Gwenchana, Rino.

11.3K 952 36
                                    

Bagian 02
Gwenchana, Rino.

"Maaa...sebenarnya aku gay." Akupun menutup mata dan bersiap-siap kalau mungkin tiba-tiba ditampar oleh mamaku. Aku berkeringat dingin. Dan...

Mama mendekatiku. Lalu memelukku. Aku kaget. Kukira akan seperti drama-drama yang akan langsung dihujat dan diusir dari rumah karena anaknya ketahuan gay.
"Mama sayang kamu."

"Mama..." aku terharu. "Maafin Rino ya, Ma." Aku melepaskan pelukannya dan mengecup tangan mama. Aku benar-benar masih ketakutan, takut mengecewakan mama. Sekarang ia pasti sangat kecewa padaku. Aku satu-satunya penerus perusahaan papa, dan tentunya perusahaan mama juga nantinya, tidak akan bisa memberikan keturunan.

"Nggak ada yang perlu dimaafkan. Nggak ada yang salah. Mama sudah dewasa kok. Mama ngerti. Mama nggak akan ikut campur urusan pribadi kamu. Tapi mama sangat senang kalau kamu mau terbuka sama mama." Mama tersenyum. Aku suka sikap mama yang terbuka. Aku benar-benar terharu.

"Mama..." aku menggoyang-goyangkan lengannya dan tanpa sadar meneteskan air mata.

"Tidak apa-apa, Rino. Mama ngerti kok."

Kalau diingat-ingat, sepertinya mama memang tidak punya masalah dengan orang LGBT sepertiku. Aku tidak pernah melihatnya mengutuk atau menjudge orang. Walaupun memang mamaku sedikit aneh.

"Maaa..." aku ingin menanyakan satu hal yang cukup penting.

"Iya, sayang, kenapa?" Mama mengelus rambutku.

"Kira-kira papa bakal kecewa juga ya sama Rino?"

Mama menghela napa dalam.

"Dengar ya, Rino. Mama tidak kecewa. Jadi jangan gunakan kata juga di pertanyaanmu. Hal yang mama rasakan bukanlah rasa kecewa, tapi perasaan sayang aja gitu kenapa nggak dari dulu kamu ngomong ini sama mama. Dengan itu kan kita bisa lebih terbuka satu sama lain." Mama tersenyum tipis. "Tentang papa, mama yakin almarhum papa bakal fine-fine aja kok sama orientasi seksual kamu. Sama kayak mama. Dan satu hal yang perlu kamu ketahui, mama ini well-educated. Jangan samain mama kayak orang-orang di luaran sana yang otoriter sama kehendak anaknya sendiri. Bagi mama, itu hak kamu. Kamu juga harus tau, menjadi berbeda diantara orang-orang itu sedikit sulit. Tapi mama bakal tetap mendukung kamu untuk menjadi dirimu sendiri, Rino."

"Mama..." aku benar-benar terharu.

"Kamu tahu kenapa mama udah nggak kaget dengan orientasi seksual yang bermacam-macam itu, khusunya homoseksual?"

Aku menggeleng. "Kenapa, Ma?"

"Mama pernah baca penelitian kalau orientasi seksual itu bentuknya adalah spektrum. Bukan hitam dan putih. Benar dan salah. Cewek dan cowok. No! Cewek dan cowok itu jenis kelamin, bukan orientasi seksual. Orientasi seksual itu ibarat warna abu-abu. Ada abu-abu yang cenderung gelap, ada juga yang cenderung terang. Ya, ada spektrum warna di antara hitam dan putih. Dan itulah mama mendefinisikannya sebagai spektrum orientasi seksual. Lagipula, kerabat kita, kera, atau hewan-hewan yang lainnya pun juga menganggap homoseksual adalah hal yang sangat wajar. Praktik di antara mereka pun sangat lumrah." Mama sepertinya mulai aneh lagi.

"Mereka kan hewan, Ma..." aku mendengus.

"Ao, lalu kamu bukan hewan? Kamu lupa pelajaran biologi kelas 9 SMP? Kita itu kan masuk dalam kingdom animalia. Kita itu hewan, Rino. Kita Homo Sapiens yang merupakan kerabat dekat dari kera. Kamu belum baca buku Sapiens yang mama saranin ke kamu itu ya? Buku-bukunya Yuval Harari Noah itu bagus-bagus loh. Kamu kemarin menang olimpiade biologi tapi belum pernah baca buku itu tu ibarat menangin lomba lari tanpa tahu sejarah kenapa bisa muncul lomba lari dan akhirnya dilombakan. Jadi intinya kita itu masuk kingdom animalia. Kalau kamu masih ragu, coba ngecek ke dokter, siapa tahu kamu itu tumbuhan?"

Aku nyengir.

"Kamu juara OSN tapi nggak tau hal-hal dasar kayak gini." Mamaku menggelengkan kepalanya.

"Aku kan baru tau, Ma. Dulu yang dipelajari kan cuman hewan-hewan. Manusia enggak." Aku ngeles. Tapi sekarang aku jadi tahu kenapa aku bisa pintar dan masuk kelas akselerasi terus. Kepintaran ini diturunkan dari mama.

"Umm. Sekarang mama mau tanya, sejak kapan kamu ngerasain kalau kamu berbeda?" Sekarang mama mulai bertanya serius. Tapi sepertinya dari tadi pembicaraan kita selalu serius.

"Sejak aku SD, Ma. Aku mimpi basahnya sama cowok. Awalnya aku nggak tau kenapa denganku kok bisa begitu. Lama-lama aku sadar dan tahu kalau aku berbeda."

"Mama tahu. Ada dua penyebab kenapa seseorang bisa jadi homoseksual. Pertama, karena lingkungan. Yang mana ini banyak banget kasusnya. Dan yang kedua, karena inborn. Dari lahir. Waktu dalam kandungan mungkin kamu mengalami proses benturan khusus dengan dinding rahim atau kelebihan suatu hormon yang mana ini mengakibatkan terbentuknya perilaku homoseksual. Sampai sekarang ilmuan belum ada yang tau dengan pasti proses di dalam rahim itu seperti apa. Mungkin itu yang disebut dengan kehendak Tuhan ya."

Aku hanya mengerjap-ngerjapkan mata. Bagaimana mama bisa tahu teori-teori itu?

"Baiklah, mama sudah tau kok tentang hal seperti itu. Jadi itulah mengapa mama tidak kecewa dan bisa menerima keadaan Rino." Mamaku tersenyum.

"Mama memang yang paling ter ter terbaik. Terima kasih sudah menerimaku." Aku tersenyum puas. Aku sangat senang. Mulai sekarang aku akan lebih terbuka sama mama. Jika aku tahu mama akan menerimaku, aku akan terbuka dengannya sejak dulu. Setidaknya aku harus terbuka dengan satu-satunya orang yang paling aku sayangi ini.

Aku pun meminum segelas air yang ada di sebelah laptopku untuk menenangkan diri. Ini benar-benar menguras tenaga. Ya, coming out yang tidak terencana memang sangat menakutkan dan melelahkan.

"Tapi..." mama membuka percakapan lagi.

Batinku, ada apa ini ya?

"Iya, Ma?" aku masih melanjutkan minum.

"Apa kamu sudah punya pacar?"

"Uhukk!!!" aku tersedak. Lalu meletakkan kembali gelasnya. Aku benar-benar terkejut dengan pertanyaan mama.

"Nggak, nggak, mama tanya aja kok." Mama tersenyum nakal. Sumpah, mama jangan seperti ini. Kumohon. Senyuman apa itu, kenapa mama jadi seperti ini? Ah aku lupa, mamaku memang aneh.

"Errr...belum kok, Ma." Aku menjawab jujur. Sungguh, aku belum punya pacar. Makanya aku belum berniat untuk coming out sama mama. Rencanaku memang kalau sudah punya pacar, kami akan sama-sama mengaku ke mama.

Mama menyipitkan matanya seolah tak percaya. "Yaudah." Mama hendak kembali keluar dari kamarku. "Eh, Rino..."

"Iya, ada apalagi Ma?" Aku takut kalo mamaku tanya aneh-aneh lagi. Kalian sudah terbiasa kan dengan keanehan mamaku?

"Mama boleh minta filmnya itu?" Sambil nyengir.

"Hah?" Aku terkejut. Sumpah.

Mama...buat apa minta series 2moons. Itu series LGBT. Series homo. Batangan sama batangan. Mama pasti nggak bakal suka.

Oke mungkin ia minta series itu buat mempelajari bagaimana harusnya ia bersikap pada anaknya yang berbeda ini. Tapi kenapa harus dengan nonton series BL?

"Mama ini Fujoshi loh!" Mama berlalu dari kamarku dengan cepat.

***

To be continued...

My Mother is Fujoshi! [END]Where stories live. Discover now