7. Alam Nyata dan Gadis Yang Diserang Memori

713 94 14
                                    


Di langkah selanjutnya, kudapati diriku tidak lagi berada di negeri dongeng. Aku kembali ke Alam Nyata. Di belakangku tak ada lagi api tiga warna, hanya sisa-sisa kayu yang dulunya bersatu menjadi rumah.

Tak ada api. Tak ada suara memanggil pertolongan.

Seketika serbuan memori dan pengetahuan menghantam kepalaku hingga aku tersungkur.

Pandanganku mengabur, tetapi aku bisa menangkap gambaran samar sebuah buku yang tergeletak di dekatku. Sayangnya, gambaran itu segera kehilangan fokusku saat berbagai emosi menyeruak. Kemarahan, bahagia, bingung, serta berbagai hal lain berkecamuk dan bersekongkol menyerbuku.

"Bagaimana bisa kau sampai gagal tes?" sosok Nenek Pendongeng nampak memungut buku tua yang tergeletak di sampingku.

"Aku justru merasa lebih baik," sanggaku seraya bangkit berdiri. Aku memang sudah merasa demikian. Memoriku sudah kembali utuh dan pemahaman melingkupiku. Jika sebelumnya perkataan si Gadis Bermahkota Api terdengar seperti tuduhan mengerikan, sekarang aku justru paham kenapa tindakkan tersebut layak dilakukan. Yah, aku melakukan upaya pembunuhan dan tidak begitu merasa bersalah. "Apa mereka sudah mati?"

Nenek Pendongeng menggeleng. "Kau berhasil menyelamatkan ayah dan adikmu dalam tes, jadi jiwa mereka tidak bisa diklaim Negeri Para Terkutuk. Keduanya sekarang ada di rumah sakit, mereka hidup dan selamat dari kutukkan mengerikan."

"Dan aku justru mendapatkan kaki yang baru," seruku girang. Tubuh fisiku tak lagi cacat. Kaki busuk yang sudah teramputasi kini menjadi kaki jenjang idaman para gadis.

"Masalahnya, kau tidak lagi menjadi bagian dunia ini," ujar Nenek Pendongeng. "Tubuh fisikmu yang sesungguhnya sudah dikebumikan—"

"Bukankah itu justru bagus?" sergaku, "Aku mendapatkan apa yang dari dulu kuimpikan."

"Negeri Dongeng bukanlah tempat untuk orang hidup. Apalagi Negeri Para Terkutuk. Berbeda dengan tes yang kau jalani, mulai sekarang kau akan menjalani kisah orang lain. Kebebasan penuh dalam memilih tidak berlaku dalam Negeri Para Terkutuk. Kau dikutuk bermain peran untuk waktu yang sulit diukur. Bukan hanya dongeng manis yang biasa kau sukai, kau juga akan menjalani dongeng gelap yang tidak patut dibaca anak-anak. Lagipula, kakimu bukanlah sesuatu yang pasti. Kau mungkin akan utuh di suatu kisah, dan cacat di kisah lainnya."

"Apa ngerinya, semua kata-katamu justru terdengar seperti petualangan menyenangkan."

Nenek Pendongeng menghela nafas berat. "Saat dongeng berakhir, semua tokoh lain akan lenyap sementara kau akan terus di sana, menanti cerita lain untuk kau jalani. Artinya kau akan mencintai dan ditinggal pergi jutaan kali. Kau tidak akan memiliki pendamping yang bertahan lama. Kebahagiaan dan deritamu hanya akan sesingkat satu percikan air di tengah gurun.

"Tidakah kau berpikir? Selama ini kau memaksakan diri untuk melakukan kebaikan demi pergi ke negeri dongeng. Namun aku tak pernah membawamu ke sana. Saat kau pada akhirnya memilih untuk membunuh kedua anggota keluargamu, kau justru menemukan dirimu dijemput ke negeri dongeng. Menurutmu dongeng seperti apa yang menanti seseorang tanpa niat baik? Seseorang yang ingin melepas semua tugas dan tanggung jawabnya di dunia dan kabur ke dunia lain? Negeri Para Terkutuk bukanlah tempat pelarian yang akan kau sukai Ilona."

"Apa aku punya pilihan lain sekarang?" tuntutku, "Tidakkah nasehatmu sudah sangat terlambat? Aku sudah gagal tes, dan kau di sini akan menjemputku kembali ke duniamu. Apa aku salah?"

Senyuman mengerikan merekah di wajah si Nenek Pendongeng. "Kau benar. Dirimu sudah tidak terselamatkan lagi. Aku hanya terlalu menikmati sandiwaraku sebagai orang yang bijak dan baik hati. Jadi, selamat bergabung dan selamat menikmati perjalanan panjangmu di Negeri Para Terkutuk. Aku mengandalkanmu sebagai tokoh antagonis dalam beberapa cerita pilu yang akan terpajang di perpustakaanku nanti."

Nenek pendongeng pun membuka buku di tangannya. Seketika api tiga warna kembali menampakkan diri dan detik selanjutnya akulah yang tidak nampak.


===

Jiwa Penghuni DongengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang