Billionaire's Dream -17- Crossover

8.8K 657 34
                                    

Ditulis oleh Shireishou
untuk Sexy Project


Mata William terbelalak kaget mendengar Mysha ingin mengingat masa lalunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mata William terbelalak kaget mendengar Mysha ingin mengingat masa lalunya.

Belum sampai satu detik kemudian, William kembali menetralkan wajahnya. "Aku percaya, ingatanmu pasti akan kembali, jadi jangan memaksakan diri." Pria itu menggenggam tangan Mysha lembut seolah tak ingin sampai wanita itu terluka kembali.

Mysha tersenyum lembut. "Kau membuatku berani, Will. Terima kasih banyak untuk segalanya. Kau mau membantu, bukan?"

Ada hening menjeda sebelum Direktur Utama CLD membelai sudut mata Mysha yang mulai tergenang air mata.

"I will."

Mysha cukup banyak bertanya tentang apa yang terjadi di masa lalu. Namun, Willian terus berusaha menjawab semua dengan kalimat diplomatis.

Malam sudah tiba kala keduanya tiba di depan apartemen Mysha.

"Oh, iya. Apa kau mau menemaniku hari Jumat ini?" Ada harapan terpancar samar di wajah William.

Mysha terlihat keheranan. "Boleh saja. Tapi ke mana?"

"Nanti kau akan tahu." William mengecup pipi Mysha sebagai tanda perpisahan. "Selamat beristirahat."

Pria itu tak menyadari Mysha yang langsung berbalik dan menunduk guna menyembunyikan semburat merah di wajahnya.

Sambil melajukan mobil, William larut dalam pemikirannya. Saat ini pria itu tak ingin berusaha membangkitkan ingatan Mysha dengan membawanya ke tempat-tempat kenangan mereka ataupun mengisahkan masa silam. Ia pernah mencoba dan ada banyak rasa sakit yang diterima Mysha. Karenanya, pria itu tak mau membebani Mysha lebih banyak lagi.

Seandainya pun Mysha jatuh cinta, William ingin Mysha menyukai dirinya yang sekarang, bukan William kecil yang dulu selalu bersamanya. Karenanya, alih-alih membawa Mysha ke tempat kenangan mereka, William memilih membuat Mysha lebih mengenalnya.


Jumat tiba begitu cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jumat tiba begitu cepat. William menjemput Mysha di kantornya.

"New York Coffee Festival?" Mysha terbeliak keheranan. "Kita berdua meninggalkan kantor demi melihat festival kopi? Apa tidak masalah?"

William mengangguk pelan. "Semua sudah kubereskan. Lagipula, menghadiri festival ini sudah menjadi agenda tahunan CLD."

Mysha hanya bisa keheranan saat William melajukan mobilnya menuju Metropolitan Pavilion. Sebuah tempat yang sangat luas untuk mengadakan sebuah festival akbar.

Mereka disambut baliho raksasa dengan logo Crown Land Developer terpasang gagah di sudut.

"CLD sponsor utama acara ini?" Mysha tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

Senyum tipis William menjawab. "Festival ini sekaligus sebagai acara amal pengumpulan dana untuk menyediakan air bagi warga Afrika yang kekurangan."

Mysha menatap William penuh kekaguman. Tak pernah disangka, diam-diam pria itu berinisiatif membentuk sebuah event kesukaannya sekaligus memberikan sumbangsih bagi mereka yang membutuhkan. Apa dia sudah sebaik ini sejak dulu?

Panitia langsung mengantarkan mereka ke tempat khusus yang sudah disediakan. Mysha tercengang. Di tengah ruangan, ada beberapa alat yang tampaknya sebagai pembuat cappuchino. Empat kontestan dari berbagai negara yang masuk babak semi final diadu bersama.

"Lombanya mungkin akan sampai jam makan siang. Apa kau mau kucarikan camilan?" William mempersilakan Mysha duduk.

Mysha menggeleng. "Apa pesertanya dari penjuru dunia?" Wanita itu menatap salah satu peserta dengan mata sipit, kulit mongoloid dan rambut cokelat gelap.

"Oh, him." William menyadari arah tatapan Mysha. "He is my friend from Indonesia, Aris. He is brilliant barista."

"Aku tak kaget kau punya teman sesama pecinta kopi. Tapi terus terang aku kaget temanmu bisa sampai ikut lomba di sini."

