Kepingan Enam Belas

3.6K 145 19
                                    

Matahari sudah meninggi, cahayanya terang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Matahari sudah meninggi, cahayanya terang. Langit Jakarta Timur biru cerah. Tampaknya cuaca hari ini mendukung prosesi akad nikah yang akan berlangsung sore nanti.

Di rumah Dinar, kesibukan melipat ganda. Keluarga Dinar banyak yang sudah berkumpul, mereka bahkan ada yang telah rapi, padahal akad nikah berlangsung enam jam lagi. Sementara itu sebagian lagi masih belum tampak batang hidung, ada yang masih terperangkap di salon, ada yang masih berada di rumah blok C dan D. Tante Merry dan Om Bagas berkali-kali menelepon memastikan persiapan akad ke pengurus masjid, sebab mereka yang paling bertanggung jawab dengan keadaan di sana. Belum lagi mengecek kesiapan di ballroom Hotel Jaya Persada. Orang tua Dinar mewanti-wanti pihak event organizer agar resepsi nanti malam haruslah sempurna. Kadang mereka juga menghubungi Ayah Rishi, menanyakan kondisi mempelai pria. Apa Rishi deg-degan, antusias atau apalah. Ayah Dinar sudah sejak pagi sudah tak sabar menjadi wali nikah.

Sedangkan orang salon sejak subuh memang sudah stand by di rumah itu. Mereka datang khusus untuk memoles mempelai wanita berserta orang tuanya.

Di kamar, Petty baru saja membuka mata. Diliriknya jam, pukul 10.15 pagi. Ternyata subuh menjadi pengantar tidur yang baik. Meski demikian perasaannya sulit diperbaiki, bayang-bayang semalam masih kuat di ingatan seolah baru saja terjadi. Mendapati kenyataan orang yang dicintai akan menikah dengan sahabat sendiri, seperti menikam jantung menggunakan belati. Andai dulu dia tidak pernah bertemu Rishi di pelabuhan, andai dia tidak pernah membantu Rishi untuk tinggal serumah di Tanjung, andai dia tidak terbawa arus perasaan ketika Rishi mendaratkan ciuman di bibirnya. Dan pagi ini di balik selimut, terlalu banyak 'andai' yang hilir mudik di kepala Petty.

Semestinya ketika tahu Rishi sebagai Alf sekaligus mempelai pria, Petty jauh-jauh hari mengubur perasaannya. Toh setahun lalu, tidak ada komitmen di antara mereka. Ada hal penting yang Petty sadari; jika sulit merelakan ketika kehilangan sesuatu, sebaiknya tidak memilikinya sejak awal. Sebab perasaan akan menjadi egois ketika cinta direbut orang lain.

Petty bangkit dari ranjang. Di mejanya sudah ada empat potong roti, segelas susu dan segelas air putih. Pasti Bi Ina yang membawakannya. Petty tidak menyentuh makanan itu. Dia malah ke jendela, menyingkap tirai, lalu membuka jendela membiarkan udara dan cahaya bertamu di dalam kamar. Wanita itu memandang situasi di luar, memantau aneka pepohonan yang menjadi batas antara blok A dan blok B perumahan. Di depan jendela Petty sebisanya meredam rasa kehilangan yang masih menyakitinya.

Puas berdiri di depan jendela, Petty menuju lemari. Dia mengeluarkan koper di sisi paling bawah. Baju-baju satu per satu dia lemparkan ke atas ranjang. Segalanya, sehingga tampaklah ruang kosong di benda tinggi tersebut.

Petty melipat-lipat pakaian; baju, blazer, jeans dan dress. Dia menata semuanya rapi di dalam koper. Makeup-nya di meja rias pun menjadi sasaran berikutnya. Dia menutup ritsleting sehingga terdengar bunyi gesekan. Wanita itu kemudian menatap diri di cermin rias. Wajahnya kuyu, kantong matanya melorot dan hitam. Ini akibat waktu tidur yang kurang.

Hello You [Completed]Where stories live. Discover now