BAB 5

2.6K 475 42
                                    




Ketika hampa itu menyapa, menjelma sebagai satu-satunya cara agar Jungkook bisa bertahan dan menatap tanpa perlu merasa. Ia tahu, yang harus dilakukannya hanyalah diam. Bukan untuk mengalah. Namun, untuk memastikan sampai batas mana dia bisa bertahan. Dan jika hal itu nyatanya tidaklah berguna. Maka dia akan memastikan dengan lantang. Tanpa perlu memikirkan segala hal.


Keduanya saling berhadapan, Jungkook memilih bersikap pasif. Menyeruput kopi hitam dalam hening menunggu satu yang lain selesai atas urusannya.


"Ya, aku akan menyusulmu ke rumah sakit setelah ini." Namjoon, pemuda tampan yang begitu baik hati itu tersenyum untuk seseorang yang tengah berbicara di line sebrang. "Iya, Taehyung sayang. Aku berjanji."


Ada satu retakan lagi yang mulai mengukir, merayap pada sudut-sudut hati Jungkook yang telah meranggas dan hanya tinggal menunggu waktu untuk jatuh dan luruh. Nama itu selalu membawa sentakan aneh dihatinya, membawa serta semua rindu yang coba dia pedam namun percuma. Lantas, saat Namjoon mematikan telponnya Jungkook tersenyum. Menatap sahabat yang menemani masa-masa sulitnya di Seoul. Sahabat yang selalu ada meski ia tak pernah meminta, sahabat yang menjadikannya begitu tegar dan berdiri diatas kedua kakinya sendiri tanpa perlu merintih mengasihani hidupnya yang tak pernah jauh dari nestapa.


"Maaf, aku jadi mengacuhkanmu karena Taehyung." Dan karena maaf itu, maaf yang tak pernah bisa diterimanya dengan hati yang lapang. Jungkook membenci dirinya. "Ya, aku mengerti." Yang sudah bermetamorfosa menjadi sorang penipu dengan hati yang begitu picik.




[][][]




"Apa yang dia katakan?" Jimin yang masih sibuk memotong buah apel kini menatap Taehyung yang duduk disebelahnya, mencomot satu apel utuh untuk dikunyah sembari berkata. "Dia akan datang."


Mencibir kelakuan Taehyung, Jimin meletakkan pisau ditangannya kasar. Menghadap Taehyung dengan wajah serius lalu memandangnya tajam. "Kau masih berhutang satu penjelasan padaku."


Taehyung menghela nafasnya sebal. "Apalagi yang harus kujelaskan?"


"Kenapa kau menangis dan kembali bersama Namjoon?" desak Jimin keukuh.


"Sudah ku bilang aku memecahkan toplesnya, Park Jimin. Dia mengusirkan dan aku menangis karena itu, lalu Namjoon tiba-tiba saja ada didepanku! Kenapa kau tidak percaya sekali padaku hah?!"


"Karena ucapanmu itu konyol!"


Taehyung diam, ia berdiri tanpa mau membalas Jimin. "Terserah kau saja. Aku keluar!"


Sepeninggal Taehyung, Jimin mengdesah. Menyadarkan punggungnya pada sofa sembari menatap lagit yang tampak begitu cerah. Sedetik memandang Jimin lantas mengalihkan pandangannya pada ibu taehyung yang masih tertidur diatas ranjang dengan tubuh dipenuhi selang. "Bibi, anakmu itu kenapa semakin hari semakin menyebalkan?" jeda sejenak, Jimin tertawa hambar dengan wajahnya yang datar. "Kau harus bangun Bi, Taehyung begitu berharap banyak untukmu. Bangunlah. Marahi anak itu agar dia berhenti berpura-pura. Bangunlah.."

SUARA [KOOKV] ✅Where stories live. Discover now