The Truth [part 1]

4.5K 685 25
                                    

Extra stories written as a part of the epilogue

[PART 1]

Musim dingin di Seoul berakhir dengan menyisakan begitu banyak pertanyaan. Jimin merasakan setiap keganjilan itu menetap bagai parasit yang besar dan liat, bergejolak dan menggeliat-liat di dalam dadanya. Dia sadari hal itu meski tak mampu untuk mengulasnya dalam lembaran hari yang baru, sebab dia pikir, tak semua masa lalu baik untuk dikenang.

Pada minggu kedua setelah keluar dari rumah sakit, Jimin mengunjungi kantor polisi untuk memberi ulasan lengkap mengenai perkara yang menimpanya sebelum ini. Dan, seperti yang telah dijadwalkan, kini dirinya tengah berjalan berdampingan di salah satu ujung koridor kantor polisi yang suram dengan lantai marmer kelabu. Jimin berbelok di sudut, berjalan melalui pintu dan masuk di sebuah ruangan luas yang terbagi dalam bilik-bilik kecil meja kerja. Suara bisik dan percakapan rendah berdengung samar di tempat itu.

Dia melihat-lihat ke seluruh penjuru ruangan ketika melewati ambang pintu. Beberapa petugas tampak menenggelamkan wajahnya di hadapan komputer, mengetik sesuatu dengan tampang serius. Seorang polisi muda yang berdiri di salah satu bilik kerjanya melirik ke arahnya, menelisik dengan raut yang dicabik oleh rasa ingin tahu. Sedikit lebih jauh lagi, seorang polisi yang berwajah familiar―kalau tidak salah namanya Han Gi―sedang berbincang melalui telepon di meja kerjanya. Saat bertemu pandang dengan Jimin, Han Gi bergumam sesuatu dan bergegas menutup sambungannya lalu menghampirinya.

"Saya sudah menunggu anda dari tadi," kata Han Gi sambil menjabat tangannya.

Jimin menutupi ketegangannya dengan tersenyum.

"Mari ikut saya."

Mereka pergi ke sepanjang barisan bilik kerja petugas dan masuk melalui pintu kedua, melintasi koridor yang lain, lalu akhirnya mencapai ujung lorong, di mana terdapat sebuah pintu yang tertutup rapat, dengan tulisan "Ruang Interogasi" tercetak di atasnya.

Tempat itu mirip dengan yang dipikirkan Jimin selama ini. Dia berulang kali membayangkan dekorasi ruang interogasi seperti yang biasa ditampilkan televisi tentang kesuramannya yang tidak menyenangkan, dan apa yang dilihatnya sekarang tidak ada bedanya. Dinding-dinding dicat dengan warna kelabu pucat. Satu meja besar berwarna platinum berada di tengah-tengah, dengan dua kursi logam tanpa sandaran yang diletakkan di kedua sisinya. Ada cermin besar yang dipasang di sisi kanan meja. Jimin tahu dari begitu banyak pengalaman bahwa cermin itu bekerja dalam dua arah, di mana orang yang mengawasi dari balik ruangan bisa melihat aktivitas di dalam ruang interogasi bagaikan kaca jendela.

Ketika pintu ruang interogasi mengayun menutup, timbul keheningan yang memunculkan ketegangan baru di perut Jimin. Han Gi mengisyaratkannya untuk duduk, sementara dia menghampiri satu-satunya lemari arsip di sudut ruangan, membuka laci paling atas, dan mengeluarkan satu map hitam yang besar dan tebal.

"Ini adalah gabungan kasus-kasus penculikan yang terjadi di berbagai daerah di Korea selatan selama satu tahun belakangan," kata Han Gi sambil meletakkan map di atas meja. Kesenyapan ruangan membuat suara berbisiknya terdengar menggelegar. Dia membuka lembaran pertama dan membaca, kemudian melanjutkan dengan tenang, "Total ada tiga puluh dua orang yang tercatat dalam kasus orang hilang, dan sisanya mungkin belum terdaftar karena beberapa sebab. Beberapa di antaranya karena komplotan penjahat itu menargetkan gelandangan dan sebatang kara yang hampir tidak memiiki riwayat berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Mereka hilang begitu saja dan tak pernah ditemukan lagi."

Jimin merasa tidak nyaman dengan pembicaraan ini. Kendati dirinya hanya diundang sebagai narasumber, tetap saja cara berbicara Han Gi yang begitu dingin memunculkan persepsi tidak menyenangkan di benaknya, seakan-akan yang duduk di ruangan ini adalah penjahat dan bukanlah narasumber.

𝐓𝐇𝐄 𝐒𝐓𝐀𝐋𝐊𝐄𝐑 | 𝐁𝐓𝐒 Where stories live. Discover now