3

78 15 12
                                    

Keesokan harinya, seperti biasa saat pulang sekolah Fika akan ke sekre pramuka yang berada di dekat tangga menuju kelas X IIS. Pramuka adalah salah satu ekstrakulikuler yang diikuti Fika setelah basket dan voli. Setiap pulang sekolah atau pun -terkadang- saat  Istirahat, Fika selalu pergi ke sekre untuk berkumpul bersama anggota pramuka lainnya.

Saat sedang berkumpul dan berseda gurau bersama yang lainnya, tiba-tiba seorang lelaki berkulit putih dan memakai kacamata mengajak mereka untuk bermain basket. Tetapi hanya Fika, Ken, dan Ray yang mengikuti ajakan lelaki itu, sedangkan yang lain memilik untuk bermain UNO.

“Main basket yuk,” ajak Hervin Wijaya Pamungkas atau yang lebih dikenal Hervin, seorang lelaki berkacamata, memiliki kulit putih, pintar, dan berkharisma.

“Yuk,” seru Fika, Ken, dan Ray.
Kemudian, mereka berjalan ke tengah lapang. Setelah itu, mereka melakukan hompimpa untuk menentukan pasangan mereka. Sampai akhirnya, Hervin dan Fika satu grup serta Ken dan Ray satu grup.

“Oke, peraturannya kayak biasa, ya. Kita main 2 quarter aja, 10 menit per quarter, gimana?” tanya Hervin sebelum memulai permainan, ketiga remaja itu hanya mengangguk setuju.

“Yang menang teraktir yang kalah, gimana?” Fika menimpali, ketiganya mengerutkan dahi.

“Gak kebalik, Fik?” tanya Ken yang mulai membuka suara.

“Sengaja, kan biar gak mainstream.” Gadis itu menjawab dengan penuh semangat, ketiganya terkekeh ringan.

“Ada-ada aja sih, kalau kita yang menang berarti kita yang neraktir mereka dong, Fik.” Hervin menyahuti ucapan Fika, membuat gadis itu terdiam dan berpikir. “Lah, iya juga sih, bisa bangkrut kalau neraktir Ken dan Ray. Mereka kan makannya banyak banget,” kata Fika dalam hati.

“Eh, yang kalah teraktir yang menang deh kalau gitu,” ralat Fika dengan cepat, ia tak mau uang saku selama satu minggunya habis hanya karena meneraktir kedua temannya yang sangat rakus.

“Idih, percaya diri banget kalian kalau bakalan menang. Paling juga kalian kalah,” canda Ray yang diangguki Ken.

“Buktikan saja nanti, gak usah banyak bicara.” Senyum sinis muncul dari sudut bibir kiri Hervin, sedangkan Ken dan Ray hanya tersenyum meremehkan. Lain halnya dengan Fika yang geleng-geleng kepala seraya menatap kekonyolan teman-teman satu ekskulnya itu.

***

Pertandingan sengit antara tim Hervin dan tim Ray pun akan segera berakhir di quarter kedua ini, hanya tinggal 1 menit, maka permainan akan berakhir. Kedua tim bertanding dengan mengeluarkan segala kemampuan mereka. Kini, skor dipimpin oleh tim Hervin yang lebih unggul 7 point dari tim Ken, yaitu 25-18.

Kini bola berada di tangan Hervin, ia menderibble bola, lalu mengoper pada Fika yang berada di sudut kanan pertahanan lawan. Bola dengan mulus diterima oleh Fika, lalu ia mendribble sebentar dan melakukan shooting. Bola meluncur begitu mulus dan … sayang sekali bola hanya mengenai bibir ring, tetapi tanpa disangka Hervin mengambil bola Rebound itu. Ia melompat dan dengan mulus bola masuk ke dalam ring.

“Yeay, masuk.” Gadis itu bersorak senang, padahal tadi ia sudah kecewa saat bola yang ia lempar malah meleset dan tidak masuk ke dalam ring.

“Cish, gitu aja bangga.” Ken berdecih sinis, sedangkan Fika tak mempedulikannya, ia tersenyum penuh kemenangan, karena kini point mereka semakin tertinggal.

“30 detik lagi permainan selesai, jadi siap-siap aja, ya,” kata Hervin melihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Ken dan Ray tak menghiraukan ucapan Hervin. Mereka melakukan operan yang sangat bagus, tetapi dengan cepat Hervin menghadang Ken yang sedang menggiring bola, terlihat Ken kesulitan melewati Hervin yang memang handal dalam bermain basket. Sampai akhirnya, Ken mengoper pada Ray tetapi berhasil ditepis oleh Fika yang menyadari gerak-gerik Ray dan waktu permainan pun selesai.

“Nah, kami yang menang, so, kalian yang teraktir kami.” Hervin tersenyum puas saat mengatakan itu, sedangkan Ken dan Ray hanya mendengus kesal.

“Yaudah, ayo,” ajak Ken dan Ray seraya berjalan meninggalkan lapangan, sedangkan Fika dan hervin berhigh five ria. Kemudian mereka menyusul kedua temannya, setelah sebelumnya Hervin menyimpan bola basket terlebih dahulu.

TAKDIR YANG MEMILIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang