🌹1🌹

8.8K 421 56
                                    

Kembang api terlempar ke udara mengeluarkan percikan api yang bersinar laksana bintang yang berkerlip di malam hari.

Suara tabuhan alat musik dan tari-tarian dari para dayang semakin meramaikan perayaan pesta di malam ini.

Ucapan doa dan selamat mengalir deras dari para tamu undangan. Mereka memuji kami sebagai pasangan yang serasi dan juga romantis, seperti pasangan yang baru menikah katanya, padahal usia pernikahan kami sudah memasuki tahun ke tiga.

Aku hanya tersenyum manis seolah mengiyakan semua ucapan yang mereka katakan, padahal dalam hati merasa miris karena pada kenyataannya hubungan ini tidak seindah dan seromantis yang orang lain pikirkan.

Malam semakin beranjak larut, namun keramaiannya ini belum akan berakhir. Rasa lelah mulai bergelayut di kelopak mata, rasa riangpun berubah menjadi perasaan bosan entah sampai berapa lama situasi ini akan berlangsung. Sesekali mulutku harus terbuka karena menarik nafas, sesekali pula tanganku tergerak untuk menutupnya, jika di hitung-hitung entah sudah berapa kali diriku menguap karena saking mengantuknya.

“Apa kau lelah?” tanya Yang Mulia padaku yang hanya aku jawab dengan senyuman dan anggukan halus.

“Kalau begitu beristirahatlah!” ucapnya lagi padaku.

Oh, demi Tuhan, kalimat itulah yang aku tunggu sedari tadi. Jika Yang Mulia sudah mengijinkanku pergi tidak ada alasan bagiku untuk terus bertahan berada di pesta yang mengharuskanku menampilkan wajah palsuku, tersenyum seolah aku adalah wanita yang paling bahagia di dunia ini padahal aku hanyalah wanita malang yang terjebak pada situasi yang rumit.

Aku berjalan bersama Aiko, dia adalah dayang utama yang secara pribadi mengabdikan hidupnya untukku. Usianya 5 tahun lebih tua dariku dan sangat loyal padaku, aku lebih menganggapnya seperti seorang kakak perempuanku dari pada pelayan. Dia sangat bijak dalam memberikan masukan dan juga nasehat sehingga aku benar-benar nyaman saat bersamanya.

Kami berdua berjalan menelusuri lorong sepi menuju istana mawar, istana pribadi tempat peristirahatanku.

Jalanan menuju istanaku memang sangat sepi karena pusat keramaian saat ini berada di istana utama tempat diselenggarakannya acara pesta ulang tahun pernikahanku dan juga Yang Mulia.

Harusnya aku tetap berada di pesta itu, tetap berada di samping Yang Mulia sampai pestanya usai. Tapi karena aku merasa bosan jadinya tidak ada gunanya juga aku bertahan. Lagipula Yang Mulia pasti akan memilih menikmati keindahan pesta bersama dengan seseorang pilihan hatinya.

“Yang Mulia” panggil Aiko padaku, aku langsung menghentikan langkahku, menoleh dan ia tertunduk saat mendapat tatapan dariku.

“Apa Anda baik-baik saja?” tanya Aiko dengan kepala yang masih tertunduk.

“Tentu.” jawabku tanpa beban.

“Apa Anda bahagia?” tanyanya lagi masih dengan kepala menunduk.

Sejenak aku menghela nafas, rasanya agak berat menjawab pertanyaan itu.

“Tentu,” ucapku sambil berpaling lalu mengambil tindakan melanjutkan langkah yang sempat terhenti.

“Jangan mempertanyakan apapun Aiko.” ucapku di sela langkahku. Aiko tak menjawab tapi aku rasa Aiko mengerti maksud perkataanku.

Aku tahu, tak peduli aku memberikan jawaban dengan ekspresi wajah terbaikku, jawabanku tetap tidak akan membuat Aiko puas. Aiko bukanlah orang asing yang tidak tahu apa-apa. Dia telah bersamaku sejak aku masih kecil, sudah di pastikan apapun yang terjadi padaku Aiko akan mengetahuinya dengan baik.

Aku memasuki kamarku dan Aiko masih setia mengekor di belakangku, ia tidak akan berhenti mengikutiku sampai aku membaringkan tubuhku di tempat tidur atau pada saat aku sedang bersama Yang Mulia.

Frozen FlowerWhere stories live. Discover now