William memandang Mysha lembut. "Ini perlombaan tingkat dunia. Di babak penyisihan ada peserta dari Polandia, Inggris, Belanda, dan Denmark. Hanya saja yang masuk semi final ternyata dari Indonesia, dua peserta USA, dan Inggris."

Mysha mau tak mau tersenyum lebar. Ia suka jika melihat William yang biasanya irit kata-kata menjadi lebih terbuka. Seolah dinding yang membatasi keduanya semakin dikikis pergi.

"Aku harap dia bisa menang." William terlihat sangat senang meski ekspresinya masih sedatar biasanya.
Mysha menyadari sesuatu. Pria itu sesungguhnya bisa berekspresi meski sangat tersamar. Jika diperhatikan lebih saksama, dirinya kini bisa membaca nada suara William yang lebih berwarna.

"Kuharap juga begitu." Mysha mendoakan dengan tulus.

Babak pertama sudah terasa menegangkan. Enam gelas kopi dijajarkan di hadapan para peserta. Mereka diminta mencicip semua kopi, lalu gelas akan diacak. Tugas mereka adalah menyusun kembali ke posisi semula.

Mysha takjub melihat bagaimana keempat peserta menunjukkan kebolehannya. Seolah kopi hitam pekat itu adalah sirup aneka warna yang bisa mereka bedakan dengan mudah.

"Kau bisa melakukannya?" Mysha menoleh ke arah William penasaran. Dirinya tahu William juga penggila kopi. Namun, apa ia juga memiliki kemampuan seorang barista.

"Bisa."

Sebuah jawaban singkat yang makin membuat Mysha makin penasaran. "Pernah latihan?"

William mengangkat bola matanya ke langit sejenak seolah memikirkan jawaban macam apa yang hendak ia berikan.

"Aku berlatih bukan untuk perlombaan. Aku melakukannya karena suka."

Mysha mengangguk-angguk paham. Wanita itu merasakan antusiasme yang tak bisa dihilangkan dari netra hijau zamrud itu. Pandangan bersemangat kala kontestan merejang kopi mereka si tahap berikutnya.

Sesuai dugaan William, Aris meluncur mulus tanpa penghalang. Memang peserta dari USA mengekor ketat di tahap ketiga. Latte Art.

"Aris tak terlalu mendalami latte art. Dia lebih senang pancake art." William tampak sedikit kecewa sahabatnya tak mendapat nilai maksimal di tahap ini.

"Pancake art?"

William menepuk punggung tangan Mysha lembut. "Nanti akan kuperkenalkan kalau lomba sudah selesai. Mereka juga membuka booth di venue ini."

Mysha ingin bertanya tentang siapa mereka yang dimaksud William, tapi mulutnya terkunci ketika melihat pria itu melambai kecil memberikan Aris semangat untuk maju ke babak berikutnya.

Daripada memperhatikan perlombaan, Mysha lebih tertarik melihat ekspresi William yang cukup bisa dikatakan berubah-ubah. Tepatnya, Mysha mengamati setiap detail perubahan pada wajah yang biasanya terlihat sedatar papan itu. Yah, meski secara garis besar, wajah tanpa ekspresinya masih terpasang, tapi ada aura menyenangkan yang terpancar. Mysha seolah berada di sebelah pria yang lebih manusiawi daripada sekadar Direktur Utama CLD yang dingin dan berpikiran logis.

Ia bisa merasakan kekesalan William kala Aris kalah di babak kelima karena sahabatnya tak bisa meminum kopi yang dicampur alkohol dalam kontes membedakan rasa kopi campuran degan minuman lain. Ia mendapatkan sedikit pengurangan nilai. Untung saja total nilainya masih di atas yang lain.

"Tahun depan jika ada peserta muslim lagi, akan kuminta juri membuat soal khusus untuk mereka yang level sulitnya sama dengan yang lain." William mengangguk dan langsung mencatat dalam ponsel cerdasnya.

Mysha menahan tawanya. Namun, ia tak bisa kabur dari mata William yang menatapnya heran.

"Kenapa?"

"Kau lebih menyenangkan jika seperti ini, Will. Lebih terasa hidup." Tanpa sadar Mysha melebarkan senyumnya. Memperlihatkan deretan gigi putih bersih dan rona pipi memerah bahagia.

Untuk yang pertama, William Davis bisa kehilangan kata-kata.

The Billionaire's Bride (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang