Rona XI: Dawala

1.3K 213 40
                                    

Sewaktu masih tinggal di kampung, Indigo pernah mendengar kisah-kisah tentang beberapa warga yang sanggup melihat makhlus halus. Tentang betapa mereka menyaksikan penampakan-penampakan mengerikan hingga lari terbirit-birit, mengompol di celana, atau memanggil dukun serta pemuka agama untuk mengusirnya. Setiap orang terkadang mendapati penampakan berbeda berdasarkan kesaksian masing-masing: manusia tanpa kepala, pria berkepala harimau, wanita berpunggung bolong, monster bertaring panjang dan bermata besar, hingga makhluk putih yang berbentuk seperti guling ikat. Ada juga desas-desus seputar makhluk halus yang membantu segelintir warung serta lapak di pasar supaya paling laris di antara yang lain. Indigo tidak pernah benar-benar percaya. Selain karena tidak berpengalaman bertemu yang semacam itu sepanjang hidupnya, dia juga beranggapan kegiatan-kegiatan lain seperti membaca dan bermain dengan Iloa lebih penting daripada memusingkan segelintir makhluk-makhluk anomali yang tidak dapat dia lihat.

Namun kini, Indigo mendapati dirinya tidak berhenti bergidik sejak mampu melihat makhluk-makhluk tersebut dengan mata kepala sendiri.

Crimson sedang berada di ruang tengah, berbicara dengan barangkali-seseorang-bernama-Magenta melalui telepon. Indigo tidak begitu dapat mendengarnya, sebab si anak laki-laki gundul yang hanya bercelana pendek itu terus berlari bolak-balik mengitari kasur sambil tertawa mencemooh. Sesekali Indigo melotot padanya, tetapi si anak kecil justru tertawa makin lantang dan perempuan di sudut kamar menangis kian kencang.

Sekembalinya Crimson ke kamar, Indigo langsung menanyai laki-laki itu dengan frustrasi. "Tidak bisakah kita menemui Mentega-atau-siapa-pun-itu-namanya sekarang?"

"Magenta," ralat Crimson, tercengir. "Lebih baik besok. Sekarang dia agak repot, salah satu anak asuhnya baru 'diganggu' juga."

"Anak asuh? Diganggu juga?" tanya Indigo penasaran. "Diganggu oleh ... laki-laki yang kutemui di jalan tadi?"

Crimson mengangguk samar, mengundang pertanyaan berikutnya dari Indigo. "Siapa sebenarnya laki-laki bertopi itu? Apa dia yang menyebabkanku bisa melihat 'mereka'?"

"Tidak semua Rona sepaham, Indigo. Dia salah satu yang berbeda paham dengan kita. Dan tentunya ... tidak hanya dia," ucap Crimson, tampak segan melanjutkan.

"Lalu?" tagih Indigo.

"Lalu ... kemampuanmu ini bukanlah pemberian dia. Kamu memang sudah memilikinya, tapi selama ini terkunci sehingga kamu terkejut begitu mengetahuinya seperti sekarang."

Indigo, sempat teralihkan oleh si anak kecil gundul yang turut mengamati Crimson lekat-lekat dari kaki kasur, lanjut bertanya, "Sejak ... sejak kapan?"

"Entah. Kukira seharusnya kamu lebih tahu?" balas Crimson. Sambil mengucapkannya, laki-laki itu perlahan menarik selimut hingga menutupi separuh atas tubuh Indigo yang terbaring.

Indigo lekas teringat tatkala Pak Petuah menceburkannya ke laut pada suatu waktu. Bukan kenangan yang menyenangkan, tetapi dia yakin keanehan-keanehan mulai menimpanya usai peristiwa tersebut. Tetap, kejanggalan menetapi benaknya. "Bagaimana kamu tahu tentang aku? Bagaimana kamu menemukanku?"

"Kalau sudah terbiasa, kamu akan bisa mengenal sesama 'Rona' hanya dengan sekali lihat. Seperti saat aku memergokimu di bus kota tempo hari," ungkap Crimson, mengingatkan Indigo pada pertemuan pertama mereka, yakni sewaktu perempuan itu hendak mencopet untuk pertama kali namun dicegah oleh Crimson. "Tapi bila menurutmu itu terlalu aneh untuk jadi kebetulan, aku sebenarnya mengetahui tentangmu dari Magenta. Besok kamu bisa bertanya langsung padanya."

Indigo mengangguk lagi, terpaksa menyimpan stok pertanyaannya untuk esok. Namun, mendadak dia teringat penjelasan soal api yang terpotong sebelum Crimson menelepon. "Mengapa kamu bisa mengeluarkan api seperti itu sedangkan aku tidak?"

Rona (Novel - Ongoing)Where stories live. Discover now