Last Concert >> January 28th, 2015 × pt 1

3K 397 121
                                    

03.45 AM

Beep. Beep.

Beep. Beep.

Suara beep dari sebuah monitor itu terus mengisi kamar dengan fasilitas VIP ini selama lebih dari 32 jam tanpa henti. Suara beep itu terus berbunyi dengan kecepatan yang sama, menandakan jantung seorang pria berusia hampir 21 tahun yang sedang tidak sadarkan diri itu berdetak dengan normal.

"Ugh..." pria asal Wolverhampton itu mengucek mata sebelah kirinya sebelum akhirnya mengedipkan kedua matanya beberapa kali lalu membukanya dengan perlahan. Matanya sedikit menyipit, menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke dalam matanya, lalu akhirnya terbuka penuh ketika ia mendengar kembali suara isakan pelan yang telah membangunkannya dari hal yang paling sulit dilakukannya dua hari ini— tidur.

Ia pun berdiri dari sofa yang ia gunakan untuk tidur tadi malam bersama dengan dua sahabatnya yang lain, lalu berjalan mendekat ke arah pria Doncaster yang masih belum mau berhenti menangis di hadapan sahabat keritingnya yang sedang tidak sadarkan diri itu.

"Lou..."

"He's my b-best mate, Li. But he doesn't... I don't..." Liam tahu Louis tidak akan sanggup melanjutkan ucapannya, jadi ia menarik sahabatnya itu ke dalam pelukannya. Liam memeluknya dengan erat. Ia berusaha untuk tidak ikut menangis bersama Louis karena ia tidak mau membuat Louis semakin larut dalam kesedihan.

"Kita semua tidak ada yang mengetahui hal ini, Lou," Liam mengusap punggung Louis, berusaha membuatnya berhenti menangis. "Shhs... Harry tidak akan senang jika ia tahu kau terus menerus menangisinya," lanjut Liam dengan suara nyaris berbisik.

Louis yang masih berada di dalam pelukan Liam mulai merasa sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Dengan kakinya yang terasa lemas, ia melepaskan tubuhnya dari pelukan Liam lalu kembali menatap Harry yang masih belum memberikan tanda akan kesadarannya sambil menghapus air mata yang membasahi pipi dan dagunya.

"It's almost 4 in the morning. We should go back to sleep," Liam menepuk pundak Louis sambil tersenyum kecil. Ia pun berjalan ke arah sofa yang letaknya bersebelahan dengan sofa yang sedang Zayn dan Niall tiduri.

Louis mendekatkan bibirnya ke telinga Harry, berharap Harry bisa mendengar ucapannya.

"Cepat bangun, Hazz," dengan itu Louis pun berjalan mendekati Liam, lalu duduk di sofa yang sama dengannya.

Sebelum tidur, ia melirik ke arah dua sahabatnya yang masih lelap dalam tidur masing-masing. Niall menjadikan paha Zayn sebagai bantal tidurnya dengan wajah yang ia hadapkan ke perut Zayn, sedangkan Zayn menaruh kedua tangannya di sekitar leher Niall dengan kepala yang di sandarkan di punggung sofa.

"Jika situasinya sedang tidak seperti ini, aku ingin sekali mengganggu mereka," ucap Louis lalu tertawa kecil. Liam yang mendengarkan pun ikut terkekeh sebelum akhirnya ia melipat kedua tangannya di dada dan mulai kembali memejamkan matanya dan mengistirahatkan tubuhnya.

Louis tidak benar-benar tertawa tadi, ia hanya ingin membuat Liam tidak mengkhawatirkan keadaannya. Tapi perkataan Liam ada benarnya juga, jika Harry melihatnya sedang menangis saat terbangun nanti, Harry pasti tidak akan senang. Ia pun akhirnya melipat kedua tangannya di dada, sama seperti yang dilakukan oleh Liam, lalu memejamkan kedua matanya dan berusaha untuk tidur.

***

11.02 AM

"AKU LAPAR!" teriak Niall tiba-tiba ketika suasana di dalam kamar rawat Harry sedang sepi.

Liam yang sedang menutup matanya dan memikirkan sesuatu langsung membulatkan kedua matanya dan nyaris terjatuh dari sofa. Zayn yang sedang berkirim pesan dengan Perrie melempar ponselnya dengan tidak sengaja dan berakhir dengan ponselnya yang terjun bebas ke atas lantai. Louis yang sedang duduk di sebelah ranjang Harry dengan kepalanya yang ditaruh di atas tangan kanan Harry langsung mendorong tubuhnya ke belakang dan berakhir dengan punggungnya yang mencium lantai.

"NIALL!" teriak Louis, Liam, dan Zayn bersamaan. Tentu saja mereka terkejut karena Niall berteriak ketika suasana di dalam kamar rawat Harry benar-benar sedang sepi. Louis pun berdiri sambil meringis lalu membenarkan posisi kursi yang terbalik karena ia terjatuh kebelakang. Zayn mengambil ponselnya yang tergeletak di atas lantai dan Liam membenarkan posisi tubuhnya.

"What?" tanya Niall dengan polos. "Aku lapar!" rengeknya lagi sambil memajukan bibir bawahnya. Ketiga sahabatnya tidak bisa menyalahkan Niall karena memang terakhir kali mereka memasukkan sesuatu ke dalam perut mereka itu tadi malam.

"Baiklah, baiklah. Kita makan di kafetaria rumah sakit saja," ucap Liam menanggapi rengekkan Niall.

"Tidaaak! Aku mau makan Nando's!" Niall kembali memajukan bibir bawahnya. Kali ini ditambah dengan lipatan kedua tangannya di dada. Louis, Liam, dan Zayn mengusap wajah mereka masing-masing dengan frustasi.

"Ni, di dekat sini tidak ada Nando's. Kita makan di kafetaria rumah sakit saja, oke?" ajak Liam mencoba memberikan pria Irish itu pengertian. Niall menggigit bibir bawahnya, berpikir.

Aku ingin Nando's. Nando's. Nando's. Pria batin dalam diri Niall menggerutu sendirian.

"Aku akan belikan Nando's untukmu nanti malam. Bagaimana?" Zayn berharap Niall mau menerima penawarannya. Niall masih tampak berpikir. "Sebanyak apapun yang kau mau," tambah Zayn yang mengerti jalan pikiran Niall.

"Setuju!" tanpa berpikir lama, Niall langsung menerima penawaran Zayn ketika penawaran itu keluar dari bibir Zayn. Liam dan Louis pun memberikan senyum terima kasih pada Zayn. "Ya sudah ayo kita pergi! Cacing-cacing di perut curi semua nutrisi," lanjut Niall sambil mengelus perutnya. Liam dan Zayn hanya bisa menggeleng melihat perilaku Niall lalu mereka berdiri dari duduknya, bersiap untuk pergi ke kafetaria rumah sakit.

"Lou, ayo!" ajak Liam ketika Zayn dan Niall sudah berjalan terlebih dahulu ke kafetaria.

"Aku akan menyusul," ucap Louis yang sudah berdiri tepat di sisi kiri ranjang Harry. Liam yang sudah berdiri di ambang pintu pun hanya bisa mengangguk sambil memberi sebuah senyuman pengertiannya.

Menutup pintu, Liam pun berjalan menyusul Zayn dan Niall. Louis pun kembali fokus pada sahabatnya yang terbaring lemah di atas ranjang.

"Hazz, wake up, please," Louis menatap tubuh Harry yang terlihat sangat pucat. "Kita semua merindukanmu."

Beep. Beep.

Beep. Beep.

Hanya suara beep lah yang menyahut ucapan Louis.

"Kau tidak ingat sebentar lagi kau akan bertambah tua? 4 hari lagi, Haz. 4 hari lagi. Kau tidak mau kan ketinggalan acara ulang tahunmu sendiri?" Louis menaruh tangannya di punggung tangan Harry. "Kita juga masih ada tour, kau ingat?"

Beep. Beep.

Beep. Beep.

"Kau tidak lelah tidur sepanjang hari dengan keadaan seperti ini? Kau tidak merindukan kami semua memangnya? Please, just open those green eyes."

Beep. Beep.

Beep. Beep.

"Okay, aku tahu kau tidak bisa menjawabku. Setidaknya berikan aku sebuah tanda bahwa kau mendengarkanku, Hazz," Louis menjatuhkan tetesan air matanya tepat di atas jari-jari besar milik Harry.

Dan dalam waktu 39 jam terakhir ini, jemari Harry bergerak untuk yang pertama kalinya.


***

Oke, ini belum dapet feels nya dan pendek. Tapi gue mau tahu, ada yang minat ga? hehe x

Leave vomments please :)x

The Last ConcertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang