Maling

7.1K 673 46
                                    

Bagian 06
Maling

Aku tidak paham. Oke, katakanlah Kevin mencintaiku dari dulu, tapi kenapa ia baru mengatakannya sekarang? Atau...
Katakanlah ia hanya menjahili mamaku, tapi kenapa harus seperti ini? Kenapa ia harus berpura-pura menjadi pacarku? Apa manfaat yang didapatkannya saat menjahili mamaku? Freak. Ini benar-benar aneh. Aku harus berbicara dengannya.

Jadi, disinilah aku. Di depan gerbang rumah Kevin. Aku sudah tidak tahan lagi dan ingin minta penjelasannya. Aku ingin tahu. Apakah ia akan berperilaku sama jika dihadapan mamanya. Aku ingin memencet bel di depanku itu. Tapi aku ragu. Bagaimana jika ia serius? Oh tidak. Aku benar-benar menganggapnya seperti kakakku sendiri. Meskipun umur kami selisih beberapa bulan saja.

"Lho, Rino, kenapa nggak masuk?" Seorang lelaki berkulit putih yang mengenakan kaos dalam putih dan celana pendek berbicara kepadaku dari dalam gerbang. Rambutnya basah. Kaosnya juga. Hingga perutnya yang enam kotak itu terlihat jelas dari dalam kaosnya. Karena memakai kaos dalam, aku bisa melihat lengannya yang berotot dengan jelas. Tidak terlalu berotot mengerikan seperti binaraga, tapi cukup berotot bagi orang biasa. Ia menyeka wajahnya dan mengahampiriku. Bukankah itu kak Reinthard? Kakaknya Kevin? Dia sudah balik dari Perancis?

"Kak Rein?" Aku melongo. Disuguhi pemandangan luar biasa indah ciptaan Tuhan di depanku ini aku hanya bisa menikmatinya. Sempurna sekali dia.

Kak Reinthard berjalan mendekatiku untuk membukakan gerbang. Tetap. Aku tetap memandanginya tanpa kedip. Sadar, No. Sadar. Dia di depanmu.

"Mau ketemu sama Kevin?" Tanyanya.

"I...Iya, Kak." Ucapku gagap. Bagaimana tidak gagap, seorang sepertiku ditemui oleh seorang sempurna seperti kak Rein yang hanya mengenakan kaos dalam, ditambah tubuhnya basah karena...

"Sorry basah, aku habis nyuci mobil." Ia menunjuk mobilnya.

"Sudah balik dari Perancis, Kak?" Tanyaku mengalir begitu saja. Keluargaku dan keluarga Kevin cukup dekat karena persahabatanku dengan Kevin sejak kecil. Jadi aku tahu kak Reinthard sejak lama, tapi berpisah karena ia harus melanjutkan studinya di Perancis. Mungkin sekarang sudah selesai studinya?

"Liburan, No. Baru beberapa hari yang lalu sih aku sampainya. Kalau studi, aku masih dalam tahap menyusun skripsi. Apa kabar kamu? Udah gede aja?" Kak Rein tersenyum.

"Baik." Jawabku sekenanya saja. Sejak kapan kak Rein begitu menawan seperti ini? Oh Rino, sadar, No. Kamu ke sini buat klarifikasi masalah dengan Kevin.

"Oiya, kamu ngambil jurusan apa?" Kak Rein antusias mendengar jawabanku.

"Akuntansi, Kak. Sebenernya mau ambil ilmu hukum kayak Kevin sih, tapi nggak boleh sama mama. Katanya bahaya kalo ngambil hukum. Lagian udah banyak Lawyer yang ngurus perusahaan. Aku pengen fokus ke keuangan aja. Hehe." Aku nyengir.

"Manisnya...lalu kenapa nggak milih satu universitas yang sama kayak Kevin?"

Wai wait, dia bilang aku manis? Unchhh. Kurasa pipiku memanas. Eh, memerah maksudnya. Sadar, Rino! Sadar!

"Waktu tes dulu nggak dapet pilihan pertama Kak, jadi jatuhnya ke pilihan kedua. Dapat yang di Surabaya." Jawabku menjelaskan.

"Oh gitu...yaudah masuk aja, Kevin di dalam. Kayaknya sih masih tidur. Teriakin aja dia. Kebiasaan. Kalo liburan pasti males-malesan." Ucapnya sambil berlalu dan meneruskan mencuci mobilnya.

Oke, aku akan masuk. Dan melihat mamanya Kevin.
"Eh, Rino..."

"Pagi, Tante..." sapaku.

"Masuk aja, langsung naik aja ke atas. Kevin masih di dalam kamarnya." Ini hal biasa kok. Dulu aku juga sering main ke rumah Kevin dan disuruh langsung masuk ke kamar Kevin buat bangunin dia.

"Iya, Tante." Aku menaiki tangga.
Aku ragu saat hendak membuka pintu kamarnya. Dulu sih biasa, tapi setelah kejadian kemarin...
Lagi-lagi aku kepikiran kejadian kemarin.

Apakah dengan ini hubunganku dengan Kevin jadi berubah? Kenapa rasanya begitu aneh? Apa aku seharusnya tidak perlu memikirkan hal ini terlalu berlebihan?

Akhirnya aku membuka pintu kamar Kevin. Aku masuk. Kulihat sekeliling. Kevin tak ada?

Saat hendak berbalik, seseorang mendorongku hingga aku dan orang itu mendarat di atas kasur. Aku tahu pasti itu Kevin. Ia hanya mengenakan handuk di pinggangnya. Mungkin dia habis mandi. Tapi, wai wait, posisi kami...

"Lepasin!" Aku meronta.

"Maling nggak boleh dilepasin! Nggak ada yang boleh keluar masuk kamarku seenaknya!" Ia semakin menindihku. Tubuhnya yang setengah telanjang tepat di atasku. Sepersekian detik aku melongo melihat posisi aneh ini. Melihat tatapan matanya yang sepertinya mengisyaratkan sesuatu tapi entah apa itu. Karena tubuhnya yang lebih kuat dan sedikit berotot dibandingkan tubuhku, aku kalah jika harus beradu fisik dengannya. Oke, aku nyerah.

Aku tersadar. "Gue bukan maling!" Aku berusaha untuk lepas darinya.

"Kau maling..." Ada jeda di perkataannya. "Maling hatiku." Kevin mendekatkan wajahnya ke wajahku. Hidung kami bersentuhan. Ia tersenyum.

Aku tertegun. Aku tak bisa berkata apa-apa. Kenapa aku bisa lemah seperti ini?

Kevin berhenti tersenyum dan sedikit mengerucutkan bibirnya. Lalu ia memiringkan kepalanya hingga...bibir kami bertemu.

***

To be continued...

My Mother is Fujoshi! [END]Where stories live. Discover now