Checkpoint D

754 163 11
                                    

Kepada

Amygdala di belahan otak kanan dan kiri

Hai,

Aku tahu, kamu identik dengan satu kata: Takut. Sumber rasa khawatir dengan segala sesuatu di luar kendali, juga segala reaksi emosi terhadap kejadian yang kualami. Tadinya aku mau sebut kamu Princess Amygdala, mirip Princess Amidala di Star Wars. Tapi enggak jadi deh. Nanti kamu bikin aku baper terus-terusan. Padahal, aku ingetin ya, kamu juga bertugas memproses memori dan pengambilan keputusan.

Coba bayangin, kayak apa keputusan yang kubuat kalau kamu bikin perasaanku enggak keruan melulu kayak cewek lagi PMS? Jangan tanya gimana aku tahu PMS. Di kelas 10A ada 17 cewek, rata-rata gitu deh. Kalau sensi, gampang marah, dan nangis gaje, pasti dibilang lagi datang bulan (emang tadinya pergi ke mana?).

Beruntung aku cowok. Enggak pake PMS, dengan gejala gitu-gitu amat, tapi aku punya kamu, Amygdala. Terpaksa ngalami baper juga.

Itu sebabnya aku nulis buat kamu sekarang. Aku bandingin cara kerja kamu dengan Cerebrum yang pake nalar dan logika, dalam menyikapi kejadian-kejadian dua minggu ini. Ya, tahu-tahu saja dua minggu sudah berlalu setelah pesta Jocelyn. Waktu bukan lagi mengalir, tapi membanjir dan aku terbawa sambil terpontang-panting kayak melalui arung jeram.

Here we go ....

1. Rayn berubah sikap tentang Megan. Awalnya dia kabur atau cuek kalau Megan muncul, suatu hari, begitu saja dia mau bergabung dan pede abis waktu aku kenalin. Lalu kami mulai belajar bareng, dan tahu-tahu jadi rutin makan siang bareng juga di taman. Bawa bekal masing-masing, saling berbagi.

Amygdala: Jangan-jangan Rayn tertarik sama Megan gara-gara banyak dengar ceritaku? Bagaimana kalau iya? Katanya pengin dijauhkan saja, kenapa berubah pikiran? Terus, gimana sikap Megan sama Rayn? Sejauh ini biasa saja, tapi aku jadi ngawasi mereka diam-diam. Terus, perasaanku jadi enggak enak sendiri. Kupikir cara mereka saling pandang singkat dan wajar, malah Rayn cenderung cuek, lengket ke buku. Tapi Rayn jenis cowok yang enggak ngapa-ngapain pun sudah bikin cewek histeris. Buktinya kalau kami duduk bertiga di taman, cewek-cewek dari SMP dan SMA jadi ramai seliweran. Mereka cekikikan caper dan menyapa cuma Rayn.

Aku senang karena Megan jadi kontras beda dengan para cewek itu. She's cool. Asal jangan tiba-tiba ngomongin buku yang sama dengan Rayn ... duh! Aku enggak lebih kayak pembatas buku di antara mereka.

Cerebrum: Bertiga ternyata seru. Megan dan Rayn kompak membantuku belajar. Megan bikin semangat, Rayn menjaga biar kami enggak buang waktu dengan ngobrol dan bercanda kelewatan. Trio dinamis dalam waktu singkat. It's fun. Kurang apa lagi coba kalau sekolah sudah jadi tempat paling ngangenin dan enggak ngebosenin? Go with the flow.

2. Rayn memutuskan untuk ngasih tahu Megan soal face blindness-nya.

Amygdala: What? Are you kidding me? Secepat itu? Pertanda apa? Ini bukan masalah sepele. Bisa merusak pertemanan yang baru saja terjalin. Gimana kalau Megan enggak bisa dipercaya, terus rahasia Rayn menyebar?

Amygdala, kamu memicu banyak emosi berlawanan ... ketika ternyata Megan menerima rahasia Rayn dengan baik. Aku bangga dong, enggak salah pilih cewek ... ehem ... tapi aku jadi waswas lagi.

Di lain pihak, gimana kalau ini pertanda Rayn ada "rasa" ke Megan? Percaya sejak pandangan pertama. Mungkin bawah sadarnya mendeteksi kemungkinan Megan itu Mitsuha, meski code name berbeda?

Kukira bukan kebetulan Rayn enggak pernah lagi menyebut-nyebut Mitsuha. Bukan kebetulan Kak IgGy belum juga kontak. Lalu flash disk Arabelle dibalikin Rayn. Katanya, isi sudah dicopy ke laptop, nanti saja dilihat kalau sempat.

Cerebrum: Mungkin Rayn cuma berpikir realistis. Mitsuha sudah enggak berkesan lagi buatnya. Enggak ketemu. Dicoret. Sudah ada Megan. Yang bela-belain pake bando pita besar yang itu-itu saja tiap hari. Megan bahkan membantu Rayn mengenali orang. Tugasku jadi ringan. Kami bertiga cocok.

Aku enggak perlu lagi mikirin apakah Megan itu Mitsuha. Sudah enggak relevan. Iya kan? Yang relevan sekarang adalah mikir, gimana kalau Rayn naksir Megan.

3. Megan bilang, Lucy menunda tugas ketiga selama dua minggu, karena mau fokus pada Bianca. Jadi Megan bisa lebih santai. Juga happy banget karena Raiden sepertinya sudah bosan mengganggunya.

Amygdala: Aku khawatir, Lucy justru sedang menyiapkan tugas lebih mengerikan untuk Megan. Sementara Raiden sedang menyusun strategi lain. Too good to be true kalau dua orang itu tiba-tiba menyingkir dari hidupnya.

Cerebrum: Tetap waspada. Ajak Rayn membantu Megan mengatasi masalah keuangannya tanpa mencolok. Rayn bilang ia sudah punya beberapa ide bagus, tapi masih dipikirin. Astaga, kenapa otak logisku ini malah enggak bisa menemukan gagasan secuilpun?!

Aku malah berfokus pada Raiden. Lebih mudah jadiin dia lawan bersaing ketimbang Rayn.

4. Dua kali Bianca deketin aku di sekolah. Nah, ini ajaib juga, segitu aku bareng Rayn, Bee malah cuekin dia. Ngajak aku ngobrol, kelihatan grogi, selalu bilang lagi cari Lucy.

Amygdala: She's nice. Sempat cerita, katanya sudah mulai baikan sama Lucy. Ikut senang. Tapi, gara-gara dia gugup, aku jadi bingung juga ngadepinnya.

Cerebrum: Bianca mestinya bisa jadi sumber informasi tentang Lucy. Hmm ... kalau perlu untuk bantu Megan, aku bisa manfaatin dia .... Tapi itu jahat. Aku harus pikirin akibatnya buat Bee.

Sementara itu dulu. Nah, Amygdala, kamu lihat sendiri gimana kamu nambah pelik!

Jadi, aku minta secara baik-baik, kamu mundur dikit, dan biarkan aku berpikir logis enggak pake emosi. Karena pertama, kalau kamu tetap dominan, bisa-bisa namaku bukan Lazuardi lagi tapi Baperardi. Enggak banget. Please deh.... Kedua, terlepas dari semua itu, ada semacam perasaan, pikiran, atau firasat ya ... bahwa dua minggu ini seperti momen tenang sebelum badai menghantam ... calm before the storm.

Aku khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi. Pada Megan. Pada Rayn. Kalau sudah begini, perasaan pribadiku ke Megan enggak relevan.

Aku Ardi, MP mereka berdua sekarang.

Yang Selalu Berjaga,

Ardi

Ardi's Checkpoints A-ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang