Bagian 6

29 2 2
                                    

Chapter ini agak panjang.

Semoga masih betah membacanya ^^

=====




Bagian 6

Aku berharap jarak mampu menghapus jejakmu. Namun rindu terus berbisik pada hati, membuatku mengenangmu tanpa henti.

Perlu waktu lama untuk menemui rekan-rekanku. Mereka yang berada di Laut Jawa menyambutku dengan hangat. Boss bahkan menepuk pundakku karena terlalu lega melihatku baik-baik saja.

Boss menceritakan kegiatan mereka selama beberapa hari selama kami tidak bersama. Sama seperti biasanya. Mencari makan, berkumpul di laut yang sama. Menunggu rekan lain. Beberapa yang dulu masih di Kota Dalam Air sudah bergabung. Aku anggota terakhir yang terlambat datang.

Harusnya aku merasa lega. Akhirnya aku bertemu kembali dengan teman-temanku. Namun, hatiku masih merasa sedih. Merasa tempatku bukan di sini tapi di Pulau Samudra yang jauh di sana.

Boss menepuk pundakku. Tepukan yang mengingatkanku pada sosok di pulau yang menatap kepergianku dengan sedih. Apakah dia masih menangis? Atau berusaha berbaur dengan teman-teman seperti yang kulakukan meski hati ini terasa remuk?

Mendadak aku merasa mataku menghangat. Mengingatnya membuatku kembali ingin terisak. Mengapa perpisahan menjadi begitu sulit? Kenapa hanya dalam waktu yang singkat saja dia bisa menguasai pikiranku? Padahal kami baru beberapa hari bertemu. Padahal kami hanya menghabiskan waktu sekian jam untuk bercengkrama, makan dan bercanda. Mengapa dia bisa meninggalkan kesan yang begitu dalam di ingatanku?

"Hei! Jangan sedih! Terpisah bersama teman kelompok itu hal biasa ketika bencana alam terjadi. Sekarang kau sudah bertemu kami. Bergembiralah." Boss menyenggol bahuku. Dia juga memberikan ekpresi jenaka khas dirinya agar aku merasa terhibur.

Aku memaksakan senyum. Mencoba terlihat gembira sebisaku.

"Kau tahu," Gembul, rekan kelompokku yang bertubuh padat berisi merangkulku dengan lengannya. "Jika seminggu saja kau tidak datang, kami akan menganggap kau tiada," ujarnya. Dia terkekeh bersama dengan rekan yang lain.

"Jadi, di mana kau selama beberapa hari ini? " Silvia, lumba-luma wanita yang sebenarnya paling cantik di kelompok kami bertanya. Dia sudah resmi menjadi milik Gembul. Entah apa pesona yang Gembul miliki sampai Silvia begitu menyukainya.

Suara lembut Silvia menyentuh pendengaranku. Kelembutan dan pertanyaannya membuatku teringat dengan wanita berambut hitam di tepian pantai itu lagi.

Aku tersenyum getir. Menahan sedih yang lagi-lagi bergejolak di dadaku. "Di pinggir pantai pasir putih sana," kataku pelan sambil menatap ke arah Utara.

Gembul bersiul. "Kau terdampar di Pulau Samudra?" tanyanya takjub.

"Di bagian pantainya yang sunyi," jelasku lagi agar Gembul dan yang lain tidak berlebihan dalam bereaksi.

"Kukira kau terdampar di keramaian," kata Gembul sambil terkekeh.

Aku menggeleng.

Kali ini Boss merangkul sambil menarikku. "Sudah, kita mencari tempat istirahat dulu. Kau pasti lelah berenang jauh ke sini. Ayo!"

[]

Semula kupikir aku tak akan merindukan Pantai Pasir Putih itu lagi. Kupikir aku akan kembali sebagai Banyubiru yang tak terlalu mengakrabi manusia. Banyubiru yang hanya berlalu begitu saja jika bertemu Manusia. Sayangnya, setelah pertemuanku dengan satu-satunya manusia itu tak pernah seharipun aku melupakannya.

Jika matahari mulai merayap di balik cakrawala, aku akan teringat sosok Manusia yang duduk di pinggir pantai. Teringat dengan semburat jingga yang menyentuh kulitnya. Aku akan teringat cara dia memandangku dan langit bergantian. Teringat cara dia tersenyum.

BANYUBIRU 100 Bunga Matahari (Revisi) Karya Orina FazrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang