4

33.3K 490 6
                                    

"Selamat pagi adek manis. Udah rapi aja nih. Mau kemana sih?"

"Ya mau ke sekolah dong bang masa iya mau konser? Hahaha"

"Hahaha"

Pagi ini aku diantar bang Isman ke sekolah. Mas Arya hari ini sibuk dengan urusannya di toko. Dia harus mendata barang-barang yang baru datang semalam.

'Adek manis'

Ucapan itu masih terngiang dalam pikiranku. Pagi yang indah disertai ucapan yang indah juga, aku rasa pagi ini adalah pagi yang sempurna.

Aku mulai naik becak bang Isman kemudian kami berangkat ke sekolah. Seperti biasa bang Isman selalu mengajak berbicara. Aku juga sudah sedikit pandai berbicara karena bang Isman. Tidak seperti dulu yang pendiam. Aku sekarang bisa mengekspresikan siapa diriku di depan bang Isman.

Sampai di sekolah bang Isman berpesan kalau nanti pulang dia ingin mengajakku bermain di Taman Kota. Aku mengiyakan. Aku juga bosan dengan keseharianku yang setelah pulang sekolah hanya di rumah saja. Sekali-kali aku ingin bermain di luar. Bersama bang Isman.

Pelajaran pertama dimulai. Entah apa yang terjadi denganku. Aku tidak bisa fokus dalam pelajaran ini. Pikiranku menerawang apa yang akan terjadi nanti saat aku jalan bersama bang Isman.

Akankah kami lari-larian manja bak film India? Ataukah bergandengan tangan layaknya drama Korea?

'Hhhh mana mungkin bisa yang kayak gitu di tempat umum'

***

Kriiing Kriiing Kriiing!!!

Sebuah tanda waktu belajar sudah usai. Aku mengemasi barang-barangku yang ada di atas meja. Ku masukkan semua ke dalam tas dengan rapi.

Aku bergegas menuju gerbang depan sekolah. Aku tak sabar. Aku ingin bersama bang Isman.

Aku tengok ke kanan dan kiri, tidak ada becak yang stand by disekitar situ. Aku mencari becak bang Isman yang mencolok dengan cat warna kuning pada bagian besinya. Tapi dimana?

"DOR!"

Aku tersentak. Seketika jantungku pindah ke ubun-ubun.

"Hah! Abang! Ngapain sih? Bikin kaget aja" sergahku dengan rengekan kecil.

"Hehe maaf maaf deh. Jangan cemberut dong. Mau jalan-jalan kok cemberut sih" bujuk bang Isman.

"Hmm iya. Terus becak abang mana? Kok aku nggak lihat sama sekali?"

"Abang nggak bawa becak dek. Tadi abang masukin bengkel. Soalnya ada yang rusak bagian pedalnya"

"Oh... Terus abang kesini naik apa? Kita ke Taman Kota naik apa?" tanyaku bertubi-tubi.

"Itu" bang Isman menunjuk motor tua yang masih kelihatan gagah dan mengkilat karena sering dirawat.

"Nih abang bawain helmnya juga sekalian" dengan hati-hati memasangkan helm tersebut di kepalaku.

'Apa ini? Kenapa jantungku deg-degan kenceng banget? Apa aku kena penyakit jantung? Tapi aku masih muda. Momen ini... iya momen ini seperti di FTV yang sering aku tonton. Ketika seorang pria mengenakan helm pada perempuan yang ia sukai. Tapi ini bang Isman dan aku, seorang pria dan pria'

Saat aku naik motor tua tersebut, bang Isman memintaku untuk melingkarkan tanganku ke perutnya. Dia takut aku jatuh kalau tidak berpegangan.

'Astaga apalagi ini? Aku bisa mati karena serangan jantung kalau seperti ini terus'

Baiklah aku tidak membantah. Aku merangkul bang Isman hanya untuk berpegangan agar tidak jatuh. Tapi aku merasakan hal yang lain...

Bersambung

Bang Isman Tukang Becak IdolakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang