Chapter 67: Not Ready Yet

119 5 0
                                    

>>Eps. Lalu...
Ya, aku harus kembali ke belakang panggung. Masih ada yang aku harus selesaikan sekarang. Aku memasang kembali penutup mata dan topiku lalu ikut dengannya, bergegas ke belakang panggung.
.
.
.
.
.

<<narasi Anabeth>>

Acara telah berakhir dengan sukses. Akhirnya, aku bisa kembali menjadi diriku sendiri... ups, bukan yang wujud asli, namun kembali ke kehidupanku sebagai 'manusia'.

Mengenai apa yang terjadi pada Tony belum terjawab sama sekali. Nampaknya saat ia kembali ke panggung, dirinya sudah terlihat biasa-biasa saja. Mencurigakan.

Kami sampai di rumah kurang lebih pukul 7 malam. Sebenarnya kami bisa pulang lebih awal kalau saja Sir Orris tidak berbicara panjang lebar, mengevaluasi kami para pemain satu persatu dengan sangat detail. Untung saja Sir Orris tidak terlalu membahas mengenai adegan ciuman aku dan Tony, kalau tidak kami bisa pulang lebih malam dari ini! Aku sangat lelah, aku ingin segera mandi dan mengubah kembali wujudku!
.
.
.
.
.

<<narasi Tony>>

Hah... seharian kami berada di sekolah dan pada akhirnya selesai sudah. Aku telah selesai mandi dan berbaring di kasurku. Air panas benar-benar manjur untuk menghilangkan lelah, rasanya semakin nyaman ketika aku berada di kasurku bersama boneka-boneka kesayanganku.

. . .

Hanya badanku yang terlepas dari kelelahan, namun tidak dengan batinku. Hatiku masih tidak benar-benar tenang mengenai program sekolah tadi. Dalam diriku masih bergejolak, seperti masih ada perdebatan di dalam hatiku.

Klek!

Pintu kamarku dibuka dan Anabeth masuk ke dalam, telah menggunakan baju tidur dan berwujud asli. Bagiku wujud aslinya itu tidak seram. Aku sudah terbiasa melihatnya sehingga tidak ada rasa takut sama sekali terhadapnya.

"Oh, Anabeth..."

". . ."

Anabeth berjalan ke arah kasurku dan duduk di sebelah kananku. Ia mengubah wujudnya kembali ke wujud manusia dan kini nampaklah ekspresi kekhawatiran di wajahnya. Ia lalu menengokkan kepalanya ke arah wajahku.

"Kau membuatku khawatir hari ini, Tony."

". . ."

"Sebenarnya ada apa? Kayaknya ada sesuatu yang menjadi beban dalam pikiranmu."

Anabeth memancingku. Apakah ini saat yang tepat untuk mengatakannya? Jujur, aku merasa gugup untuk mengungkapkannya. Sejenak aku terdiam untuk menenangkan pikiranku.

". . . Anabeth."

"Ya?"

". . . Aku menyukaimu."

"Ya, aku tahu, oke? Aku juga menyukaimu walau kau ini manusia~"

"Bukan itu maksudku."

"???"

"Aku... merasa kau adalah perempuan yang sempurna untukku. Bagiku kau telah melengkapi hidupku walau ini baru berjalan 1 tahun lebih. Kau begitu spesial sampai aku tidak bisa terlepas darimu."

"Kupikir aku ngga terlalu kayak gitu kok. Hahah, Tony, kadang kamu terlalu berlebihan dalam mengungkapkan perasaanmu! Aku juga suka padamu. Tapi kalau menurutmu begitu, tak apa, selagi kita bisa saling menerima satu sama lain."

Anabeth tersenyum begitu saja. Senyuman yang tulus namun lugu. Senyumnya berangsur-angsur menghilang, berganti kembali ke wajahnya yang resah. Ya, karena aku belum menjawab pertanyaannya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Tony! Kau nampaknya punya masalah hari ini. Ayo, ungkapkan saja padaku."

Wajahnya tak sabar menunggu. Apa ini saat yang tepat untuk mengatakannya? Bagaimanakah reaksinya nanti? Apa dia akan biasa saja seperti biasanya? Ya, aku memutuskan untuk mengungkapkannya kepada Anabeth.

Black HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang