02 • Penawaran Menarik?

331K 16.2K 351
                                    

Semua murid bersorak gembira ketika mendengar bel pulang dibunyikan. Termasuk juga Brisia, walau dia adalah murid yang pintar dan suka sekali belajar ia pun juga merasakan atmosfer kesenangan yang sama dengan murid-murid lainnya.

Gadis cantik itu mulai membereskan buku-bukunya lalu dimasukkannya kedalam tas, setelah itu ia dan juga murid murid lainnya mengikuti intruksi dari sang ketua kelas untuk berdoa.

"Bri, lo jadi kan nemenin gue ketemuan sama Kak Brian?" Tanya Ghea, teman sebangku Brisia seusai berdoa.

"Gue mau ada seleksi olimpiade. Kan lo juga tahu Ghe." Jawab Brisia, sebenarnya jika sedang tak ada acara pun dia malas menemani Ghea. Menemani dua orang yang tengah pendekatan tak akan jauh jauh dari dunia perkacangan dan obat nyamuk.

"Nanti malem. Mau ya Bri? Please.." Ucap Ghea memohon.

"Males ah, mending tidur kalau malem sih."

Ghea mengerucutkan bibirnya, ia terus merengek seperti anak kecil. Ghea meminta agar Brisia mau menemaninya bertemu dengan Brian.

Brisia menghela napasnya berat, ia menyerah juga pada akhirnya. "Iya, gue mau." Jawab Brisia dengan sangat berat hati.

Ghea langsung saja tersenyum bahagia setelah permintaannya dikabulkan oleh sahabatnya itu.

Setelah melihat senyuman dari sahabatnya itu Brisia bergegas meninggalkan kelas dan menuju ke ruang pembinaan olimpiade, mengingat seleksi itu akan dilaksanakan tiga puluh menit lagi. Masih cukup lama memang, namun dengan berada disana rasa nya lebih baik dari pada di kelas mendengarkan khayalan-khayalan Ghea seperti biasanya.

Tak ada yang menarik di sepanjang koridor menuju ruang pembinaan olimpiade. Sekolah sudah cukup sepi memang, hanya tinggal tersisa beberapa murid. Beberapa ada yang tengah menggunakan wifi sekolah untuk mengerjakan tugas. Beberapa lainnya adalah pasangan gak modal, yang kencannya di depan kelas.

Ruang pembinaan olimpiade belum begitu ramai, yang hadir disana hanya baru beberapa orang. Brisia tak begitu mengenal mereka semua, namun mereka semua mengenal gadis itu. Brisia memang cukup populer di sekolahnya. Kecantikan dan segudang prestasi yang di milikinya lah yang mengantarkan dirinya sampai ke titik ini. Brisia hanya tersenyum simpul menanggapi sapaan dari siswa lainnya.

Gadis itu meletakkan tas ransel berwarna merahnya di sebuah kursi yang terdapat di pojok ruangan. Ia memilih tempat itu karena jauh dari keramaian, dengan begitu Brisia bisa berkonsentrasi mempelajari materi yang akan diujikan nanti.

Sepuluh menit pertama semua berjalan seperti apa yang Brisia harapkan, sepi, tenang dan kondusif. Namun kini semua siswi yang duduk duduk di depan ruangan mendadak berteriak histeris memanggil satu nama. Devano.

Brisia mengerenyit heran, untuk apa cowok itu melintas disini? Beragam spekulasi mulai muncul di otaknya.

Spekulasi pertama, ruang pembinaan olimpiade ada di lantai dua dan itu terdapat di ujung. Tak mungkin kalau Devano ingin ke suatu tempat dan melewati ruangan ini karena jalan di depan adalah buntu.

Spekulasi kedua sama tidak masuk akalnya. Masa iya Devano mau mengikuti seleksi ini? Seorang Devano yang terkenal rajin bolos dan rajin tidur dikelas mana mungkin ikut seleksi seperti ini.

Rasanya yang paling mungkin adalah spekulasi yang terakhir. Gebetan atau mungkin pacar baru cowok itu sedang mengikuti seleksi olimpiade matematika ini. Oleh karena itu cowok itu ada disini.

Brisia tak mau memikirkannya lebih lanjut. Itu sama saja buang buang waktu, pikiran, dan tenaga. Lagi pula tak ada untungnya juga bagi dirinya. Gadis itu mulai memfokuskan dirinya lagi ke rumus rumus matematika yang ada di hadapannya.

BRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang