Checkpoint N

1.3K 236 85
                                    

Kepada (kali ini borongan, semuanya berkepentingan)

Panitia Perayaan HUT Ke-73 Republik Indonesia

Panita Surprise Ultah ke-17

Tembusan: Candle Light Keeper

Salam merdeka!

Tengah malam tadi aku terbangun dan sadar ini sudah tanggal 17 Agustus. Berarti genap usiaku 17 tahun. Alhamdulillah. Bertambah atau berkurang umur setahun, tergantung dari mana kamu memandangnya. Bertambah setahun usia yang sudah kulewati, atau berkurang setahun usiaku sebelum kembali kepada-Nya.

Aku heran dengan mereka yang berdebat di medsos soal bertambah atau berkurang ini. Yang bilang bertambah, alasannya agar kita ingat umur, tambah usia berarti pola pikir pun tambah dewasa. Lebih bijak menjalani hidup.

Di kubu satunya, keukeuh bahwa ultah harusnya berarti usia berkurang setahun, semakin mendekati batas usia, harus ingat mati dan memanfaatkan sisa usia sebaik-baiknya.

Ada yang bisa menjelaskan, apa bedanya dua anggapan itu?

Hehe.

Hei, Panitia, 73 tahun itu sudah sepuh kan kalau manusia? Tapi rakyat Indonesia tambah ke sini tambah kayak anak kecil. Semua diperdebatkan terbuka tanpa akhir. Sampai perbedaan cara makan bubur saja dihebohkan. Kayak kurang kerjaan dan punya waktu berlimpah.

Ibu bilang, manusia semakin tua tingkahnya memang semakin kekanakan. Dari segi fisik pun, semakin tua, akan kembali tidak berdaya seperti bayi. Mungkin seperti itulah bangsa kita, balik lagi ngegemesin sampai pengin nyakar pinjam kaki Hazel.

Perayaan HUT RI tiap tahun seringnya cuma ajang rame-rame, bela-belain cari dana dengan meminta sumbangan di tengah jalan.

Serius, aku jadi mikir, kok enggak kreatif banget ya, ngeblok lalu lintas dan meminta-minta. OSIS DIHS juga cari dana, tapi dengan mengadakan bazar, pensi, konser, atau kerja sama saling menguntungkan dengan penyandang dana.

Eh, aku jadi ingat, akhir-akhir ini aku nyaris enggak pernah barengan Rayn di luar jam pelajaran. Dia sibuk banget dengan rapat-rapat OSIS menjelang konser kemerdekaan RI di DIHS seminggu lagi.

Dia ingat ultahku enggak, ya?

Bukan apa-apa sih, aku enggak ngarepin hadiah kok. Tapi tahun-tahun sebelumnya, Rayn pasti ngajak aku jalan. Bukan ke mal atau tempat ramai gitu. Rayn lebih suka alam. Tahun lalu ke curug Maribaya. Sebelumnya ke kawah Tangkuban Perahu.

Ahh, mungkin tahun ini aku harus mengalah sama OSIS dan Megan. Rayn fokus ke dua hal itu sekarang.

Aku di rumah saja. Menemani Jihan .... Bikin rangkaian gelang kertas merah putih .... Sambil ngelap ingusnya sebelum nekat menyeberangi mulut, atau diusap Jihan pakai punggung tangan. Iiiih .... 

Jihan lagi flu (sekarang ketiduran setelah minum obat, dan aku bisa nulis Checkpoint ). Ibu pergi bantuin Bu RT masak-masak untuk acara malam tujuh belasan.

Oh, kalau Ibu, selalu ingat ultahku, walau enggak merayakannya dengan acara tiup lilin segala. Biasanya cuma mengobrol berdua sambil ngemil setelah Jihan tidur. Tadi malam juga begitu.

"Gimana rasanya ultah dirayakan se-Indonesia?" Ibu bercanda.

Aku jawab datar, "Merdeka!"

"Ardi, tumben kamu kayak sedih gitu?" Ibu meneliti mukaku. "Ada apa?"

Aku hanya angkat bahu. Tumben juga aku enggak bisa terbuka kali ini. Karena aku tahu banget, perasaan dan pikiranku enggak pada tempatnya. Masa aku khawatir soal Rayn lupa ultahku? Gimana bisa lupa kalau se-Indonesia mengingatkannya? Kalaupun lupa juga, no big deal, kan? Masih ada hari esok ....

Ardi's Checkpoints A-ZWhere stories live. Discover now