Chapter 3: Wawancara

41.5K 4K 107
                                    

Hari Rabu, hari dimana kelas sepuluh MIPA 1 alias kelas Naura mendapat jadwal olahraga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari Rabu, hari dimana kelas sepuluh MIPA 1 alias kelas Naura mendapat jadwal olahraga. Pagi itu, semua murid kompak mengenakan seragam olahraga berwarna biru. Dengan posisi yang tidak beraturan, mereka duduk di hadapan Pak Setyo yang tengah berdiri. Beberapa anak laki-laki menselonjorkan kakinya, beberapa ada yang duduk bersila, ada juga anak-anak yang tidur-tiduran di lantai lapangan.

Naura menatap malas laki-laki paruh baya yang berdiri di hadapannya itu. Ia hanya diam. Beberapa anak perempuan sudah lebih memilih untuk mengobrol dengan yang lain. Menghiraukan Pak Setyo yang tengah berbicara panjang lebar mengenai ia yang kemarin sempat mampir ke toko buah dan membeli durian seharga lima puluh ribu rupiah. Namun sayang, Pak Setyo dibuat kecewa karena durian yang ia beli sebagian ada yang sudah busuk.

Sedari tadi, tidak henti-hentinya Pak Setyo mengeluh dan sedih karena ia merasa dirugikan. Rugi ia membeli dua buah durian. Uang seratus ribu rupiah miliknya terbuang sia-sia hanya untuk membeli buah busuk. Padahal, uang sebesar itu bisa digunakan untuk membeli hal lain yang lebih bermanfaat. Seperti membelikan buku untuk cucunya, mungkin?

Ah, Naura bosan. Setiap olahraga Pak Setyo tidak pernah memberikan penjelasan mengenai materi olahraga. Hal yang selalu laki-laki paruh baya itu lakukan hanyalah curhat ini-itu, membahas hal yang sejatinya tidak terlalu penting untuk murid-muridnya.

Beberapa kali anak-anak lain mengintrupsi Pak Setyo dengan menanyakan kapan dimulai olahraga, tetapi Pak Setyo hanya menjawab 'nanti'.

"Pak, sekarang boleh main futsal?" tanya Galuh, salah satu murid yang terkenal tampan di kelas. Banyak murid perempuan yang menyukainya dan salah satunya adalah Lala.

"Iya, Pak. Sudah jam berapa ini," ucap Farih membantu Galuh.

Pak Setyo melihat jam tangannya. "Baiklah, sekarang kalian boleh olahraga. Kalian olahraga sendiri, ya. Bapak masih ada tugas yang harus dikerjakan di kantor."

"Oke. Siap, Pak!"

Naura dan yang lainnya segera beranjak berdiri. Beberapa anak laki-laki berlari ke gudang olahraga untuk mengambil bola. Lala mendekati Naura.

"Heran, deh, aku. Pak Setyo kayaknya emang enggak niat ngajar. Alasan aja tuh ada tugas di kantor. Paling aslinya molor kalau enggak makan."

Naura tertawa. "Pelan-pelan juga bisa, kan, La, ngomongnya. Pak Setyo dengar, bisa diamuk kamu," ucap Naura.

"Ih, habisnya sih ngeselin."

Naura menggeleng-gelengkan kepalanya. "Emang iya, sih. Dari dulu juga gitu. Tapi, ya enggak apa-apa. Untung di kita-kita juga, kan, bisa free class."

"Tapi, kalau kita enggak pernah dikasih materi susah juga besok di penilaian akhir semester, Ra. Awas aja, tuh guru kalau ngasih soal-soal yang susah," ucap Lala masih merasa kesal. Naura hanya terkekeh pelan. Mereka berjalan menuju pinggir lapangan. Melihat beberapa anak cowok yang bermain futsal.

Mantan Rasa Pacar [END]Where stories live. Discover now