BAB 9

2.3K 393 104
                                    



"Kita masih punya satu jam sebelum berangkat. Apa kalian ini ke suatu tempat?"


Jimin masih menunggu salah satu dari dua orang dihadapannya untuk bicara. Sambil menyeruput kopi hitam ia memicing ke arah Taehyung yang tampak mengaduk-aduk sarapan. "Tae, sarapanmu sudah hampir jadi bubur asal kau tahu."


Taehyung tersenyum kecut, menyeret mangkuknya lantas meneguk segelas jus disamping kiri. "Aku hanya ingin segera pulang," ujarnya enggan.


Begitu gelas jus itu kembali diletakkan. Taehyung bangkit, pemuda itu melenggang pergi meninggalkan Jimin dan Jungkook yang menatap lekat punggung Taehyung dengan mata yang menyiratkan dua hal yang sama sekali berbeda.


Dengan rasa khawatir yang sama, pada satu sosok yang begitu mereka pedulikan. Lantas, ketika pemilik punggung kecil itu telah menghilang dari jarak pandang. Satu dari mereka kembali melanjutkan sarapannya sembari berkata. "Apa terjadi sesuatu kemarin malam?"


Tanpa perlu menatap, tanpa perlu ia mengamati. Jimin tahu Jungkook tersentak karena ucapannya. Pemuda bermarga Jeon itu terdiam kaku sebelum menerbitkan tawa ramah yang begitu terlihat dipaksakan baginya. "Tentu saja tidak." ungkapnya seolah Jimin tak tahu jika keduanya tengah bermain dengan hati masing-masing. "Kami baik-baik saja. Jimin-shi."


Ya, anggap saja ya. Sebab Jimin sendiri tak bisa melakukan apapun untuk mereka. Terlebih untuk Taehyung yang sudah dia anggap sebagai saudaranya. "Syukurlah jika begitu, aku hanya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi." Jimin menyudahi sarapannya.


Menyudahi percakapan penuh dusta yang tak lagi dapat dia perpanjang. Dengan satu hembusan nafas Jimin ikut berdiri. Mengikuti jejak Taehyung yang sudah menghilang, Jimin tak pernah mau ikut campur. Dia tak pernah ingin mengurusi masalah orang lain, tentu saja. Tapi, Taehyung adalah pengecualian baginya. Dia dan Taehyung sudah mengenal cukup lama, cukup untuk menjadikan mereka bukan hanya sekedar teman, ataupun sahabat. Mereka bersaudara, bahkan tanpa ikatan darah sekalipun Jimin akan mengatakan hal itu secara gamblang. Lantas, melihat bagaimana Taehyung begitu tersiksa katena cinta yang sama sekali tak berbalas. Haruskah ia hanya diam dan berpangku tangan?




[][][]




Taehyung menghela nafas, memejamkan mata perlahan sambil mengeratkan rangkuman jemarinya pada dada. Detakan itu nyaris membunuhnya.membuatnya harus puas bernafas penuh keraguan hanya karena Jungkook dan seluruh atensinya yang terlampau sulit untuk tak dia abaikan.


Jungkook, sebagaimana nama itu membuat darahnya berdesir memburu kewarasan otak. Membuatnya nyaris hangus dalam kebodohan karena satu malam yang begitu membingungkan. "Kau bodoh, kau benar-benar bodoh. Kim Taehyung.."



[][][]




Taehyung hanya diam, ia mencoba menghubungi Jimin namun nyatanya pemuda itu meninggalkan handphone di atas nakas tepat disampingnya. Jimin, setelah semua yang Taehyung ungkapkan pemuda itu hanya menepuk bahunya tanpa banyak berkata, memeluknya sekilas sebelum pamit untuk pergi kesuatu tempat. Ia bukan khawatir, tidak. Taehyung tidak sebaik itu mengkhawatirkan seorang Park Jimin yang lebih jauh lebih kuat daripada dirinya sendiri. Ia hanya ketakutan, karena berada dalam satu ruangan sama bersama Jeon Jungkook.

SUARA [KOOKV] ✅Where stories live. Discover now