Menemuimu

1.8K 142 5
                                    

Malam begitu larut, Laras tak dapat tidur. Ada kegelisahan di dalam dirinya. Melihat semua mata tertutup dan tertidur pulas, Laras keluar kamar dan melihat ke arah timur. Laras melihat ada debu-debu kecil yang menutupi dipan tempat duduk di depan rumah persinggahan itu. Curiga dengan hal tersebut Laras memeriksa.

"Sepertinya debu dari Merapi. Apakah Merapi menghembuskan asapnya lagi."

Ditengah rasa curiganya Laras melihat ke arah Merapi. Meski hanya terlihat samar-samar dari arah lereng gunung Tidar tempatnya berada Laras mencoba menerka, sepertinya langit memang begitu gelap, dan menambah keyakinan bahwa Merapi kembali mengeluarkan pertanda. Namun, pertanda apakah gerangan, jika waktu itu Merapi bergejolak karena pertemuannya dengan kakek itu yang membawa pesan-pesan wingit maka kali ini apa? Laras bertanya-tanya dalam hati.

Di dalam konsentrasinya mengamati keadaan, tiba-tiba Laras melihat sosok lelaki tampan muncul dalam benaknya. Samar tapi terlihat, terlihat tapi samar. Jarak lelaki itu kira-kira lima langkah darinya. Laras menerka dan mencoba membandingkan wajah itu dengan semua wajah-wajah orang-orang yang pernah singgah di benaknya. Kemudian Laras teringat sedikit dan mengenal wajah itu.

"Ah, wajah di foto itu" wajah yang terpampang di pendopo keraton waktu dia sedang latihan menari. Ibunya Suryo bilang, itu wajah Panembahan Senopati pendiri Mataram. Tapi mengapa lelaki itu ada dihadapannya. Seolah memang mendatanginya. Lalu Laras berkesimpulan, barangkali lelaki ini yang membuatnya tak bisa tidur dan gelisah.

Laras memandang wajah sayu dari pancaran mata lelaki itu. Tatapan matanya kosong melayang namun justru menggambarkan sebuah harapan yang Laras sendiri tak bisa membacanya dengan jelas. Yang lebih anehnya Laras merasa ada aura magnet yang ditimbulkan dari wajah dan tatapan kosong itu.

Mereka saling bertatapan. Laras diam tercenung tanpa bereaksi apapun. Menyelaraskan dengan energi malam, bisa saja lelaki itu membawa pesan. Tapi tak berapa lama kemudian wajah lelaki itu menghilang. Laras mencoba mencari-cari wajah itu. Mengucek-ucek matanya. Dan kemudian rasa aneh menjalar didadanya. Rasa kehilangan, rasa rindu.

🌳

Di lereng Merbabu, seorang kakek sedang duduk terpekur di dalam guanya. Mencerna kembali kejadian barusan yang dilihatnya di alam sukma. Dia bermaksud mengikuti Laras ke Magelang, tapi kenapa yang dia lihat wajah seseorang perempuan ayu yang sepertinya begitu dia kenal. Lalu tiba-tiba ingatan-ingatan tentang masa lalu menyeruak dikepalanya. Harum wangi tercium dari dalam kalbunya. Wangi yang dia kenal. Di dalam heningnya dia menarik nafas.

'Siapakah Laras sebenarnya? Apakah dia orang yang kutunggu selama ini. Yang kuketahui hanya wanginya, juga keriduan di dalam dada ini, tapi siapa orangnya aku tak diberitahu. Benar wangi itu wangi milik Laras.'

Masih menimang-nimang dalam hati dengan pikiran yang berkecamuk lalu meronce kembali semua ingatan-ingatannya yang tersebar di beberapa tempat dan juga beberapa waktu, kakek itu mulai menerka-nerka. Dalam perjalanan hidupnya yang hampir seratus tahun, dia memang sudah menemukan kesejatiannya, bahwa dia adalah titisan dari Panembahan Senopati. Itulah kenapa dia begitu mudah mengarahkan pemuda-pemuda kemaren untuk membawa pesan-pesannya sebagai pendiri dinasi Mataram.

Pencarian demi pencarian telah ia lalui. Keraguan demi keraguan selalu menyelimuti. Kadang dikala masih muda dia ingin sekali berteriak kepada semesta mempartanyakan siapa dirinya. Lalu semesta menjawab ketika sebuah jalan menunjuk kepada sebuah tempat yang tak asing baginya waktu itu. Ya, dikala masih muda dia dituntun ke pantai sembukan-paranggupito. Di tempat itu ingatan-ingatan itu kembali jelas. Hanya saja masih ada satu tanda tanya bergelayut. Tentang rasa rindu yang selalu muncul di dalam dirinya. Kepada siapa ia sendiri juga tak mengerti. Di dalam mimpinya wajah-wajah itu kadang berganti-ganti, berubah-ubah wujud namun satu yang dia kenal, suaranya juga wanginya. Juga hasratnya yang tiba-tiba muncul tak terbendung. Untu meredam semua itu, perjalanan mengantarkannya ke tempat ini. Dan kata hatinya mengatakan ia hanya harus 'menunggu'.

Tarian Sukmo Sejati [ End ]Where stories live. Discover now