28 - The Oblivion

3.6K 679 47
                                    

Ketidaksadaran

.

.

.

Langit dipenuhi dengan cahaya merah ketika pasukan polisi turun dari udara, lalu mengepung padang bersama kelompok petugas lain yang berlari datang dari arah barat. Mobil-mobil serta suara sirine yang membahana mengacaukan pendengarannya. Teriakan dan erangan gerutu orang-orang yang dipenuhi oleh tanda lebih dari sekedar keterkejutan.

Terdengar dentum tembakan dari udara, diikuti suara petugas yang membahana dari mikropon, “Lee Gong Joo, menyerahlah sekarang juga!”

Gong Joo tampak membeku terguncang di tempat.

Sementara itu, hal yang serupa juga dialami Taehyung. Dia berdiri dengan limbung pada jarak yang terpisah cukup dekat dengan perempuan itu. Dicabik oleh linu di sekujur tubuh dan pikiran yang berkabut, matanya terpancang pada sosok kurus perempuan yang tengah menyandera Jimin seakan dia boneka tak bernyawa.

Suara petugas meraung kembali, “Lee Gong Joo, lepaskan Park Jimin sekarang atau kami akan menembak!”

Perintah mutlak petugas seakan tidak dihiraukan oleh Gong Joo. Perempuan itu justru makin mengetatkan pitingannya pada leher Jimin.

Pada detik yang terus bergulir malam itu, semesta seakan melambat di matanya. Taehyung merasakan kehancuran harapan merayap semakin dekat kepadanya; nadi pada tangan Gong Joo menegang membentuk cabang-cabang keunguan di permukaan kulit. Sementara Jimin terapit tak berdaya, dengan wajah pucat pasi karena kehilangan darah. Bila tidak segera ditolong, dia akan segera mati ….

Aku harus menolong Jimin sekarang juga. Kalimat itu berdentum-dentum di balik tempurung kepala Taehyung, mengusik kesadarannya yang sempat hanyut oleh rasa sakit. Taehyung bertarung dengan isi kepalanya sendiri. Jika aku bisa mencapainya sekarang, apakah Jimin akan selamat?

Tembakan peringatan pertama diledakkan di udara. Akan tetapi, Gong Joo masih pula urung bergerak. Alih-alih perempuan itu malah merapatkan diri ke Jimin. Taehyung bisa melihat segala rencana perempuan itu yang hendak menjadikan tubuh Jimin sebagai tamengnya.

Keparat.

Sedetik kemudian, Taehyung mendengar derap langkahnya sendiri sebagai jawabannya.

“JIMIN-AA!”

Jeritan Taehyung meraung di udara.

Dia merasakan getaran suara itu muncul menggelora di dalam dadanya ketika langkah kakinya membawanya sendiri ke tempat itu; ke titik di mana Gong Joo berdiri sembari memiting Jimin di pangkal bahunya. Dia sudah menjulurkan tangan untuk menarik Jimin dari belitan perempuan itu ketika ditangkapnya tampang liar dan penuh kekejian Gong Joo, yang melotot kepadanya bagai sebuah ancaman dari binatang buas. 

“KUBUNUH KAU!”

Seakan kalimat itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan Gong Joo kepada Taehyung, ketika satu kakinya terangkat ke udara, mengacung ke arahnya, lalu menendang tepat di dada Taehyung. Seketika, menggucang dunianya bagai diterpa ledakan dahsyat dan melempar pemuda itu ke tanah.

Taehyung jatuh terjengkang, mendarat pada punggungnya yang menghantam tanah begitu keras. Benturan itu seakan membuat semua udara tersembur keluar dari paru-parunya, dan dia mendadak lumpuh selagi berusaha keras untuk bisa menarik napas. Melalui rasa sakit dan dengung di telinganya, Taehyung mendengar suara tembakan lagi, lalu suara geraman dan pukulan yang mengerikan, diikuti riuh kacau balau situasi yang menusuk telinganya, bertalu-talu seirama detak jantungnya.

