    

Sabtu dini hari dengan udara yang cukup dingin, kegelapan masih menyelimuti. Di kejauhan terlihat lampu-lampu kota yang bersinar sangat indah. Hanya terdengar gesekan besi tua antara rel kereta api dengan roda yang terus berputar dengan cepatnya. Tak ada suara percakapan apapun, ada yang tertidur atau hanya menatap kosong kegelapan malam, seperti Mario salah satunya.

Mario begitu menikmati perpaduan malam ini, gelap dan dinginnya malam berbanding terbalik dengan suasana hati Rio yang diselimuti perasaan bahagia yang sedang menggenggam tangan kekasihnya, menyalurkan kehangatan ke seluruh tubuh Rio.

Sementara di hadapan Rio, duduk dua orang laki-laki yang terlihat mirip, satu diantaranya sedang tertidur seperti kekasihnya. Adam, anak pertama dari keluarga Hermawan Faza sejak pertama mereka bertemu di Bandara tadi tidak pernah memalingkan wajahnya dari Rio yang selalu menggenggam tangan Adik bungsunya.

Adam sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada Adik perempuannya, sepengetahuan Adam yang menjadi pacar Adiknya itu bukan laki-laki yang saat ini bersama mereka, apa yang terjadi dengan Dara dan Joshua, dia begitu penasaran hingga tidak sabar menunggu pagi yang terasa begitu lama.

Dua laki-laki yang masih terjaga itu, tidak ada yang berniat untuk membuka pembicaraan terlebih dahulu. Sekalipun terlihat dari wajahnya bahwa mereka menyimpan banyak pertanyaan.

Setelah menempuh lima puluh menit perjalanan dari bandara Kansai, akhirnya mereka berempat sampai di stasiun Shin-Osaka. Memang pada awalnya hanya Rio yang akan menemui Adam di jepang sesuai dengan permintaan Adam waktu itu ketika Rio meminta izin untuk menikahi Adiknya. Tapi ya namanya juga Anandara dan Daviandra dengan segala upayanya mereka berusaha untuk ikut dengan Rio, bagi mereka berdua ini liburan dadakan yang sangat menyenangkan.

"Vi bangun bentar lagi sampai." Adam membangunkan Davi yang masih tertidur pulas di sampingnya.

Sementara di seberangnya Rio sedang berusaha membangunkan Dara dengan suara yang cukup pelan menurut Adam, "Nda.. kita udah sampai." Rio menggerakkan tangan Dara, sehingga Dara mulai menggeliat dalam tidurnya, mengucek kedua matanya lalu mengeratkan coat yang dia gunakan.

Mereka pun turun tepat saat kereta itu berhenti.

Jam dua lewat delapan belas menit dini hari tapi jalanan masih begitu ramai dengan lalu lalang orang, Dara melihat takjub dengan apa yang ada di hadapannya, lampu-lampu begitu terang menyinari setiap bangunan yang berdiri kokoh.

"Woow ini keren banget Kak." Dara melihat ke sekelilingnya dengan mata berbinar, rasa kantuknya hilang seketika, ini pertama kalinya dia ke Jepang.

"Kamu pasti suka, tapi kita jalan-jalannya nanti setelah kalian istirahat." jelas Adam dengan mengelus lembut rambut Adiknya dengan penuh kasih sayang.

"Kita udah bikin list buat dua hari ke depan, gue udah enggak sabar ingin jalan-jalan di sini." balas Davi yang tak kalah semangatnya.

Si kembar itu memang memiliki tujuan lain dengan Rio yang datang kesini untuk membicarakan hal serius dengan Adam, bahkan Dara sendiri sepertinya lebih menanti "liburan-nya" dan sama sekali tidak terlihat khawatir dengan apa yang nanti akan disampaikan Kakak tertuanya, masih ada kemungkinan Adam tidak menerima Rio begitu saja bukan?

