19

8K 1K 280
                                    

Halo. Part aman wkwkwk. Atau bisa  skip buat ntar malam hehehe.

🍁🍁🍁

Hawa dingin menyentuh kulit telanjang Kinara, dia mengeratkan selimut tebal tersebut untuk membalut badannya. Ia bergerak gelisah saat sinar matahari jatuh menerpa wajahnya, tangannya otomatis terangkat menghalau sinar itu.

"Silau, "ucapnya tanpa sadar di tengah kantuknya, ia terus menutupi wajahnya dengan telapak tangannya.

Tidak lama cahaya itu hilang, ia mendesah lega menurunkan tangannya membawa kembali masuk ke dalam selimut. Napasnya mulai teratur yang ia inginkan hanya tidur, entah apa penyebabnya ada sesuatu yang membuatnya pasrah dalam buaian mimpi.

Gerakan Kinara tidak luput dari pengamatan Gara, laki-laki itu sudah bangun sejak satu jam lalu dengan posisi miring, kepala ia sanggah dengan tangan kirinya. Memperhatikan wajah polos dan tenang milik Kinara, bercak merah hasil buatannya jelas terlihat sepanjang leher, bahu lalu turun ke dekat payudara milik kinara. Jari-jarinya menyingkirkan anak-anak rambut dari muka Kinara yang bisa mengganggu tidurnya, mengecup bahunya dan meninggalkan bekas di sana.

Ia sengaja tadi membuka gorden berniat membangunkan Kinara, tapi mendengar protesnya Gara menutup kembali tirai berwarna abu-abu tebal itu. Ia kembali berbaring di ranjang mendekapnya. Mungkin Kinara masih ingin bergelung nyaman dalam selimut karena itu ia enggan bangun. Apa ia kelelahan karena serangannya kemarin?

Bibirnya membentuk garis lengkung tipis, tidak disangka wanita yang ia benci sekarang jadi obsesinya. Oh God! bertahun-tahun ia berusaha menepis perasaan cintanya kepada Kinara dengan kebencian yang ia sendiri tidak ketahui kebenarannya. Sekarang setelah kebenaran itu terungkap cintanya kembali tumbuh tapi Gara sadar tidak semudah itu ia dimaafkan.

Terpenting ia harus memiliki wanita ini, dan semoga Tuhan menghadirkan anak dalam rahim Kinara. Tidak pernah terpikir olehnya ia mengikuti  saran sahabat gilanya, akalnya seolah hilang melihat Kinara dan Bian saling mencium pipi. Amarahnya seketika meluap tanpa bisa ia bendung.

Gerakan kecil disebelahnya membuatnya merapatkan badannya lalu memeluk Kinara, menenangkan wanita itu, dan benar saja tidak butuh waktu lama gerakan itu berhenti Kinara kembali tenang dalam tidurnya.

"Aku mencintaimu," bisiknya, "segala  caranya aku lakukan untuk  melenyapkan cintaku untukmu, semuanya sia-sia 'dia' begitu kuat dalam hatiku. Izinkan aku menebus kesalahanku." ucapnya sebelum bergabung kembali dalam mimpi.

🍁🍁🍁

Tepukan pelan di pipinya menarik Kinara dari mimpinya, ia mengerang sebal karena terusik. Apa mereka tidak tahu ia begitu bahagia bertemu mamanya? Apa mereka tidak tahu betapa rindunya ia pada mamanya? Andai mamanya tidak mengurai genggaman mereka, mungkin Kinara memilih untuk ikut mamanya hidup di tempat yang indah dan tenang. Tepukan sedikit keras ia rasakan lagi, kali ini ia benar-benar marah ingin memarahi mereka. Kinara mengerjap beberapa kali sampai kelopak matanya terbuka sempurna, barulah ia tersadar kalau dirinya bermimpi.

Posisinya belum berubah, pandangan lurus menatap langit-langit kamar ketika kesedihan menerjangnya. Bulir-bulir air mata menetes dari sudut matanya membasahi telinga, Kinara menutup wajah dengan dua telapak tangannya. Tuhan! Ia merindukan mamanya. 

"Mama," ujarnya pelan disela-sela tangisnya. Tubuhnya bergetar hebat. "Ara kangen.” Kinara tidak menyadari bahwa Gara memperhatikan dirinya. Wanita itu masih terbawa mimpi bersama mama nya. Setelah sekian lama akhirnya Kinara bertemu mamanya dalam mimpi.

Pria itu tersenyum kecut mendengar ratapan wanita ini. Seberapa banyak luka yang keluarganya tancapkan di hati dan tubuh Kinara? Seberapa dalam wanita yang terlihat kuat ini menderita? Dan sebanyak apa kebahagiaan yang diambil darinya?

Hati Gara sakit melihat Kinara menangis, sungguh jika ia bisa memutar waktu, mungkin ia akan melindungi Kinara atau membawanya pergi dari rumah sialan ini. Gara kemudian berbaring menarik tubuh Kinara miring menghadapnya, mendekapnya. Tidak ada perlawanan dari wanita ini. Gara juga mengusap lembut punggung telanjang Kinara.

Gara membiarkannya menumpahkan tangisan perempuan dalam pelukannya meskipun baju yang ia kenakan basah. Pria itu mengumpat dan mengutuk dalam hatinya atas perbuatan papa tirinya, mama dan adiknya yang telah meninggalkan cacat dalam diri Kinara.

"Tenanglah," bujuknya. Ia mencium puncak kepala Kinara, tercium aroma shampo bercampur keringat, membuatnya betah berlama-lama menciuminya. "Apa kamu rindu Mama Naila?" Kinara mengangguk tangisan kembali terdengar. "Hei … sudah jangan menangis lagi. Kita akan mengunjungi makamnya," sambung Gara dengan suaranya yang berat dan serak membuat Kinara mendongak menatapnya.

Sejenak Kinara terpaku dalam posisinya sampai kesadarannya pulih. Kesedihan yang ia rasakan lenyap berganti waspada. Raut wajahnya datar seolah tak terjadi apa-apa. Ia menarik tubuhnya, beringsut menjauh seraya memegangi selimut yang melilit. Kinara menahan sakit saat berusaha berjalan keluar dari kamar Gara setelah sebelumnya memungut pakaiannya.

Gara sendiri memperhatikan Kinara dari sisi ranjang. Ia ingin sekali membantu tapi Kinara pasti menolaknya. Hal itu cukup menggores ego Gara yang seolah bukan apa-apa di hadapan Kinara. Mungkinkah perasaan wanita itu untuk telah hilang sepenuhnya? Sial! Ia tak menyukainya jika itu benar.

Tbc.

Ngoahhaha. Kapok. Tamat di Karyakarsa. Link di bio.

Waiting For Love (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang