CHAPTER SEBELAS

12.7K 1.7K 172
                                    

Malam minggu yang ramai di rumah haji Ardhana. Lala dan kawan-kawan sepakat berkumpul di rumah itu untuk menonton film bersama. Hanya Wina yang belum datang sedangkan si empunya rumah sedang pergi dengan sang istri.

"Kata Wina sih, itu laki lagi kuliah S2, terus nyambi jadi asisten dosen. Bokapnya pengusaha tekstil." terang Fabian pada yang lainnya.

"Terus lo gimana?" tanya Lala.

"Gue? Sarjana aja belum." jawabnya. "Kerjaan DJ." lanjutnya. "Bapak gue juga bukan pengusaha."

"Lo kalah jaaaauuhhhh." kata Made.

"Kalau lo serius sama Elisa. Lo harus berubah." kali ini Ilham memberi pendapat.

"Berubah jadi apa? Kalau bisa jadi Ultraman, gue udah berubah dari dulu. Itu cita-cita gue." jawab Fabian dengan polosnya.

"Ke warung padang gih, Fab. Beli otak." kata Lala sambil melempar bantal sofa yang tepat mengenai kepala laki-laki itu.

"Gini, Fab. Mulai sekarang, lo harus fokus sama skripsi lo. Terus berhenti jadi DJ. Dan tinggalin kebiasaan-kebiasaan jelek lo, kayak ngerokok, minum-minum, dan hal-hal lain yang nggak sesuai dengan kepribadian Elisa."

"Nggak jadi diri sendiri dong gue?" desah Fabian.

"Kalau lo mau jadi diri sendiri, cari perempuan yang mau nerima lo. Lo nggak bisa milih." kata Ilham, "lagipula, berubah buat yang lebih baik, kenapa nggak?" lanjutnya.

"Denger tuh kata laki gue." kata Lala.

"Ya ampun. Nyuruh gue berhenti ngerokok sama aja nyuruh gue nguras kolam renang." jawabnya, "susah." Ia mengusap wajahnya kasar.

"Assalamualaikum." tiga pasang mata itu beralih pada sumber suara. Wina berjalan anggun diikuti Ibnu di sampingnya.

"Oh, ini baju hadiah dari Ibnu?" kata Lala saat melihat Wina memakai hanbook, pakaian khas Korea.

Wina tersenyum. Ia dan Ibnu memang baru saja mendatangi festival budaya Korea di salah satu hotel dan Ibnu spesial membelikan pakaian itu untuk Wina. Gadis itu jelas senang bukan kepalang saat membuka hadian yang dititipkan pada Wildan, adiknya. Sebuah hanbook dan selebaran mengenai festival budaya Korea itu. Sedetik kemudian, ia yakin kalau Ibnu adalah belahan jiwanya.

"Iya. Cantik ya gue." katanya sambil duduk di samping Made.

"Lain kali, jangan kasih hadiah gituan, Nu." kata Lala, "kasih oppa-oppa. Wina suka banget sama begituan." selorohnya, membuat Ibnu hanya tertawa ringan.

"Susah kalau itu mah." jawabnya. "Emang dia maniak banget ya?" tanya Ibnu.

"Dia kalau udah nonton oppa-oppa, bisa nggak kedip. Ada hujan badai diluar juga nggak peduli. Dia pernah dua hari dua malam nggak tidur gara-gara maraton nonton drama Korea." jawab Lala yang langsung mendapat pelototan tajam dari Wina. "Dikamarnya, banyak poster oppa-oppa bertelanjang dada." lanjutnya.

"Gue bingung. Kok bisa ada cewek yang hobi nonton cowok yang lebih cantik dari mereka." kali ini Made bersuara.

"Lah... Biarin aja." Wina mulai sewot.

"Hobi kok nonton laki-laki muka plastik gitu. Menye-menye, nggak jantan." kata Made lagi dan kini sukses membuat ubun-ubun Wina terasa panas.

"Apalagi yang boyband tuh. Laki-laki tulang lunak." lanjut Made.

"HEH? Laki-laki yang lo bilang muka plastik, menye-menye dan laki-laki tulang lunak itu ikut wajib militer ya. Emang elo, suruh ikut upacara sejam aja ngeluh. Malu tuh sama jakun." selorohnya dengan lantang. Sukses membuat semua terdiam.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 06, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Hands UpWhere stories live. Discover now