***

Langit biru dengan matahari yang bersinar cerah, seperti menyambut kedatangan mereka kali ini. Dengan begitu antusias Dara dan Davi sudah berpakaian rapi dan duduk di meja makan kecil di Apartemen milik Adam.

Dara membuka notes kecil miliknya. "Nih Vi, list tempat yang harus kita datangi." dan Dara pun menyerahkan notes yang sejak tadi di pegangnya.

Davi dengan segera meraih buku kecil bersampul kuning dengan gambar kelinci itu dan membacanya, tidak lebih dari satu menit dan alisnya pun saling bertautan, ekspresi seperti terkejut dan heran, mungkin.

“Ini kenapa hampir semuanya museum sih?" tanya Davi sedikit kesal, bukan tempat seperti ini yang ingin dia kunjungi. Di pikirannya mereka akan menghabiskan dua hari di jepang dengan berkunjung ke café atau tempat nongkrong anak-anak gaul di jepang. Dara memang luar biasa A-N-E-H. Dan mungkin ini satu-satunya perbedaan mereka, Dara lebih suka hal-hal yang bersifat klasik sementara Davi tentu lebih suka menghabiskan waktunya di Café atau spot-spot yang banyak dikunjungi anak-anak muda, sedangkan Dara sangat tidak menyukai hal itu.

"Yaa memang mau ke mana sih vi?" tanya Dara begitu tenang sambil memakan roti dengan selai blueberry.

"Ah lo rese banget tahu enggak, senggaknya ke tempat yang asyik gitu Ra." kemudian Davi menutup notes itu dan meletakkannya di meja, dengan gerakan cepat dan sedikit kesal dia mengambil roti dan memasukkannya ke dalam mulutnya yang sudah terbuka lebar tanpa memberinya selai terlebih dahulu.

"Ini nih yang paling Kakak rindukan dari kalian." Adam bergabung dengan mereka dan memeluk dua adiknya yang duduk bersebelahan.

"Tuh liat Kak masa yang mau dikunjungi semuanya tempat kuno." Davi mengadu kepada Kakaknya mencari pembelaan.

Adam pun meraih notes yang tergeletak di meja, membukanya dengan gerakan pelan membuat Davi menatapnya tidak sabar, sedangkan Dara masih sibuk mengunyah roti. Oh jangan lupakan Rio yang masih berada di kamar mandi, Rio mendapatkan giliran terakhir atau lebih tepatnya dia mengalah menjadi yang terakhir.

"Ini tempat-tempat menunjukkan icon kota Osaka, hampir semua yang berkunjung ke Osaka pasti mengunjungi tempat ini. Dan menurut Kakak tempatnya bagus kok Vi." balas Adam tidak memihak siapapun.

Davi membuang nafas kasar, dia merasa telah kalah dari Adiknya.

"Hari ini ada festival di Kishiwada, kalian mau lihat?" tawar Adam pada mereka.

"Mau Kak mau." teriak Dara begitu bersemangat.

"Ikut aja lah gue mah." berbeda dengan Dara, justru Davi terlihat lemas, acaranya tidak seperti yang ia bayangkan.

"Nanti Kakak ajak kamu ke toko yang jual perlengkapan skateboard, di sana juga ada komunitasnya mereka tiap hari kumpul di sana." ucap Adam seraya mengambil duduk di depan mereka.

"What ... serius Kak? woaah keren banget pasti jadi enggak sabar nih." kali ini teriakan antusias Davi memenuhi Apartment yang tidak begitu besar ini.

Adam hanya mengangguk dan menertawakan Adiknya, Dara yang masih fokus dengan rotinya tiba-tiba berhenti mengunyah. Bukan, bukan karena suara Davi tapi karena wangi maskulin yang begitu menyeruak sesaat setelah pintu kamar mandi terbuka.

Dara menoleh ke arah pintu kamar mandi yang berada di belakangnya, di sana Rio berdiri dengan celana hitam pendek selutut dengan t-shirt merah maroon terlihat begitu tampan dengan rambut setengah basah.

ANANDARA ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang