Baby

3.3K 291 48
                                    

"Hoooeekkk...Uhh, hoeeeekkk... "

Tak pernah terbayangkan sebelumnya dibenak Arthit jika ada suatu masa dimana ia merasa nyawanya seperti direnggut paksa. Membenanmkan wajahnya dimulut kloset, menahan mati-matian gejolak tak nyaman bersumber dari perutnya. Jika Arthit bisa menganalogikan, rasanya seperti lambung, usus dan kawan-kawannya berlomba naik ketenggorokan dan mendesak keluar melalui mulutnya. Dulu waktu usianya masih remaja, rasa mual yang biasa ia rasakan hanya sebatas mual ketika kau memakan makanan basi. Namun kini Arthit merasakan hal berbeda.

"P'Arthit..."

Sepasang lengan mampir dipinggangnya, disusul dengan sebuah kepala yang bertumpu dipunggungnya. Arthit terduduk lemas dilantai, tangannya meremas kuat ujung kaos putih tipis yang ia kenakan. Sosok dibelakangnya mendekapnya erat, memberikan bahu dan dadanya untuk Arthit sandari.

"P'Arthit..."

Sosok itu memanggilnya lagi, lebih halus seolah berusaha meredakan semua kesakitan yang ia alami. Aroma citrus yang sengaja ia pasang didalam kamar mandi sedikit banyak membantu.
Gejolak itu datang lagi, mengaduk-aduk isi perutnya. Segera ia membekap mulutnya sendiri, Arthit sudah lelah membenamkan wajahnya dimulut kloset.

"Keluarkan saja."

Arthit tak menghiraukan. Entah sejak kapan, air matanya turun begitu saja. Mualnya datang lagi, lebih gila dari sebelumnya. Sudah hampir seminggu pula, setiap pagi ia berakhir seperti ini. Didepan kloset- menangis dan tersiksa.

"Kong...pob."

Isakannya menggema. Sepasang lengan dipinggangnya mengerat. Arthit menghela nafas panjang, tidak seharusnya ia menangis seperti ini.

"Aku..."

Sebuah kecupan mampir dipipinya.

"...tidak mau hamil."

○○○

Kongpob saat itu hampir saja mati ditempat. Mengabaikan seluruh tugas kantornya, menerima kabar jika Arthit masuk rumah sakit. Diusia pernikahannya yang berjalan hampir dua tahun serta waktu bertahun-tahun yang mereka habiskan bersama, baru kali ini ia melihat pasangan hidupnya terkulai lemah diatas ranjang rumah sakit. P'Earth selaku saksi mata mengatakan jika wajah Arthit pucat bak mayat, berjalan seperti zombie dan tiba-tiba ambruk saat baru saja kembali dari departemen produksi.

'Dia hamil. Sudah 2 bulan.'

Itulah perkataan dokter yang memeriksa keadaan Arthit, dan sukses membuatnya mati ditempat jilid dua. Ia sempat menertawakan diagnosa gila sang dokter, mengatakan itu adalah hal yang paling lucu yang ia dengar selama seperempat abad ia hidup. Selama yang ia tahu, selama yang ia rasakan terhadap Arthit, pemuda kesukaannya itu adalah lelaki tulen. Ya, walaupun wajahnya tak ayal menyiratkan kesan feminim. Barang pribadi Arthit juga asli dan original, bukan buatan rumah sakit atau hasil dari operasi ganti kelamin.
Kongpob hampir saja melayangkan sebuah pukulan diwajah dokter paru baya itu. Arthit nya sedang sakit dan bisa-bisa nya ia diberi lelucon.

'Kejadian ini langka terjadi. Khun Arthit terlahir memiliki rahim. Secara keseluruhan ia memang laki-laki tulen, tapi hal seperti ini memang bisa terjadi. Tuhan memberi anda keajaiban.'

Kongpob adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga. Dulu ia sempat memiliki sebuah impian kecil, ia ingin sekali memiliki anak laki-laki. Namun, setelah bertemu dengan Arthit dan jatuh cinta padanya, Kongpob tak ingat kapan impian kecilnya itu menghilang. Yang ia tahu sejak saat itu, Arthit adalah impian barunya.

Kongpob & Arthit (Sotus Fanfiction)Where stories live. Discover now