BAB 34

2.8K 521 98
                                    

T h i r t y - F o u r

- More Than A Possibly -

Jungkook menyalakan penghangat ruangan dan segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Netra gelapnya memandangi langit-langit. Salju turun tidak terlalu lebat di luar, hanya keping-keping tipis yang rapuh. Bisa cair kapan saja begitu mendarat di atas telapak tangan yang hangat.

Jungkook memejamkan kedua matanya. Ia mencoba mendengar detak jantungnya sendiri. Berdetak dengan ritme cepat karena ia masih cemas. Jungkook rasanya bisa gila karena menahan diri untuk tidak menemui Yerim. Sudah hampir dua minggu Jungkook mengonsumsi mood stabilizier. Namun, pria itu terkadang masih merasa cemburu, dicampakkan, dan merasa malu karena tidak memiliki kekuatan untuk kembali menarik Yerim.

"Jungkook, apa kamu sudah bersiap-siap?" Seoyeon berdiri di ambang pintu memanggil putra bungsunya. Jungkook sedikit terkejut dan langsung membuka matanya. Pelipisnya berkedut-kedut dan Jungkook hampir saja emosi karena merasa diganggu.

"Aku akan bersiap," jawabnya dengan suara berat. Jungkook melangkah ke dalam kamar mandi dan membanting pintu dengan kuat. Seoyeon terkejut dengan perilaku Jungkook, membuatnya merasa pilu. "Aku akan berangkat sendiri," ucap Jungkook lagi dari dalam. Seoyeon hanya mengangguk pelan dan meninggalkan kamar putranya.

Jungkook lekas membuka pakaian dan menghidupkan shower. Ia mulai membasuh tubuh sambil termenung. Jungkook mendongakkan kepalanya menatap shower sambil memejamkan mata. Otot-otot leher pria itu sampai terlihat jelas karena ia menggeram.

Perkataan Seoyeon kepadanya sebelum Australia Winter Open saat itu membuat Jungkook ingin marah. Sia-sia saja. Jungkook masih merasa terganggu dengan keengganan Yerim untuk berada di dekatnya.

"Do away with everything that has her in it." Jungkook bergumam di bawah shower, tertawa sarkastis. "Aku sudah menjual apartemen, membuang cincin, bahkan keluar dari dunia olahraga agar bisa perlahan melupakannya dan semua hal tentangnya demi kebaikanku seperti saran Mama. Sekarang apa? Aku masih inginkan dia. I am fucked up! This sucks! Everyone is a crap." Jungkook terus mengumpat tanpa henti.

Jungkook mengacak-acak rambut basahnya dengan sangat kesal. Obat pemberian Seungho saja tidak mempan, apalagi terapi-terapi yang psikiater itu jadwalkan untuk Jungkook. Mereka tidak mengerti mau Jungkook. Mereka hanya memedulikan keselamatan Yerim.

Keselamatan? Yang benar saja, pikirnya. Jungkook adalah pria yang dicintai Yerim. Mengapa mereka harus menjauhkan Yerim mati-matian dari dirinya? Takut Jungkook melukai Yerim karena berusaha menghilangkan obsesi ini, hingga Jungkook juga harus menyingkirkan Yerim secara langsung? Tidak akan. Yerim begitu berharga untuk Jungkook.

"Butuh berapa tahun untukku menjauh darimu dan menghilangkan perasaan gila ini, Yerim?" lirih Jungkook yang tiba-tiba kembali sedih dan menyesal, teredam oleh suara shower dan isakan.

Jungkook lelah. Ia merasa belum memiliki tekad yang kuat, yang bisa melawan obsesi gilanya. Jungkook berharap ada sesuatu yang lebih besar dari gravitasinya sendiri.

***

"Our bride!" Roseanne langsung memeluk Sooyoung yang sedang duduk di dalam ruang tunggu pengantin wanita.

Sooyoung tersipu karena pujian Roseanne. Wanita itu membuat semburat merah muda di pipinya semakin terlihat, padahal Sooyoung menggunakan riasan wajah yang tipis. Sooyoung ingin terlihat suci di hari pernikahannya. Meskipun konsep pernikahan Sooyoung dan Wonwoo elegan, memakai warna putih gading dominan yang membuatnya tampak sederhana, tetapi tentu saja biaya di balik itu semua tidak sesederhana kelihatannya.

More Than GravityWhere stories live. Discover now