38

834 26 0
                                    

Telat!

Aku turun dari angkot dan berlari menuju gerbang sekolah. Untung saja pak satpam masih membukakan pintu gerbang sekolah sehingga aku masih bisa masuk. Peduli amat dengan rambutku yang mungkin sudah berantakan, yang penting aku bisa mencapai kelas secepatnya. Ada ujian kimia pagi ini, dan aku belum sempat membaca semua materi.

Seharusnya pagi ini aku senang berpapasan dengan Kak Andra yang sudah tampak batang hidungnya setelah beberapa hari ini tidak kelihatan, hanya saja aku harus rela berbagi pikiran antara Kak Andra atau ujian kimia. Oh Tuhan.....

“Dorrr!” sebuah tangan menepuk bahuku keras.

Aku sedikit menjerit saking kagetnya. Aku menoleh dan kudapati Iran menyengir lebar memamerkan gigi gingsulnya yang manis, kemudian aku menoleh lagi ke arah Kak Andra yang rupanya mengamati kami berdua.

Argggh...

“Iraaaan!” seruku tertahan.

Iran akhirnya tertawa. Kemudian dia menyadari Kak Andra di seberang koridor.

“Ups....” sahut Iran pelan.

Ia menyengir padaku, dan kembali menoleh pada Kak Andra sambil tersenyum sejenak lalu kembali menatapku sambil berjalan. Aku mengikutinya.

“Tumben kaget gitu? Pasti lo ngeliatin si itu sambil ngayal kan?” bisik Iran.

“Itu siapa?”

“Ituuuu yang juga lagi liatin kita tadi. Jangan pura-pura nggak tau lo. Kak Andraaa...” sahut Iran dengan bisikan lebih pelan.

Aku mencubit lengannya. “Siapa yang ngayal? Gue lagi panik tau, soalnya gue telat trus bentar lagi ujian kimia padahal gue belom sempat belajar semuanya.”

Iran berdecak-decak. “Kirain apaan.”

“Kok lo santai gitu? Emang lo udah pelajarin semua materi di buku?” tanyaku heran.

Akhirnya kami sampai juga di kelas.

“Helloooo Riva cantik manis baik hati, otak gue kan udah otak kimia. Di sekolah belajar kimia, privat kimia, bimbingan olimpiade kimia, udah jauh malahan yang gue pelajarin dari materi sekolah. Hahahaha.....” Iran tertawa bangga.

Aku mencibir, tapi membenarkan.
“Enak lo sih, apa-apa kimia. Gebetan juga jago kimia. Gue? Mana ada materi olimpiade komputer yang gue pelajarin masuk di ujian. Huft!” keluhku.

Aku dan Iran sama-sama menurunkan bangku dan menyimpan tas.

“Hahaha, seenggaknya kan lo jadi bisa jago ilmu logika kan. Nalar lo jalan jadinya. Trus gebetan lo juga ikut olimpiade komputer hahaha.”

“Siapa?”

“Ada Geo... trus yang baru lagi, si ahli komputer. Kak Aris. Hahahahahaha! Makan tuh ahlinya,” Iran ngakak.

Entah bagaimana ekspresiku saat mendengar nama terakhir yang disebut. Iran nyebelin!

Aku mencubitnya sekali lagi, sebelum berkata, “Udah ah! Gue mau belajar. Lo diem!”

***

Va, gimana nih? Nanti sore bimbingan, bahas soal-soal, tapi kita kan belom tuntas latihan fisik. Udah mau outdoor!

Aku melirik kertas bertuliskan pesan dari Iran yang disodorkannya diam-diam saat pelajaran Bahasa Inggris. Oh iya ya, aku jadi lupa tentang outdoor PMR. Duh, gimana nih? Aku menoleh sekian detik ke arah Iran yang ikut menoleh padaku. Matanya menyiratkan kebingungan.

Gimana nih Ran? Tiga hari lagi outdoor, kita baru tiga kali latihan.

Kusodorkan kertas itu di meja Iran. Dari ekor mataku kulihat dia tengah membaca pesanku. Dan akhirnya Iran menulis lagi.

Itulah...
Apa kita izin ga ikut bahas soal olimpiade? Atau kita tanya ke panitia PMR gimana? Minta solusi gitu, atau keringanan syarat maybe???

Aku menghela nafas. Belum ikut organisasi sudah berbenturan jadwal. Gimana ya?

Drrt.... drrttt.....

Waduh, hpku bergetar. Untung tidak berbunyi. Diam-diam kukeluarkan dari saku baju dan kubaca dari balik laci meja.

Va istirahat nanti makan bareng di kantin yuk

Aku mencolek paha Iran sejenak kemudian menunjukkan isi sms Kak Ian. Iran tersenyum dan mengacungkan jempol. Aku bisa menebak dia pasti menyuruhku mengiyakan. Sebentar lagi dia akan menggodaku di kantin. Hhhh.......

***

Cinta Datang TerlambatWhere stories live. Discover now