1. Buku Kosong dan Nenek Pendongeng

1.4K 154 1
                                    

"Bisakah kau membawaku ke duniamu?" tuntutku penuh harap pada seorang wanita tua yang menjadi penjaga perpustakaan desa.

Wanita itu sering dipanggil Nenek Pendongeng dan rumor mengatakan kalau ia berasal dari negeri dongeng. Namun, bagiku yang sudah lama menghabiskan waktu bersamanya, Nenek Pendongeng memang berasal dari negeri dongeng.

Si Nenek Pendongeng tersenyum sendu atas pertanyaanku, ia lalu balas bertanya, "Apa kau yakin Ilona?"

Aku mengangguk mantap. "Dunia ini terlalu terkutuk," keluhku.

Tawa si Nenek Pendongeng seketika menggema renyah.

Aku tidak peduli ia mengolokku. Apa yang kukatakan memang benar adanya. Jadi tanpa menunggu tawanya selesai, aku melanjutkan penjelasanku. "Di sini tidak ada makhluk indah yang benar-benar pantas dipuja. Orang-orang yang enak dipandangi, semuanya menyebalkan. Tumbuhan yang kulihat juga tidak begitu ajaib, hewannya tidak bisa bicara, dan pemandangannya biasa saja. Berbeda dengan dunia yang sering kau ceritakan. Aku ingin melihat rumah para peri, bermain dengan kelinci raksasa, mengunjungi pangeran di kastil megahnya—"

"Kau mendambahkan pangeran di usiamu yang bahkan baru 11 tahun?" Nenek Pendongeng berdecak. "Sepertinya aku sudah salah memilih cerita untukmu."

Aku menggeleng keras. "Kau justru membuat hariku tidak terasa terlalu mengerikan. Kau tahu sendiri betapa menyebalkannya desa ini."

Sekali lagi senyum sendu terlukis di wajah si Nenek Pendongeng. "Kau agak salah paham, Ilona. Di negeriku juga ada banyak hal yang tidak menyenangkan. Bahkan bisa dikatakan tempatku justru lebih terkutuk dari dunia ini."

"Masalahnya, aku tidak cocok dengan dunia ini. Ia dengan rajin memberiku banyak hal tak menyenangkan, seakan ingin mengusirku. Aku juga tak begitu menyukai semua kenormalan membosankannya," protesku. "Sedangkan di negerimu, orang-orang sepertiku pasti akan sangat betah. Seperti kisah tentang gadis penjaga gerbang dengan teko retak dan cangkir bocor yang selalu terisi penuh, lalu kisah bocah traumatis dan para peri mimpi, ada juga Negeri Sayap dengan rumah dan perabotan yang bersayap."

Nenek Pendongeng berdeham untuk menghentikan ocehanku, kemudian ia sendiri mulai berceloteh. "Kalaupun kau pergi ke sana, kau tidak akan menemukan semua itu. Cara kerja negeriku agak berbeda. Setiap jiwa yang menjelajahi tempat itu akan disuguhkan hal berbeda."

"Itu lebih bagus lagi," pekikku semangat. "Makhluk fantasi dan tempat luar biasa yang hanya untukku. Luar biasa. Kapan kita bisa berangkat? Aku sudah melakukan banyak kebaikan. Aku membantu setiap orang yang kutemui meski aku tak begitu ingin. Aku juga memasang senyum ramah hampir setiap saat hingga wajahku pegal. Harusnya aku sudah memenuhi syarat untuk menjadi penjelajah dongeng seperti yang sering kau ceritakan."

Nenek Pendongeng menghembuskan nafas berat. "Sayangnya kau masih belum memenuhi syarat, Ilona. Namun, kalau kau tetap berkeras, akan tiba masanya di mana kau akan ke negeri itu. Saat kisahmu sudah memenuhi syarat untuk diceritakan, setetes air mata emas akan membukakan jalan bagi api tiga warna yang datang menjemputmu. Hingga saat itu tiba, jagalah buku ini."

"Buku?" tuntuku tak percaya seraya menerima sebuah buku tebal yang disodorkan si Nenek Pendongeng. Saat kubuka, buku itu hanya berisi lembaran-lembaran kosong dari awal hingga akhir. "Untuk apa pula ini? Kenapa aku belum memenuhi syarat? Hidupku sudah menderita, aku sudah berusaha menjadi gadis baik, apa lagi yang kurang?"

"Suatu hari, Ilona. Suatu hari nanti kau akan menemukan sendiri jawabannya. Kau akan melihat suatu syarat yang belum kau pahami sekarang."

Nenek Pendongeng tidak terdengar senang. Aku yakin ia enggan membagi negeri ajaibnya dengan siapapun. Aku pun pasti akan begitu jika menjadi dirinya.

"Lalu untuk apa buku ini?" tuntutku sedikit kesal. "Apa ini sejenis buku petunjuk? Kunci? Atau mungkin portal? Atau—"

"Kau akan tahu nanti."Nenek Pendongeng tersenyum aneh sebelum melanjutkan dengan suara misteriusnyayang amat kusukai. "Kau ingat saat orang-orang mencemoo negeriku sebagaidongeng yang hanya ada di dalam buku? Mereka tidak sepenuhnya salah." 

Jiwa Penghuni DongengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang