Out of Thinking

62 3 0
                                    

Paijo membuka laporan rekening gaji masuk di beranda emailnya, juga sms banking yang mengabari bahwa gaji bulanannya sudah masuk ke rekening.

Gaji bulan ini sudah di plot untuk beberapa hal. Untuk keluarga sendiri, untuk kebutuhan-kebutuhan primer lainnya. Gajinya bukan sedikit, sudah dua digit, mengingat dia juga orang penting di perusahaan. Gaji ini dia berikan ke istrinya semua, karena ATM yang pegang istrinya Painem.

Alhamdulillah kebutuhan keluarganya tercukupi, meski untuk ukuran gaji yang dia terima termasuknya mereka sudah hidup sederhana. Itu yang Paijo tekankan kepada anak-anaknya. Dia juga tak membebaskan anak-anaknya mendapat kemewahan yang berlebihan. Mereka harus diajari untuk bertahan hidup dan tidak tergantung pada keluarganya.

Tentu saja Paijo tidak memberikan semua penghasilannya kepada istrinya. Istrinya juga mengerti, uang yang didapat dari semacam bonus-bonus di pekerjaannya Paijo kelola sendiri. Istrinya memahami karena Paijo adalah anak tertua dari keluarganya. Dia sebagai lelaki harus bertanggungjawab terhadap kedua orang tuanya, meskipun kemudian seluruh keluarganya 'agak' bergantung kepadanya.

Suatu ketika Paijo merasa pusing bukan kepalang. Karena sudah tidak tahan merasakan kepalanya yang mau pecah, akhirnya Paijo curhat pada istri satu-satunya yang menjadi tempat dia bersandar kalau sudah jenuh dengan kehidupan.

"Mah, aku sudah pusing"
"Kenapak pak? pusing kenapa? pekerjaannya banyak yang belum selesai"
"Kalau pekerjaan mah dah biasa pusingnya, nanti juga selesai, kalau yang ini aku udah engga tahan"

"Cerita aja kalau udah engga tahan, trus lupakan" Painem menanggapi keluhan suaminya sambil senyum nyengir. Painem tidak menganggap keluhan suaminya sebagai sesuatu yang serius. Kalau ditanggepin serius nanti yang ditanggepin tambah stress. Painem mencoba menghibur suaminya.

"Seberapapun uang yang aku berikan, tidak akan pernah cukup mah. Walaupun aku berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan penghasilan demi membantu mereka, toh itu tak akan pernah cukup"

"Siapa pah, adik-adikmu?"
"Ya, papahkan sudah membantu mereka semaksimal mungkin, memangnya masih kurang pah?"

"Iya, ada saja yang membutuhkan. Setelah adik yang kedua, sekarang adik ke empat kehilangan pekerjaannya, kena PHK. Okelah sudah kena PHK, papah bantu untuk bulanannya sementara, karena anak-anaknya masih kecil, engga mungkinkan seterusnya papah bantu. Maksud hati rasanya ingin papah bantu semuanya dengan semua penghasilan papah. Tapi sudah aku cirikan dari dahulu, uang papah ga pernah cukup. Kalau engga hilang sia-sia ya hanya bermanfaat sesaat saja. Papah pusing mah"

"Jadi, uang papah teh selama ini habis buat bantu keluarga papah, bukan hanya untuk bapak-ibu tapi buat semuanya? Jadinya papah kayak orang tua buat mereka dong. Kan papah hanya kakak pertama. Memang papah merasa bertanggungjawab terhadap mereka, tapi engga begitu juga kali pah, mereka sudah besar, sudah berkeluarga. Masing-masing membawa resiko kehidupan masing-masing"

"Tetap saja mah, aku engga bisa diem saja kalau melihat mereka kesulitan. Yang menjadi batasan hanya uang papah engga cukup. Itulah kenapa papah pusing."

"Pah, iya jelas engga cukup. Papah itu mengambil perannya gustiAllah. Makanya papah pusing. Mereka itu membawa rejekinya masing-masing. Percayakan saja sama gustiAllah. Kalau kita tidak bisa membantunya ya nanti ada pertolongan lain dari manapun entah datangnya. Jadi jangan sok-sokkan menggantikan perannya gustiAllah pah, kualat nanti."

Paijo sedikit bingung dengan kata-kata istrinya. Memang benar rejeki sudah diatur sama gustiAllah, tapi kalau melihat mereka dan etos kerja serta sifat-sifat mereka, Paijo sendiri berfikir mereka pasti akan terseok-seok. Mau menjalankan usaha selalu gagal, tapi dari kegagalan itu tidak banyak yang dipelajari. Kadang Paijo tambah pusing lagi memikirkan hal itu. Tidak mungkin juga memaksakan kemampuan yang dimiliki Paijo untuk dicontoh oleh mereka. Karena mental yang dibentuk adalah mental kerja keras dan pantang menyerah itu tidak mudah.

"Mah, aku engga ngerti apa yang mamah maksudkan. Aku tahu mereka membawa rejekinya masing-masing. Tapi lihat saja mereka, semakin lama semakin terperosok"

"Itu namanya papah engga percaya sama gustiAllah, walau mulut papah bilang percaya. Makanya papah bingung, pusing, karena sudah engga masuk logikanya manusia, itu sudah ranahnya gustiAllah. Kalau diJawa pepatah buat papah ini namanya 'Jagat ojo diemperi' alias dunia ini jangan diambil sendiri"

Paijo menarik nafas. Bener juga, tidak semua hal harus dia sendiri yang menyelesaikan. Jika kita sudah ada pada batas limit maksimal dalam berusaha, dalam hal ini berusaha membantu, maka kearifan diri yang harus kita ambil adalah membiarkan tangan gustiAllah membantu mereka. Mengembalikan semuanya kepadaNya.

Paijo merasa lega, rasa pusingnya mulai menghilang. Dan dia tersenyum melihat istrinya yang smart dan cantik di sebelahnya. Sambil menyeruput kopi panas yang dihidangkan di meja. Kini Paijo bernafas lega.

"Aahhh... nikmatnya kopi bikinan mamah...."

Painem membalas dengan tawa mengejek melihat perubahan di wajah suaminya.

Lucunya HidupWhere stories live. Discover now