Jimin, aku harus menyelamatkanmu.

Akan tetapi Taehyung terlalu lemah untuk bergerak.

Rasa sakit itu bagai sebuah besi yang mengapit dadanya, menusuk dan mencakar jantung serta paru-parunya dengan ujung-ujung yang tajam dan panas. Taehyung tidak bisa mengartikan dunianya lagi. Apa yang terjadi pada Jimin? Apakah aku tidak berhasil menyelamatkannya? Dia bernapas dengan susah payah. Warna-warna pada penglihatannya mulai memudar. Suara-suara di sekelilingnya perlahan surut, sampai pada detik dia tak bisa merasakan apapun lagi.

Sampai pada detik kegelapan membawanya pergi.

Maafkan aku, Jim.

Maafkan aku karena tidak bisa menyelamatkanmu.

-oOo-

“Bukan salahmu.”

Ketika kegelapan membawanya melayang pada dunianya yang baru, Taehyung mendengar seseorang membisikkan kalimat itu dan dia merasa yakin bahwa waktu yang panjang itu telah berlalu, berganti pada kesendirian tanpa batas yang mengurungnya dalam sebuah dunia putih tak bercela.

Dalam kehampaan itu, dia bersembunyi dari mimpi-mimpi buruk yang menjelma menjadi memori nyata di mana keadaan aman itu tak pernah ada. Taehyung menarik kesimpulan dari setiap embusan napasnya tentang kenyataan bahwa dirinya masih hidup dan insiden itu telah terkubur jauh, tak terjangkau lagi.

Ketika Taehyung tersadar untuk pertama kalinya, dia menyadari tubuhnya berbaring di ranjang rumah sakit, akan tetapi tak begitu ingat tentang orang-orang yang datang silih berganti kepadanya, sebab segala yang ada di sekelilingnya tampak seperti bayangan kabur yang bersembunyi di balik tirai. Dia merasakan ada tangan-tangan yang membelai rambut serta wajahnya. Ada percikan air yang jatuh di pipinya, serta suara-suara yang terdengar seperti gumaman dan isakan tidak jelas.

Morfin menumpulkan rasa sakit yang meremukkan dadanya, sehingga Taehyung memasrahkan diri untuk jatuh dalam dunia tak berujungnya lagi. Sebagian kesadarannya yang mulai larut tak menghendaki apapun untuk dikenang, kecuali satu kalimat yang dibisikkan seseorang kepadanya saat dia kembali jatuh terlelap;

“Bukan salahmu.”

Kalimat itu terpatri dalam dunianya yang baru, yang begitu kosong dan hampa, yang dulu adalah tempat bunga-bunga memekarkan diri sebelum mereka layu; menetap di sana, menemaninya, dan membuka sebuah celah dalam pikirannya untuk merenung tentang apa arti dari deretan huruf itu. Siapa yang mengatakannya? Taehyung berpikir dalam kesadarannya yang hanyut. Siapa orang yang pernah mengatakan hal itu kepadanya?

Jimin?

Pikirannya kembali berlabuh pada satu momen saat dirinya hampir kehilangan Jimin. Saat sahabatnya itu terperangkap dalam rerumputan, berbaring di tengah kubangan darahnya sendiri. Taehyung berusaha memanggil namanya walau pita suaranya seakan terpilin. Dia gapai tubuh Jimin yang tergolek bagai boneka. Saat dia pikir Jimin kembali sadar dan mendengarnya, anak itu melihat kepada Taehyung. Bibir Jimin mengatakan sesuatu tepat ke arahnya.

“Tae―”

“―bukan salahmu.”[]
































a/n

sorry.

𝐓𝐇𝐄 𝐒𝐓𝐀𝐋𝐊𝐄𝐑 | 𝐁𝐓𝐒 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang