17 - The Blow

4K 925 417
                                    

Serangan

.

.

.

Dua puluh menit sebelum insiden.

.

Terdengar bunyi berkeretak yang mengendap-endap ke dalam kesadarannya.

Bunyi itu melebur dalam udara di sekelilingnya, samar bercampur dalam percikan hujan yang memburamkan jendela, dan menggema di sepanjang lorong koridor yang remang. Jimin mendengar bunyi itu seakan berasal dari sebuah tempat yang sempit dan pengap, dimana hanya ada sedikit udara yang terperangkap di dalamnya. Bukan dengung pemanas ruangan, bukan pula gumam gemuruh hujan. Bunyi berkeretak; ketukan teratur yang cepat.

Jimin mendorong kenop pintu kamarnya, memaksa dirinya melangkah keluar di tengah himpitan udara hangat koridor. Seiring tungkainya menuruni anak-anak tangga yang berdecit pelan di bawah gesekan kaki telanjangnya, bunyi-bunyian itu makin keras. Dekat. Jimin hampir sampai dengan asal suara.

Perhatiannya jatuh pada sepetak ruangan yang bersinar suram di bawah nyala lampu kuning. Jimin menuju dapur, lalu menyadari bila kini bunyi itu terdengar amat jernih. Pasti ada di sekitar sini, pikirnya. Panci berisi sup sisa makan siangnya masih tertutup rapat. Di sebelahnya, di atas meja yang sama, minuman kemasan yang ditinggalkan Taehyung, kaleng-kaleng selai, toples permen warna-warni, serta kotak tisu tidak bergeser sama sekali―jelas bukanlah sesuatu yang dia cari. Dia memalingkan wajah di sepanjang konter, mengecek kiri dan kanannya ... atas dan bawah ... lalu menyadari sesuatu.

Bunyi itu berasal dari sana.

Alih-alih tertutup rapat sebagaimana yang lain, pintu laci kecil yang berada di bawah konter dapur itu hampir membuka; bergetar, seakan-akan ada sesuatu di dalamnya yang mengetuk-ngetuk dengan panik, memberontak ingin bebas. Perut Jimin berkedut tidak enak. Ada kegugupan yang merayap, tapi Jimin tidak mau takluk begitu saja dengan perasaan itu.

Binatang, Jimin meyakinkan dirinya. Pasti ada binatang yang terjebak di dalamnya, barangkali tidak bisa keluar karena terjepit atau apa.

Diilhami oleh keyakinan itu, Jimin mengulurkan tangannya walau enggan, meraih kenop laci mungil itu, menahan napas, menghitung sampai tiga, lalu menariknya dalam sekali sentak. Jeritan lantang lolos dari mulutnya ketika seekor tikus berukuran sebesar bayi kucing mendadak meluncur keluar dari dalam laci konter, melesat kabur melewati dua kaki Jimin dan menghilang di antara perabot-perabot rumah di belakangnya.

Jimin menarik napas, mencoba meraih kembali denyut normal jantungnya. Akan tetapi, setelah baru saja merasa tenang, kecemasannya kembali terketuk kala dirinya menemukan sebuah keanehan lain. Jimin berjongkok untuk memeriksa lebih dekat, lalu menjulurkan telunjuknya untuk menyentuh jejak kaki tikus yang kotor dan becek di lantai.

Lumpur? Jimin mengernyit.

Dia melongok sedikit ke dalam laci, melihat sesuatu, lalu mengambilnya tanpa pikir panjang.

Itu adalah sebuah kotak logam berlapis plastik yang licin dan basah, berlumur lumpur di permukaannya, dan berbau seperti perpaduan antara bangkai dan selokan. Jimin tahu benda apa itu. Dia pernah mendapat penjelasan dari Hoseok pada hari-hari sebelum ini. Penjebak tikus, kalau ingatannya benar. Semacam jebakan elektrik yang akan menjepit tikus yang masuk melalui lubang yang telah diberi umpan sebelum menyetrumnya sampai mati.

𝐓𝐇𝐄 𝐒𝐓𝐀𝐋𝐊𝐄𝐑 | 𝐁𝐓𝐒 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang