Tentang Rasa

5.2K 404 21
                                    

Karena dengan peduli padaku, aku berharap rasa itu mulai tumbuh. Karena dengan disisku, ingatlah bahwa kamu tidak menjalani kehidupan ini seorang diri.

Setelah memarkirkan mobilnya, Fabian berlari untuk masuk ke dalam rumah. Namun pintu depan terkunci dari dalam. Fabian nyaris mengumpat jika saja ia tidak ingat pintu yang terhubung dari garasi tak pernah ia kunci.

Setelah masuk rumah Fabian berlari ke arah kamar. Tubuhnya bergetar dengan napas tersenggal melihat Ishita terbaring di lantai dengan wajahnya yang pucat.

Bodoh. Umpat Fabian untuk dirinya sendiri.

Fabian segera meraih Ishita ke dalam gendongannya untuk di bawa ke rumah sakit. Selama perjalanan, Fabian tak henti melirik Ishita yang terbaring di jok belakang.

Melihat Ishita yang tampak lemah seperti itu ada perasaan bersalah menyerang hatinya.

Butuh waktu lima belas menit, Fabian baru sampai rumah sakit. Ia segera merebahkan Ishita di atas bangsal yang ada di ruang UGD.

Beberapa perawat membawa Ishita ke dalam ruangan untuk di periksa dokter. Di luar Fabian menunggu dengan cemas. Ada ketakutan yang tak bisa di ekspresikan.

Sungguh, Fabian sangat takut. Ia takut jika terjadi sesuatu pada Ishita.

Hampir satu jam menunggu, pintu ruangan tersebut terbuka. Fabian menghampiri Dokter yang menangani sang istri.

"Gimana kondisinya dok?"

"Bapak siapa?"

"Saya suaminya, dok."

Dokter itu membernarkan letak kacamatanya, "Begini pak, menurut pemeriksaan istri anda positif terkena usus buntu dan harus segera di operasi."

Fabian menatap dokter itu bingung, takut jika ia salah dengar. "Apa dok? Usus buntu?"

"Iya. Mendengar gejala yang di sebutkan oleh istri anda dan di cocokan dengan hasil pemeriksaan, istri anda positif terkena usus buntu. Dan kami membutuhkan wali pasien untuk mengurus prosedur operasinya."

"Baik dok nanti saya akan urus. Apa saya boleh masuk ke dalam?"

"Iya silahkan."

Fabian membuka pintu ruangan itu membuat Ishita langsung menoleh. Melihat kedatangan Fabian entah kenapa ia sedikit merasa lega. Operasi kali ini ia tidak akan sendirian. Semoga saja Fabian mau menemaninya barang sebentar saja.

Fabian menarik kursi di sebelah bangsal. Melihat wajah Ishita yang sudah berusaha untuk ceria namun tak bisa membuat Fabian mendengus.

"Kenapa nggak bilang udah ngerasin tanda-tandanya dari kemarin?" tanya Fabian datar.

Ishita tersenyum tipis, "Mas selalu menghindar. Beberapa hari ini selalu pulang malam tanpa kasih kabar. Bukannya nggak mau cerita cuman nggak ada kesempatan aja sampai akhirnya aku nggak bisa nahan lagi."

Bibir Fabian mendadak kelu. Inilah kesalahannya. Sudah bertindak kasar di tambah dengan ketidakpedulian Fabian membuat Ishita harus masuk meja operasi.

"Kamu tau akan operasi?"

Ishita mengangguk, ia segera meraih tangan Fabian untuk di genggam erat. Dengan mata berkaca-kaca ia memohon pada Fabian.

"Aku mohon Mas Bian jangan tinggalin aku selama operasi."

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Fabian membuat genggaman tangannya melemah. Senyuman getir muncul di wajahnya. Seharusnya Ishita sadar jika Fabian tak mungkin mau meskipun dirinya dalam keadaan sekarat pun.

Dia Bukan Jodohku - [ Marriage Love Series 2 ]Where stories live. Discover now