01

29.3K 2.3K 103
                                    

Menjadi kekasih seorang Park Jimin. Bisa membayangkannya?

Sosoknya yang lembut, selalu membuatmu merasa nyaman saat disekitarnya.
Sosoknya yang lucu dan menggemaskan, selalu membuatmu merasa selalu bahagia dan tertawa saat melihatnya.
Sosoknya dengan tubuh yang woahhh, selalu membuatmu menjadi wanita terlindungi saat bersamanya.

Dan aku adalah wanita yang beruntung karena telah memikat Jimin dan mencintainya dengan sepenuh hati.

Apalagi yang kurang? Jimin adalah anugrah. Kepribadiannya yang baik dan selalu menjagaku adalah satu dari hal yang harus ku syukuri selama aku hidup. Entah negara mana yang sudah aku selamatkan di kehidupanku sebelumnya, hingga sekarang aku merasa bahagia hanya dengan Jimin bersamaku.

Aku masih ingat dengan jelas, 2 tahun yang lalu, di salah satu taman di kampus kami. Saat itu kami masih mahasiswa baru, hendak pulang kerumah setelah selesai mengikuti kegiatan ospek kampus.

Hujan cukup deras, beberapa mahasiswa yang lain sepertinya sudah pulang, hanya tinggal Jimin disana, terperangkap hujan yang deras. Sepertinya Jimin juga sudah mau pulang tadinya, tapi karena memang hujan yang mendadak membuatnya sendirian terperangkap disana. dan kurasa letak parkiran mobil masih cukup jauh, karena jika kau meneruskan terjangan hujan tanpa penutup apapun, dapat dipastikan tubuhmu akan basah saat tiba di dalam mobil.

Saat itu aku sedikit bersyukur pada bunda yang selalu memaksaku membawa payung berukuran besar. Dengan alasan akan sering terjadi hujan deras, bunda tak mau jika aku kebasahan sedikitpun hingga membuatku sakit, karena memang tubuhku sedikit mudah terserang sakit jika terkena air hujan.

Dan saat itu aku melihat Jimin nampak begitu kebingungan, kurasa dia dikejar waktu karena terus-terusan melihat ke arah jam di pergelangan tangannya. Raut wajah yang nampak kesal dan keraguan untuk tetap menerobos hujan atau berdiam diri disana.

Dan entah bagaimana, pada akhirnya aku mendekati Jimin disana.

"Butuh tumpangan?" Jimin sedikit terkejut dan menatapku wajahku, mencoba mengenaliku.

"Ah, kau ternyata-"

"Jung Yoora, kau bisa memanggilku. Kita sekelas dan kurasa masih sedikit wajar jika kau belum hafal namaku." Park Jimin tersenyum, hingga kedua matanya nampak tenggelam karena lipatan akibat dorongan tulang pipinya ke atas.

"Aku Park Jimin." Jimin mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Dengan satu tanganku yang terbebas aku menjabat tangannya. Saat itu aku tahu, tangan Jimin sangat hangat dan lembut.

"Jadi, jika kau tak keberatan, boleh aku menunpang dibawah payungmu hingga sampai ke parkiran?"

"Tak masalah, kurasa payungku masih cukup besar untuk melindungi kita berdua."

Dan sore itu aku membantu Jimin untuk pertama kalinya. Mengantarnya hingga ke tempat mobilnya terparkir. Sambil bercengkerama hal-hal yang ringan, yang mampu menjadikan kita teman.

"Rumahmu dimana? Mau kuantar pulang?" Jimin menawariku saat dia sudah masuk didalam mobilnya dengan selamat.

"Tidak perlu, aku sudah dijemput kakakku." Aku menolaknya dengan halus.

"Baiklah kalau begitu, sampai jumpa lagi besok Yoora."

"Hati-hati di jalan Jim.."

Aku tersenyum dan melambai ke arah Jimin sebelum menutup kaca mobilnya. Setelahnya baru aku berjalan ke arah Hoseok yang telah menungguku diseberang Jalan.

Dan beberapa hari setelahnya, aku menjadi sangat dekat dengan Jimin. Entah mengapa kami bisa dekat begitu saja. Sebenarnya Jimin merupakan sosok yang mudah akrab dan dekat dengan siapapun. Namun dia membatasi diri cukup kenal dengan yang lain, sedangkan denganku? Hampir setiap kali berada di lingkungan kampus, Jimin tak pernah jauh dariku. Mengurusi segala kegiatan kampus bersama. Beruntung kita satu kelas, jadi semua tugas dan pekerjaan dapat dikerjakan bersama.

Jujur saja ini pertama kalinya aku menjadi teman dekat seorang lelaki. Biasanya aku tidak terlalu mempunyai banyak teman sedekat ini, baik perempuan maupun laki-laki. Kurasa karena faktor pertama kalinya aku berteman, aku selalu semakin sesak saat bersama Jimin.

Bukan sesak sebenarnya, lebih tepatnya aku sering kesulitan bernafas saat menyadari bahwa detak jantungku meningkat begitu cepat saat bersamanya. Aku sering kehilangan fokus saat menatap Jimin yang terlihat sangat menawan. Dan disaat itu aku menyadari satu hal, aku mempunyai perasaan lain pada Jimin.

Kurasa aku benar-benar beruntung menjadi seorang perempuan. Karena satu bulan setelah kami dekat, Jimin mengatakan perasaannya. Jimin mengatakan jika dia mencintaiku, dan memintaku menjadi kekasihnya. Kurasa saat itu adalah hari terbaik yang kumiliki. Karena perasaanku pada Jimin terbalas. Dan aku menjadi wanita paling beruntung karena memilikinya.


- December 30, 2017



Mau lanjut gak gaes??

PAROXYSM ✔️Where stories live. Discover now