Papa Popo

3K 258 25
                                    

Sequel of Baby.

Kongpob yakin jika semasa ia masih menjadi seorang bujangan, hal-hal menyenangkan seperti yang ia rasakan sekarang sama sekali tidak pernah terlintas dibenaknya. Bertemu Arthit -mataharinya-, jatuh cinta, merasakan patah hati, cemburu, lalu disambung dengan sebuah hubungan yang penuh cobaan dan rintangan tentu membuatnya kuat. Setelah menyatukan visi misi dengan cara mengikat diri seumur hidup dalam sebuah pernikahan serta hadirnya seorang jagoan kecil diantara mereka, tentu Kongpob mana pernah terbayang akan terjadi dengan nyata.

Ya. Ia sekarang menjadi seorang papa, semenjak 10 bulan lalu. Ia dan terkhusus Arthit -selaku yang melahirkan- perlu banyak membenahi diri. Bahwa untuk saat ini bukan lagi urusan pribadi yang menjadi prioritas, tetapi juga untuknya- anak mereka, Sun.

Sunikorn Suthiluck.

Arthit memberi respon awal dengan rengutan karena amanah yang ia berikan pada Kongpob untuk memberi nama pada bayi yang baru saja keluar dari perutnya malah dianggap lelucon.

'Namanya Sun. Sunikorn agar terlihat seperti orang Thailand. Artinya matahari. Sama seperti P'Arthit.'

Bela Kongpob pada akhirnya. Pada saat itu Kongpob yang selama berjam-jam bersemedi seraya browsing di internet mencari refrensi. Hasilnya nihil, uniknya inspirasi itu malah datang saat ia melihat wajah Arthit.

'Dasar tidak kreatif. Tapi, dia romantis juga'

Dasar aneh. Ujung-ujungnya Arthit setuju juga. Berhubung ia sudah memberi mandat untuk Kongpob memberi nama.

"Hei, Sun. Jangan menangis, nak. Popo disini."

Bicara tentang Sun, ia yakin suara tangisan melengking yang ia dengar kini tentu berasal dari bayi manis itu. Entah bagaimana kelanjutannya, yang jelas ia merasa bahwa dua matanya secara otomatis terbuka saat mendengar tangisan itu. Padahal ia ingat jika saat ini sudah tengah malam dan baru dua jam ia merebahkan diri dikasur setelah seharian bekerja.

"Kau lapar, nak? Popo buatkan susu ya."

Suara Arthit terdengar lembut. Cahaya remang bersumber dari lampu tidurnya menemani Arthit yang berusaha keras menenangkan anaknya. Kongpob untuk saat-saat pertama hanya memandangi Arthit dengan Sun digendongannya. Bayi sepuluh bulan itu menangis kencang. Arthit terlihat berantakan, karena Kongpob tahu sudah sepuluh bulan pula ia selalu terbangun ditengah malam karena tangisan Sun.

Sungguh Popo yang baik.

"Popo?"

Kongpob memecah konsentrasi Arthit. Sebuah panggilan kesayangan baru. Dimana Kongpob yang sejak awal merequest ingin dipanggil papa, sedangkan Arthit memilih dipanggil Popo saja. Setidaknya begitu, bagaimana pun ia tetap seorang laki-laki.

"Kongpob?"

Arthit sedikit terkejut. Kini Kongpob bisa leluasa melihat raut wajah lelah Arthit disana.
Arthit benar-benar orang tua yang baik, ia bahkan berani resign dari kantornya hanya untuk menyaksikan tumbuh kembang Sun dengan sempurna. Sungguh bertolak belakang dengan segala sifat emosional Arthit semasa mengandung.

"Biar aku saja yang membuatkan susu untuk Sunny."

Arthit mengangguk. Menggoyang-goyangkan tubuhnya seraya bersenandung kecil agar Sun bisa sedikit tenang. Mengabaikan rasa kantuk yang menerjangnya kuat, ia merasa bahwa inilah resiko menjadi orang tua.

○○○


"Haaah... melelahkan."

Arthit merebahkan tubuh pegalnya diranjang. Kongpob yang lebih awal berbaring disana, menyambutnya dengan membukakan selimut. Segera setelah mengucek mata beberapa kali, ia mencari posisi nyaman dalam pelukan Kongpob.

Kongpob & Arthit (Sotus Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang